MUI: Waras Gak Negara Berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa Tapi Pelajaran Agama Mau Dihapus?

(Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis)

[PORTAL-ISLAM.ID] Majelis Ulama Indonesia (MUI) menanggapi pernyataan konglomerat nasional Setyono Djuandi Darmono yang mengusulkan menghapus pelajaran agama di sekolah.

Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat K.H. Muhammad Cholil Nafis, Lc., MA., Ph.D, mempertanyakan kewarasan usulan menghapus pelajaran agama.

"Waras ngga’ ya, negara yang berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa ko’ mau mengahapus pendidikan agama di sekolah. Pendidikan agama ya dimana-mana: di rumah juga di sekolah biar orang Indonesia jadi benar," kata Kyai Cholil di akun twitternya, Jumat (5/7/2019).

Netizen menanggapi "Itulah orang tailen, nuding klompok lain mau merubah ideologi pancasila tapi mereka sendiri yg berprilaku tak sesuai dan bahkan melanggar norma2 pancasila & UUD 45, klo jaman dulu sih namanya PKI, klo sekarang entah apa namanya, barangkali no name, soalnya klo di panggil pki gak mau 😀."

"Cukong makin lewat batas, nyuruh menghilangkan pelajaran agama.
Lo komunis ya?" timpal yang lain.

(Konglomerat Setyono Djuandi Darmono bersama Presiden Jokowi)

Sebelumnya, Founder PT Kawasan Industri Jababeka Tbk, Setyono Djuandi Darmono mengatakan, pendidikan agama tidak perlu diajarkan di sekolah. Agama cukup diajarkan orangtua masing-masing atau lewat guru agama di luar sekolah.

"Mengapa agama sering menjadi alat politik? Karena agama dimasukkan dalam kurikulum pendidikan. Di sekolah, siswa dibedakan ketika menerima mata pelajaran (mapel) agama. Akhirnya mereka merasa kalau mereka itu berbeda," kata Darmono usai bedah bukunya yang ke-6 berjudul Bringing Civilizations Together di Jakarta, Kamis (4/7/2019), seperti dilansir JPNN.

Tanpa disadari, lanjutnya, sekolah sudah menciptakan perpecahan di kalangan siswa.

Dia pun menyarankan Presiden Joko Widodo untuk meniadakan pendidikan agama di sekolah. Pendidikan agama harus jadi tanggung jawab orang tua serta guru agama masing-masing (bukan guru di sekolah). Pendidikannya cukup diberikan di luar sekolah, misalnya masjid, gereja, pura, vihara, dan lainnya.

"Kalau mau merawat persatuan dan kesatuan bangsa, itu harus dilakukan. Cuma saya melihat presiden tersandera oleh berbagai macam kepentingan politik. Jika ini tidak diubah, sampai kapan pun agama akan dijadikan alat politik indentitas," tandasnya.
Baca juga :