Zeng Wei Jian: The Fall of Dictators


[PORTAL-ISLAM.ID]  Muammar Gaddafi menyebut protestors sebagai 'tikus' dan 'kecoa'. Presiden Zimbabwe Robert Mugabe menghardik rakyatnya sendiri dengan labelisasi: 'terorist'.

People power is the worst nightmare for every dictators. 'People Power' artinya Kedaulatan Rakyat.

Di Philiphina, kolaborasi pemimpin agama-oposisi-militer patriotik merupakan element penting 'people power'.

Kuncinya di kuantitas massa. Satu juta orang turun ke jalan, polisi angkat tangan. Bila ada dua juta orang, mereka lepas tangan.

Jutaan orang, lautan manusia berjalan pelan menyanyikan national athem. Sampai satu titik, mereka duduk dan berdoa. This is a peaceful protest. A passive resistance. Gerakan non-violence semacam ini sanggup menumbangkan sebuah rezim.

The element of surprise is a must. Momentum hanya datang sekali. Siapa cepat, dia menang.

Di era sosial media, gerakan massive lebih mudah dilakukan. Rezim Diktator di seluruh dunia panik. Ancaman senjata patah oleh persatuan rakyat. Kuantitas mengubah kualitas sebuah perlawanan.

Karena panik, Robert Mugabe mengeluarkan berbagai policy absurd. Membuat Zimbabwe dalam situasi "a de facto state of warfare".

Orang-orang ditangkapi dengan pasal subversif. Oposant dituduh makar. Sedikitnya 153 orang dibunuh Mugabe's supporters.

Awalnya, buzzer Mugabe merilis perang media sosial dengan hastag #ThisFlag. Karena kalah, Mugabe main kayu.

Seruan mengembalikan Statutory Instrument 194 of 1987 yang melarang distribusi dan membawa bendera nasional kembali didengungkan. Mugabe seorang penganut Marxisme, Stalinisme dan Maoisme. Dia ciptakan -isme sendiri yaitu Mugabeisme.

Seperti Mugabe, semua rezim di ambang kehancuran selalu bersikap reaksioner dan sadis. Para penjilat dan pejabat menjadi reactive state entity, full of paranoia and anger.

Sumber: Zeng Wei Jian
Baca juga :