[Catatan Seorang Santri] "SANTRI KEHORMATAN"


"SANTRI KEHORMATAN"

(by Abu Qawwam)

Saya pernah jadi "Santri Biasa". Dan menjadi santri biasa itu lumayan berat buat saya. Sehingga sesekali terpeleset menjadi "Santri Nakal"

Waktu saya di pesantren, santri biasa itu harus ke Masjid tepat waktu. Disebut telat adalah jika datang pas adzan berkumandang.

Nakal itu kalau iqomat baru nyampe pintu masjid. Hukumannya adalah dipukul telapak kakinya pake rotan. Dua kali.

Dan saya berkali-kali dipukul pake rotan...

Waktu saya di pesantren, santri biasa itu wajib punya wirid harian: Sholat sunnah rowatib, dzikir ma'tsurot, tilawah, menghafal mufrodat, matan dan syi'ir, dan yang lainnya.

Kalau cuman sholat wajib tanpa sholat sunnah & dzikir, itu bisa disebut santri nakal. Kadang suka kena hukuman.

Waktu saya di pesantren, santri biasa itu wajib ikut jadwal pengajian kitab harian. Habis shubuh, habis ashar dan habis maghrib sampai jam 9 malam.

Satu kitab dirunut dari judul serta nama pengarangnya, hingga ke kata terakhir di bagian penutup.

Harus lulus pelajaran aqidah, akhlak, nahwu, shorof, balaghoh, fiqih, hadits, tafsir dll untuk bisa naik kelas. Kalau nggak belajar kitab itu namanya bukan santri.

Waktu saya di pesantren, akhlak terpuji bagi santri biasa adalah hal wajib yang tidak bisa ditawar-tawar. Kami didoktrin dengan takut kepada Allah, takut dosa dan takut neraka, hingga harus berhati-hati jika salah ucap salah sikap.

Kalau membangkang dan 'semau gue', tidak mau taat sama Bapa Ajengan, itu namanya santri nakal.

Mungkin bertambah pengetahuannya. Tapi hilang keberkahannya.

Bahkan jika berbeda pendapat dengan guru, tidak boleh melupakan adab ta'zhim kepada beliau. Karena kami diajari akhlak selain ilmu.

Waktu saya di pesantren, yang benar-benar layak disebut santri itu kalau belajar sepuluh tahun ke atas.

"Ngaji nepi ka junun" ungkapannya.

Biasanya hafal banyak matan kitab. Faham sampai titik dan komanya.

Saya cuman ngaji tiga setengah tahun. Baru menyentuh kulit ari-ari dari ilmu pesantren. Masih sangat jauh dari jantung dan hatinya.

Maka jangan menilai karakter sebuah pesantren dari alumninya yang baru sebentar belajar di sana. Kalau ingin memvonis baik dan buruknya, datangilah kyai-kyai yang puluhan tahun berada di sana.

Barulah itu disebut adil.

Waktu saya di pesantren, ada juga "Santri Khusus". Mereka memiliki mujahadah yang tinggi dibandingkan santri biasa. Jadwal ngaji hariannya (belajar dan mengajar): Ba'da shubuh, waktu dhuha, ba'da zhuhur, ba'da ashar, ba'da maghrib sama jam 10 malam.

Bahkan di bulan Ramadhan, setiap hari ada sorogan (talaqqi) kitab yang mulainya ba'da tarawih dan selesainya menjelang sahur.

Tidurnya pasti sangat larut, karena mereka harus memastikan santri biasa tidur semua sebelum mereka tidur. Sebagiannya berjaga sampai pagi.

Dan bangunnya pasti sangat pagi, karena mereka harus membangunkan santri-santri biasa seperti saya satu jam sebelum shubuh.

....

Dan santri kehormatan...

Apa yah santri kehormatan itu?

Mungkin santri yang sudah melampaui itu semua...

Mungkin santri yang sudah naik tingkat menjadi ajengan. Menjadi Kyai. Yang tenaganya seakan tak pernah habis untuk beribadah, mengajar dan berdakwah di masyarakat.

Yang sudah khatam Puluhan jilid kitab-kitab tebal dari berbagai disiplin ilmu. Yang mujahadahnya dalam beribadah melampaui santri-santri khusus...

Atau...

Adakah kriteria lain untuk santri kehormatan ini?

Ah, entahlah...

Itu di luar pengetahuan saya...

Orang gila kadang inginnya mengencingi sumur zamzam biar jadi terkenal....


Baca juga :