Pakar politik dan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menyatakan demokrasi Indonesia harus ala Indonesia. Demokrasi yang Pancasilais bukan demokrasi liberal seperti negara-negara Amerika serikat, Jerman dan lainnya.
“Presiden terpilih Jokowi harus menghadirkan format politik baru yang harmoni dan menghargai orang lain termasuk Koalisi Merah Putih (KMP). Jadi format baru itu politik harmoni, menghargai orang lain dan menjalankan politik meja makan. Kalau itu bisa berjalan, maka setelah 20 Oktober nanti, Jokowi akan menjadi presiden kita semua,” kata Siti dalam dialog kenegaraan “Check and Balances antar Lembaga Negara” bersama Wakil Ketua DPD RI Farouk Muhammad dan praktisi hukum tata negara Refly Harun di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (15/10/2014), dilansir beritakmp.com.
Kata Siti, bangsa Indonesia harus membangun rasionalitas politik agar institusi negara juga rasional. Bila kontestasi pilpres dan pilkada sudah selesai, semua harus berhenti dalam persaingan. “Kalau tidak, akan terus memanas, kepala daerah dan wakilnya saling terancam. Kalau kondisi itu berlanjut akan terjadi pembusukan birokrasi dan kita semua yang dirugikan,” ujarnya.
Menurut Siti, dalam setiap kontestasi jangan lagi menganggap pesaing itu sebagai lawan. Sebab, hal itu akan menjadikan blunder dan itu bukan watak dalam berdemokrasi. Saling curiga dan saling tidak percaya akan menimbulkan konflik. “Saya risau kalau seperti ini, semua bermain untuk jangka pendek. Padahal yang dibutuhkan dalam demokrasi itu itu adalah check and balances,” tambahnya. (beritakmp)
Kata Siti, bangsa Indonesia harus membangun rasionalitas politik agar institusi negara juga rasional. Bila kontestasi pilpres dan pilkada sudah selesai, semua harus berhenti dalam persaingan. “Kalau tidak, akan terus memanas, kepala daerah dan wakilnya saling terancam. Kalau kondisi itu berlanjut akan terjadi pembusukan birokrasi dan kita semua yang dirugikan,” ujarnya.
Menurut Siti, dalam setiap kontestasi jangan lagi menganggap pesaing itu sebagai lawan. Sebab, hal itu akan menjadikan blunder dan itu bukan watak dalam berdemokrasi. Saling curiga dan saling tidak percaya akan menimbulkan konflik. “Saya risau kalau seperti ini, semua bermain untuk jangka pendek. Padahal yang dibutuhkan dalam demokrasi itu itu adalah check and balances,” tambahnya. (beritakmp)