Kisruh Visa Haji Furoda
KABAR mengejutkan dan tak mengenakkan datang lima hari menjelang rangkaian inti pelaksanaan ibadah haji yang berlangsung pada 4-9 Juni 2025. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi tidak menerbitkan visa untuk calon haji furoda asal Indonesia.
Kepastian tidak terbitnya visa haji furoda disampaikan Wakil Kepala Badan Penyelenggara Haji sekaligus Sekretaris Amirul Hajj Indonesia, Dahnil Anzar Simanjuntak.
“Menurut pihak pemerintah Arab Saudi, visa haji nonkuota seperti furoda tidak akan keluar,” ujarnya pada Jumat, 30 Mei 2025.
Namun Dahnil tidak merinci alasan pemerintah Saudi tak mengeluarkan izin resmi bagi warga negara asing memasuki dan tinggal di negara itu untuk menunaikan ibadah haji jalur khusus tersebut.
Kabar ini membuat ratusan calon haji furoda gagal menunaikan ibadah haji pada 2025, salah satunya Dian—yang meminta nama sebenarnya tidak ditulis karena sungkan dengan biro perjalanan yang mengurus keberangkatannya ke Tanah Suci. Perempuan 38 tahun itu kecewa karena gagal berangkat menunaikan ibadah haji pada tahun ini.
Padahal dia sudah telanjur menggelar syukuran dan membeli perlengkapan untuk melaksanakan ibadah haji pada 2025. “Saya agak malu, tapi ya ikhlas saja. Mungkin bisa berangkat tahun depan,” ujar Dian saat dihubungi pada Ahad, 1 Juni 2025.
Warga Jawa Barat ini mengatakan sudah membayar lebih dari Rp 300 juta agar bisa berangkat haji. Meski begitu, dia mengatakan, pihak penyelenggara akan mengembalikan uangnya. “Dikembalikan 100 persen,” tutur Dian.
Haji furoda merupakan istilah populer di Indonesia untuk menyebut calon haji yang akan menunaikan rukun Islam kelima itu dengan menggunakan visa mujamalah atau undangan langsung dari pemerintah Arab Saudi. Calon haji ini mendapatkan visa undangan khusus yang berbeda dengan visa haji kuota nasional atau reguler melalui Kementerian Agama.
Ketua Umum Serikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (SAPUHI) Syam Resfiadi mengatakan pihaknya mendapatkan informasi visa haji furoda tidak terbit pada Rabu, 28 Mei 2025, atau awal dimulainya Zulhijah 1446 Hijriah. Padahal rangkaian inti ibadah haji berlangsung pada 4-9 Juni 2025.
“Kami baru tahu dari media sosial. Waktunya sangat mepet,” ujar Syam saat dihubungi, Ahad, 1 Juni 2025.
Syam mengatakan 260 penyelenggara haji bergabung dalam SAPUHI.
Mereka dirugikan dengan kabar pembatalan yang tiba-tiba itu. Sebab, mereka sudah mengeluarkan uang muka untuk membayar transportasi dan menyewa hotel yang akan digunakan para calon haji furoda selama menunaikan ibadah haji di Arab Saudi.
Angka kerugian itu bervariasi di masing-masing penyelenggara haji.
Syam menyebutkan, biro penyelenggara haji bisa menanggung kerugian 50-75 persen per satu paket. Harga paket minimal US$ 25 ribu atau sekitar Rp 400 juta, dengan kurs US$ 1 setara dengan Rp 16 ribu. “Sebanyak 50-75 persen itu sudah menjadi biaya yang tidak bisa dikembalikan,” ujarnya.
Syam menuturkan, setiap penyelenggara haji memiliki kebijakan tersendiri dan berbeda bagi calon haji furoda yang batal berangkat. Ada penyelenggara haji yang mengembalikan 100 persen uang calon haji dan ada pula yang membuka opsi dana calon haji furoda ini digunakan untuk haji reguler atau haji khusus pada tahun depan.
Ada pula yang menawarkan kombinasi, yaitu sebagian uang dikembalikan dan sebagian lagi disetorkan sebagai biaya penyelenggaraan ibadah haji untuk mendapatkan kursi keberangkatan pada tahun berikutnya. Ada juga yang sebagian uang pembiayaan terpaksa hangus karena sudah dibayarkan untuk akomodasi.
“Itu semua tergantung perjanjian awal antara penyelenggara haji dan calon haji,” ujar Syam.
Namun dia menilai sebaiknya uang calon haji tidak dipotong. “Semua kerugian kami yang menanggung.”
Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Farid Aljawi menengarai Kerajaan Saudi tidak menerbitkan visa haji furoda karena sedang menata pelaksanaan haji pada tahun ini.
Menurut Farid, penataan tersebut dilakukan berdasarkan pengalaman pelaksanaan haji pada tahun lalu. Pada 2024, sebanyak 1.301 haji wafat di Saudi. Setelah dilakukan penyelisikan dan pendataan, sebanyak 80 persen diketahui menggunakan visa nonhaji.
Selain itu, Farid melanjutkan, pada pelaksanaan tahun lalu, sejumlah jemaah haji protes karena para jemaah pemegang visa non haji menempati tenda milik jemaah haji pemegang visa haji. Dari pengalaman itu, Kerajaan Saudi mengurangi jumlah calon haji. Biasanya jumlah jemaah haji bisa mencapai 2,5 juta orang. Namun, berdasarkan data pada 5 Zulhijah pada 2025 hanya sekitar 1,5 juta orang.
Kerajaan Saudi juga membatasi penerbitan visa hanya bagi mereka yang melakukan ibadah haji. Ibadah haji saat ini hanya bisa menggunakan visa haji. “Dulu visa ziarah bisa masuk, visa kerja bisa masuk. Sekarang sama sekali tidak bisa, selain visa haji,” ujar Farid.
Dia menuturkan, ada 1.000 calon haji furoda pengguna jasa penyelenggara haji yang tergabung dalam Amphuri. Menurut Farid, biro penyelenggara haji mengalami kerugian karena sudah membayar uang muka kepada pihak hotel dan transportasi. “Perkiraan yang dikeluarkan itu rata-rata 50 persen dari total paket. Paket tersebut beragam, minimal US$ 20 ribu atau Rp 320 juta,” ujarnya.
*SELENGKAPNYA BACA DI KORAN TEMPO (2/6/2025)