Oleh: ARIF WIBOWO
Karena disuruh untuk bikin fatwa halal dan haram ya saya nggak mau, karena saya bukan ahli fiqih, tidak menguasai dalil.
Meski demikian ada garis bawah tebal, hal yang selalu dilupakan ketika membahas kasus ketegangan antar agama adalah konteks, penyebab munculnya tindak kekerasan dan langsung dilarikan ke arah intoleransi.
Padahal pentingnya memahami konteks adalah supaya kejadian serupa tidak terulang lagi di masa yang akan datang.
Akan tetapi masalahnya, kalau menurut Buya Hamka dalam buku "Dari Hati ke Hati", dengan mengambil contoh kasus perusakan gereja di Makasar, kasus itu digunakan untuk menutupi kasus lain yang lebih besar, sehingga kasus penting itu hilang dan menguap.
Kekerasan berbalut SARA memang termasuk mainan intelijen yang murah meriah di negeri ini. Karenanya, pelaku perusakan tidak ditangkap tapi guliran isu intoleransi terus membola salju.
Jadi, daripada berlagak sebagai ahli fiqih, saya mendingan mencari tulisan Buya Hamka pada kasus yang lebih ekstrim, yakni pembakaran gereja di Meulaboh tahun 1967dan pelemparan 12 gereja oleh anak-anak muda Makasar, tentu saja lengkap dengan konteksnya.
*fb