Danantara selamatkan Sritex?

Oleh: Agustinus Edy Kristianto 

Di beranda saya muncul video lawas dari masa kampanye Pilpres 2024: "Merinding! Lihat dukungan karyawan Sritex untuk Gibran."

Sekarang, saya justru lebih merinding melihat faktanya: 10 ribu buruh Sritex (PT Sri Rejeki Isman Tbk/SRIL) di-PHK. Saya juga muak dengan janji-janji manis para pejabat yang seolah peduli dengan nasib buruh. 

Jangan jadikan mereka sebagai komoditas politik semata—omon-omon belaka, tanpa aksi nyata untuk benar-benar menolong mereka.

Total aset SRIL cuma Rp9,5 triliun berdasarkan Laporan Keuangan Q3 2024 (Unaudited), sementara total utang yang diakui pengadilan dalam proses kepailitan mencapai Rp29,8 triliun. Modalnya bahkan minus Rp16,3 triliun, artinya aset SRIL hanya 36% dari total utang yang harus ditanggung. 

Kalaupun aset itu dijual, laku 50% saja sudah bagus (Rp4,7 triliun), mengingat depresiasi aset dan kondisi pasar. Itu pun kalau ada yang mau beli.

Penggunaan dana hasil likuidasi pun ada urutannya. Nomor satu adalah biaya kepailitan, termasuk imbalan jasa kurator, yang besarnya mengacu pada Permenkumham 18/2021. Dengan asumsi nilai hasil pemberesan Rp4,7 triliun, imbalan jasa kurator saya perkirakan Rp30 miliar (karena nilai hasil pemberesan di atas Rp1 triliun). 

Setelah itu, baru pembayaran kepada kreditur separatis (berjaminan) yang total tagihannya Rp7,2 triliun dari 22 kreditur (Kumparan, 21/12/2024). Sementara sisa dana setelah dikurangi biaya kepailitan hanya Rp4,67 triliun, sehingga kreditur separatis hanya menerima 64,9% dari tagihan mereka.

Siapa saja kreditur separatis yang tagihannya terbanyak? Citicorp Investment Bank (Singapore) Limited Rp2,89 triliun, Great Phoenix International PTE LTD Rp927,17 miliar, dan Bank of China (Hong Kong) Limited Cabang Jakarta Rp737,75 miliar. 

Dengan demikian, setelah pembayaran ini, tidak ada lagi dana tersisa untuk kreditur lain: kreditur preferen (gaji karyawan dan pajak) Rp691 miliar, kreditur konkuren (supplier, vendor, obligasi tanpa jaminan) Rp24,74 triliun, dan kreditur terafiliasi (11 perusahaan yang terkait keluarga Lukminto) Rp1,2 triliun.

Lalu, siapa yang sebenarnya memiliki SRIL? Sebanyak 59,02% saham SRIL dikuasai PT Huddleston Indonesia (dahulu PT Busana Indah Makmur), sementara 39,8% sahamnya dimiliki masyarakat. 

Penerima manfaat (Beneficial Owner/BO) terakhir PT Huddleston Indonesia adalah Kantaras Investments Pte. Ltd. di Singapura. SRIL juga punya dua anak usaha di Singapura, yaitu Golden Legacy Pte. Ltd dan Golden Mountain Textile & Trading Pte. Ltd, yang bergerak di perdagangan (trading) dan investasi.

Saya pikir, aktivitas bisnis dan transaksi perusahaan-perusahaan Singapura itu layak dijadikan bahan liputan investigasi wartawan. Jangan-jangan ... 

Dari sisi kinerja saham, SRIL disuspensi sejak 18 Mei 2021 dan karena sudah lebih dari 24 bulan maka sesuai aturan bursa, ia kemungkinan besar akan menjalani evaluasi dan tahapan untuk dihapus (delisting) dari bursa.

Kalau Danantara dibangga-banggakan sebagai pahlawan penyelamat Sritex, pertanyaannya: bagaimana caranya? Apa strategi konkret mereka? Memangnya oligarki energi dan pangan, oligarki tambang dan hilirisasi, oligarki pengolahan sumber daya alam, oligarki real estate dan properti, serta oligarki AI/digital mau berbagi lapak dengan oligarki tekstil yang sudah babak belur begini?

Saya juga ingin tahu apa kata Wakil Presiden Gibran, yang dulu dibuat merinding oleh dukungan buruh Sritex dalam Pemilu 2024. Sekarang, apa solusi konkret yang Anda tawarkan untuk para buruh yang kehilangan pekerjaan? Haruskah mereka menggeruduk markas virtual partai super Tbk untuk menuntut kejelasan nasib?

Jawab. Jangan kebanyakan 'promosi' susu dan 'wisata' banjir.

Salam.

(fb)
Baca juga :