Makan Rp7.500
Oleh: Joko Intarto
Sejak dua hari terakhir ramai betul diskusi soal biaya makan gratis yang akan dijalankan kabinet Prabowo-Gibran. Masyarakat mulai bertanya-tanya, apakah pemerintah benar-benar punya cukup anggaran untuk merealisasikan program tersebut?
Keraguan publik bisa dipahami. Awalnya, Menko Perekonomian Erlangga Hartarto menyebutkan bahwa anggaran makan gratis dihitung dengan biaya Rp15.000 per porsi. Belakangan anggarannya menyusut menjadi Rp9.000. Bahkan informasi terbaru malah tersisa Rp7.500 saja.
Dengan duit Rp7.500 bisa dapat apa? Itu pertanyaan besarnya.
Saya tidak ahli menghitung harga makanan. Tapi dulu pernah punya bisnis kuliner. Tahun 1999-2000 saya mengelola usaha Bakwan Malang "Kapiten" dengan armada 15 becak dan 10 gerobak dorong ditambah 10 outlet di gedung-gedung perkantoran.
Jadi saya akan mencoba menghitung dari sisi "orang bisnis" kuliner. Anggap saja sekarang saya sedang menjadi pemilik perusahaan katering.
Sebagai pengusaha katering, saya akan menyisihkan 30% omset sebagai laba kotor. Berarti kalau harga makanan ditetapkan Rp15.000 per porsi, yang digunakan untuk produksi makanan adalah Rp10.000 per porsi.
Nah, bagian laba kotor 30% tadi akan digunakan untuk membiayai operasional usaha katering seperti biaya packaging, ongkos kirim, bayar gaji pegawai umum dan administrasi, bayar tagihan listrik, internet, telepon, air bersih, sewa dapur umum, serta bunga kredit usaha. Bisa-bisa, setelah dikurangi biaya operasi, labar bersihnya tersisa 5%-10% saja.
Apakah kalau harganya direvisi menjadi Rp9.000 per porsi, keuntungan kotornya menjadi Rp3.000 per porsi? Jawabnya adalah "Belum tentu."
Bisa jadi saya akan tetap menyisihkan Rp5.000 sebagai laba kotor. Sebab ada banyak fixed cost dalam komponen biaya operasional. Fixed cost ini tidak peduli dengan berapa pun harga jual barangnya.
Kalau laba kotor kurang dari Rp5.000 per porsi, jangan-jangan malah rugi. Apalagi kalau hanya mendapat kuota kecil.
Bila harga makanannya dikoreksi lagi menjadi Rp7.500 per porsi, apakah saya akan tetap mengambil Rp5.000 per porsi sebagai laba kotor? Tentu saja begitu!
Pertanyaannya, bisa dapat menu apa dengan uang Rp2.500 per porsi? Wah, kalau soal itu tanya Pak Menko Perekonomian saja... Beliau kan yang membuat anggaran?
Kalau saya.... Hehehe.... ? mengelola bakwan Malang yang sistemnya cash and carry saja bangkrut, apalagi program makan gratis yang pembayarannya entah berapa bulan sekali.
(fb)