Ustadz Adi Hidayat keliru (lagi)

𝐐𝐮𝐧𝐮𝐭 𝐒𝐮𝐛𝐮𝐡 𝐓𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐃𝐢𝐩𝐞𝐫𝐦𝐚𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧?

Terus terang saya kaget dengan perkataan di video pada Lampiran 1 ini yang mengatakan bahwa "… di Muhammadiyah tidak mempermasalahkan qunūt (Ṣhubuh)".

❓ Kenapa…?

Sebab sependak pengetahuan saya bahwa justru Muhammadiyah mengeluarkan Fatwa Tarjih tentang Qunūt Ṣubuh.

📖 Buktinya adalah sebagai berikut:

⑴. "Membaca doa qunūt di waktu berdiri i`tidāl rokaàt kedua ṣolāt Ṣubuh, menurut pentarjihan, kurang kuat dalīlnya, oleh karena itu tidak diàmalkan. " – 🔎 lihat: Lampiran 2 atau 🔗 link: https://bit.ly/3Kc0eAQ

⑵. "Sedangkan untuk Qunūt Ṣubuh, Muhammadiyah berpendirian bahwa qunūt yang dilakukan khusus pada saat Ṣolāt Ṣubuh tidak dibenarkan karena dalīlnya lemah." – 🔎 lihat: Lampiran 3 atau 🔗link: https://bit.ly/4bPvdOR & 🔎 lihat: Lampiran 4 atau 🔗 link: https://bit.ly/3K6wpS9

⑶. "Majelis Tarjih memilih untuk tidak melakukan doa qunūt karena melihat ḥadīṫ-ḥadīṫ tentang Qunūt Ṣubuh dinilai lemah dan banyak diperselisihkan oleh para ùlamā’. Di samping itu terdapat ḥadīṫ yang menguatkan tidak adanya Qunūt Ṣubuh." – 🔎 lihat: Lampiran 5 atau 🔗 link: https://bit.ly/3K6wpS9

⚠ Diksi "tidak mempermasalahkan" itu memang perlu penjelasan lebih detail, sebab jikalau maknanya adalah "boleh ṣolāt di Masjid manapun, sehingga kalau kebetulan imāmnya melakukan qunūt maka tak boleh dipermasalahkan dan tetap berma’mūm", maka iya memang BENAR. Akan tetapi jikalau dimaknai sebagai "tidak ada iḳtilāf di kalangan ùlamā’", maka itu jelas SALAH…!

‼️ Apalagi Majelis Tarjih Muhammadiyah membuat fatwa tentang perkara Qunūt Ṣubuh, yang mana tentu itu implikasinya adalah hal tersebut memang "DIPERMASALAHKAN".

❌ Adapun mengatakan bahwa "hanya Wahhābiyy saja yang mempermasalahkan Qunūt Ṣubuh dan mengatakan itu sebagai kebidàhan", maka itu jelas SANGAT KELIRU…!

📌 Karena ada riwayat:

⑴. Tābiȉn bernama Abī Mālik Saȉd ibn Ṭōriq al-Aṡjaìyy رحمه الله تعالى bertanya kepada ayahnya:

يَا أَبَتِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ ٱللهِ ﷺ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ هاَهُنَا بِٱ لْكُوْفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِيْنَ فَكَانُوْا يَقْنُتُوْنَ فِي ٱلْفَجْرِ ؟ ؛ فَقَالَ : أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ

(arti) _“"Wahai ayahku, sungguh engkau pernah ṣolāt di belakang Rosūlullōh ﷺ, di belakang Abū Bakr, Ùmar, Ùtsmān, dan di belakang Àliyy di daerah al-Kūfah sini kira-kira selama lima tahun. Apakah Qunūt Ṣubuh terus-menerus?". Ayahnya menjawab: "Wahai anakku, Qunūt Ṣubuh itu seseuatu yang muḥdaṫ (suatu hal yang diada-adakan)!".”_ [HR at-Tirmiżiyy no 402; an-Nasāiyy no 1080; Ibnu Mājah no 1241; Aḥmad no 17913].

Tentang hal "muḥdaṫ" tersebut, maka penjelasan Baginda Nabī ﷺ adalah:

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلْحَدِيثِ كِتَابُ ٱللهِ وَخَيْرُ ٱلْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ ٱلأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ

(arti) _“Ammā ba`du. Sungguh sebaik-baiknya perkataan adalah Kitābullōh, dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muḥammad ﷺ. Seburuk-buruknya perkara adalah yang hal yang diada-adakan, dan setiap kebidàhan adalah sesat!”_ [HR Muslim no 867; Ibnu Mājah no 45; Aḥmad no 13815; ad-Dārimiyy no 212].

⇛ Yang mengatakan Qunūt Ṣubuh terus menerus itu sebagai "muḥdaṫ" (sesuatu hal yang diada-adakan) itu levelnya adalah Ṣoḥābat Nabī…!

⑵. Tābiȉn bernama Abī Mijlaz رحمه الله تعالى mengatakan:

صَلَّيْتُ مَعَ ٱبْنِ عُمَرَ صَلاَةَ ٱلصُّبْحِ ، فَلَمْ يَقْنُتْ ، فَقُلْتُ لَهُ : لَا أَرَاكَ تَقْنُتُ ؟ ؛ فَقَالَ : لاَ أَحْفَظُهُ عَنْ أَحَدٍ مِنْ أَصْحَابِنَا

(arti) _“Saya pernah Ṣolāt Ṣubuh bersama Ibnu Ùmar, namun ia tidak berqunūt. Lalu saya bertanya kepadanya: "Saya tak melihat kamu berqunut di waktu Ṣubuh?". Ibnu Ùmar menjawab: "Saya tak mendapati seseorang pun dari Ṣoḥābat yang melakukan hal itu."”_ [Aṫar Riwayat al-Baihaqiyy, Sunan al-Kubrō II/213 ~ dinilai ḥasan oleh Ṡuàib al-Arnāūṭiyy, (tahqiq atas) Zādul Maȁd I/272].

⇛ Yang mempermasalahkan Qunūt Ṣubuh itu adalah level Tābiȉn.

Demikian, semoga dapat dipahami.

❕ Silakan kalau mau diskusi dengan ìlmiyyah.

(Arsyad Syahrial)
Baca juga :