PRABOWO dan CHINA

By @Naz_lira

Ketika saya membaca buku sejarah perjuangan rakyat Indonesia masa silam, saya kok merasa bangsa Indonesia seperti mengalami dejavu era 1800-1890 ya..

Jika kita kesampingkan fatamorgana demokrasi versi Chow Kho Wey (yang sesungguhnya adalah kamuflase semata), maka kita akan melihat bayang-bayang yang semakin nyata akan adanya reorganisasi Cina terhadap pemerintahan Indonesia hari ini, mirip betul dengan reorganisasi administrasi Belanda terhadap Indonesia sejak masa Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal 1808-1811 (ketika Belanda dikuasai Perancis) hingga Stamford Raffles, Gubernur Jenderal 1811-1816 (ketika Jawa dikuasai Inggris).

Meningkatnya kontribusi (yang diperhalus dari intervensi) pihak asing China dalam politik dan ekonomi Indonesia adalah potret yang sama dengan intervensi asing Belanda terhadap Jawa pada masa itu. Kondisi yang sama tercermin dari meningkatnya jumlah politisi atau pejabat peringkat menengah ‘boneka China’ di Indonesia (kalau dulu etnis Eropa yang bekerja di residensi-residensi di pulau Jawa, di kurun waktu 1825 dan 1890 jumlah ini meningkat dari 73 menjadi 190 pejabat Eropa).

Sistem pemerintahan kolonial Belanda di Jawa pada jaman itu masih bersifat “direct system” (langsung) maupun dualistik. Bersamaan dengan hirarki Belanda, ada hirarki pribumi yang berfungsi sebagai perantara antara petani Jawa dan layanan sipil Eropa.

Bagian atas struktur hirarki pribumi ini terdiri dari para aristokrat Jawa, sebelumnya para pejabat yang mengelola kerajaan Mataram. Namun, karena dikuasai penjajah, para priyayi ini terpaksa melaksanakan kehendak Belanda.

Dan dejavu itu yang terjadi di masa kini, bedanya dalam peradaban dunia modern, pemerintahan China menerapkan “remote system”, dimana etnis keturunan China menguasai ekonomi dan geo politik melalui perantaraan para para elite pribumi lokal dan kemudian berangsur-angsur memasukan ‘agen-agen’ China yang menjadi warga keturunan di Indonesia dalam politik praktis dan birokrasi pemerintahan .

Meningkatnya dominasi Belanda atas pulau Jawa tidak berlangsung begitu saja tanpa perlawanan dari rakyat Indonesia, sejarah kita mencatat Pangeran Diponegoro (yang ditunjuk sebagai wali tahta Yogyakarta) memberontak dengan didukung oleh mayoritas penduduk di Jawa Tengah. Dan beliau menjadikannya perang jihad. Perang ini berlangsung tahun 1825-1830 dan mengakibatkan kematian sekitar 215,000 orang, sebagian besar orang Jawa.

Apakah juga akan ada dejavu perlawanan yang sama di masa sekarang..?

Wallahu a’lam bissawab, biarlah waktu yang akan menjawab semuanya.

Baca juga :