Fahri Hamzah menulis "Membongkar Klaim Suara Umat", Kolom Komentar Dibanjiri Pendukung AMIN, Komen-komen netizen Cerdas sekaligus Pedes 😁

Membongkar Klaim Suara Umat

Oleh: Fahri Hamzah

Satu per satu ustaz, mubaligh, ulama yang populer di tengah umat, menyatakan dukungan pada Pilpres nanti. Baru-baru ini, Ustaz Abdul Somad (UAS) menyatakan dukungan buat Anies-Muhaimin. Diikuti Habib Rizieq yang mendukung apa yang disebut Ijtima Ulama.

Berarti, Ijtima Ulama tersebut sudah lebih dulu memutuskan dukungan buat Anies-Muhaimin. Entah sesiapa ulama yang ikut dalam Ijtima Ulama tersebut? Belum terdengar dukungan dari Ustaz Adi Hidayat dan Aa Gym, untuk menyebut dua ustaz yang terbilang populer.

Ada lagi jenis ustaz yang tak kalah populer seperti Gus Miftah. Entahlah, apakah Gus Miftah bisa digolongkan sebagai ustaz? Sebab, ada saja pihak dari kalangan umat sendiri yang tak menganggapnya sebagai ustaz layaknya UAS, UAH, Aa Gym, apalagi Habib Rizieq.

Tapi sikap Gus Miftah sejak awal sudah jelas, yakni mendukung Prabowo. Dulu juga begitu, pada Pilpres lalu. Beliau sejak awal mendukung Jokowi. Dan dukungannya dianggap biasa, tak menuai kontroversi, tak pakai pengumuman seperti dukungan ustaz populer lainnya.

Persis seperti ustaz, mubaligh, ulama populer di kalangan pesantren (NU). Mereka sejak awal sudah punya pilihan. Ini juga dianggap biasa. Hampir tak ada muncul ketegangan di tengah umat. Memang, saat ini agak beda, dengan majunya Muhaimin. Pro-kontra agak menguat di kalangan Nahdliyin. Apalagi ada dukungan PKS bersama mereka yang tak pernah terjadi dalam per-Pilpres-an.

Sah-sah saja ustaz populer itu menyatakan dukungannya secara terbuka seperti itu. Itu hak politik mereka pula yang dijamin negara dan agama. Pilihan atau ijtihad dalam agama saja, dapat poin satu kalau salah. Kalau benar, dapat dua. Ini politik. Sah-sah saja. Harus dihormati.

Tapi belajar dari dua Pilpres yang lalu, mestinya ustaz, mubaligh, ulama yang populer itu, bisa berpikir 7 kali lipat untuk menyatakan dukungan secara terbuka seperti dua Pilpres yang lalu. Apalagi luka akibat dari Pilpres itu belum terlalu sembuh. Bisa-bisa, meruyak lagi.

Efek suaranya mungkin tak terlalu besar, tapi efek ketegangannya di tengah-tengah umat begitu nyata. Dukungan secara terbuka itu dijadikan peluru buat menjatuhkan, menyerang kelompok lain yang berbeda dukungan, yang notebene juga suara umat. Sungguh menyedihkan.

Apalagi dua Pilpres lalu itu mereka ini tegas mendukung Prabowo. Dan saat ini Prabowo masih ikut Pilpres. Bagaimana ceritanya dukungan ustaz-ustaz ini bisa beralih? Umat pasti akan bertanya, apa kesalahan fatal Prabowo, sehingga ditinggalkan? Bukankah perasaan Prabowo juga perlu dijaga?

Sebetulnya, tak ada yang berubah dalam hal visi-misi seorang Prabowo. Prabowo memang manusia sejarah yang kompleks. Tapi benang merah ketulusannya seperti pernah disebutkan almarhum Gus Dur, terlalu jelas. Terlalu banyak yang bisa diceritakan tentang Prabowo. Apalagi survei Prabowo saat ini tidaklah kecil?

Seperti doa almarhum KH Maimun Zubair, agar Jokowi dan Prabowo saling asih dan saling mencintai, yang pada masanya seperti mustahil, baru terkabul justru pada saat beliau sudah meninggal. Bukankah bisa juga doa kemenangan buat Prabowo dari UAS, UAH, Aa Gym, termasuk Habib Rizieq, terkabulnya pada Pilpres kali ini? Sementara dukungan mereka sudah berubah justru pada calon yang kalah lagi?

Harus diakui, Prabowo bersama Presiden Jokowi-lah yang berperan besar menyatukan kembali, menyembuhkan luka dari umat akibat Pilpres lalu itu. Bukan justru sebaliknya? Bagaimana bisa Prabowo dianggap bersalah dan harus ditinggalkan pada Pilpres kali ini?

Apalagi situasi nasional dan global tak lagi sama seperti dua Pilpres sebelumnya. Perlu ada sosok ustaz, mubaligh, atau ulama yang populer ini, yang bijak dan mantang, untuk tetap berada di tengah. Agar, ketegangan pada Pilpres lalu itu, tak berubah lagi dan menjadi sumber ketenangan yang mantap bagi umat.

Suara umat ini tak bisa lagi diklaim hanya untuk kepentingan pemilihan electoral yang bersifat sesaat. Apalagi suara umat ini ada unsur "dipakai" atau "dimanfaatkan" kelompok tertentu. Bagaimana bisa pihak yang dulu ikut menyulut pertengkaran di tengah umat ini, tiba-tiba menjadi pihak yang berpihak, dan berjasa bagi umat? Ayolah. Jangan mudah berubah seperti itu.

(dari fb Fahri Hamzah)


*Komen-komen 👇👇
Baca juga :