[PORTAL-ISLAM.ID] Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)
Kini negara telah berubah menjadi monster. Menciptakan teror dan ketakutan bukan teroris tapi oleh negara. Metaforfosa wajahnya sudah berubah menjadi monster bagi rakyatnya.
Jokowi pernah mengatakan: Saya Indonesia, Saya Pancasila. Kompas.com, 30 Mei 2017.
Presiden Joko Widodo menyatakan, Pancasila merupakan pemersatu bangsa dan negara. Jejak digital masih utuh – Presiden mengungkapkan hal tersebut melalui video pada akun instagram-nya, @jokowi, yang di-posting, pada Senin (29/5/2017).
“Pancasila itu jiwa dan raga kita. Ada di aliran darah dan detak jantung kita, perekat keutuhan bangsa dan negara. Saya Jokowi, Saya Indonesia, Saya Pancasila,” seperti dikutip Kompas.com dari @jokowi, Selasa (30/5/2017).
Apa yang terjadi saat ini tindakan dan kebijakan negara sudah liar, keluar dan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dalam pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Mungkin beliau juga sadar dan tahu bahwa Pancasila dan UUD 45 sudah tiada, maka bebas untuk bersikap dan bertindak suka suka (menindas rakyatnya)
Kasus kekerasan di Wadas tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab dan kebijakan Presiden. Sumber malapetaka datang dari kebijakan bodoh dan membabi buta. Presiden RI Joko Widodo pernah meminta setiap kepala kepolisian daerah (Kapolda) di Indonesia mengawal investasi di Indonesia.
Jokowi bahkan mengancam bakal memerintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot Kapolda yang tidak mengawal investasi.
“Kalau ada yang ganggu-ganggu di daerah urusan investasi, kawal dan dampingi, agar setiap investasi tuh betul-betul direalisasikan,” kata Jokowi dalam arahannya kepada Kepala Kesatuan Wilayah Polri dan TNI di Bali.
Ditengarai instruksi tersebut indikasi kuat tidak lepas dari remot Oligarki dan dalam kendali strategi konsep Shadow State China yang telah melahirkan Rent-Seeking (pemburu rente) yang tak terkendali mulai dari level penguasa pusat hingga daerah. Kita lihat sekarang apa yang terjadi. Sebagian (oknum) alat ketertiban / keamanan menjadi boneka pemburu rente, semua lahir dari Shadow State.
Gerry Van Klinken mengatakan bahwa perburuan rente merajarela di Indonesia, melalui jaringan patron-client di antara para elit penguasa. Bahkan saling berebut bisa menjadi budak pemburu rente (Taipan dan Oligarki).
Sikap represif aparat di desa Wadas yang telah berubah menjadi monster adalah bagian dari strategi global Presiden sudah dikendalikan oleh para Kapitalis dan Oligarki.
Apa yang dikatakan Busyro Muqoddas menjadi benar bahwa “tindakan monster yang seperti ini dalam bahasa buku bisa dimasukkan ke dalam kategori teror by the state, di mana yang melakukan dan menciptakan teror dan ketakutan di tengah masyarakat itu bukanlah individu dan/atau jaringan teroris, tapi adalah negara, tempat di mana mereka sendiri tinggal.
Bahwa yang- ciptakan teror dan ketakutan bukan teroris – tapi negara atas negara. Inilah bahaya ketika negara ini sudah tidak lagi berpijak Pancasila dan UUD 45 telah di porak-porandakan. Negara bukan saja mudah menjadi otoriter tetapi akan berubah menjadi monster untuk rakyatnya.
Fenomena prilaku aparat keamanan menjadi monster sudah cukup waktu terlihat di mana mana aparat menjadi alat kekuasaan dan anak buah para kapitalis berwajah investor memaksa, merampas dan menganiaya rakyat yang harus nurut pada kemauan mereka. Tragisnya kondisi seperti bukan hanya didukung tapi justru menjadi kebijakan para penguasa negara.
Ketika para aparat yang bersikap kasar (represif ) mereka selalu menjawab saya hanya menjalankan perintah atasan untuk menakut nakuti rakyat kadang mereka datang dengan membawa anjing pelacak .”Negara dalam bahaya monster aparat keamanan”. [suaranasional]