Rentenir Desa

Rentenir Desa

Oleh: Joko Intarto 

Pernah baca tawaran seperti ini? "Anda butuh tambahan modal untuk bertani? Kami sediakan modalnya. Kami sediakan bibitnya. Kami siapkan pembelinya." Menarikkah prospeknya?

Namanya juga iklan. Pasti menjanjikan yang manis-manis. Kopi tanpa gula tidak diiklan sebagai kopi pahit, melainkan kopi yang aman. Begitu pun iklan tawaran modal usaha budidaya pertanian itu.

Simulasinya sederhana saja. Misalnya: Budidaya bawang merah. Di desa ibu saya, seorang petani memerlukan modal Rp 20 juta - Rp 27 juta untuk budidaya bawang merah di atas lahan 1/4 bahu sekali tanam. Kalau panen bagus dan harganya bagus bisa menghasilkan paling tidak Rp 40 juta.

Anggaplah, modal yang dimiliki petani itu hanya sawah dan uang senilai Rp 5 juta. Berarti masih perlu tambahan modal Rp 15 juta.

Datanglah tawaran tambahan modal dari "investor" sebesar Rp 25 juta atau Rp 50 juta berupa bibit, pupuk, sepeda motor kreditan dan jaminan pembelian.
 
Kok jauh lebih tinggi dari kebutuhan? Alasannya supaya petani bisa tenang menggarap lahan. Supaya tidak pusing kalau ada kebutuhan "lain-lain" yang tak terduga. 

Atau supaya bisa membeli sepeda motor baru untuk menunjang usaha dengan iming-iming bisa dibayar dari peningkatan hasil usaha. Kebutuhan konsumsi non primer dimasukkan ke dalam skema bisnis.

Di sinilah drama itu dimulai.

Ternyata bibitnya tidak bermutu. Ternyata hasil panennya ambyar. Ternyata harga saat panen anjlok. Sementara investor sudah mengatur kapan petani harus menyerahkan hasil panen dan hanya investor itu yang boleh menjual hasil panen. 

Drama selanjutnya bisa ditebak. Petani kalah. Penjualan hasil panen tidak bisa untuk mengembalikan modal (dari dana sendiri dan modal pinjaman). 

Pemilik dana (investor) mana mau tahu? Mereka akan mengejar petani untuk mengembalikan kekurangan pembayaran, berikut ancaman denda, bunga dan laporan polisi. 

Ujung-ujungnya, akan muncul tawaran kerjasama baru sebagai solusi: Utang dibayar dengan sewa lahan beberapa waktu. 

Terjadilah hal yang tidak masuk akal: Pemilik sawah menjadi buruh tani di sawahnya sendiri.  

Investasi dan utang itu beda-beda tipis. Orang awam dijamin sulit membedakan. Sama sulitnya membedakan antara ajakan sedekah dengan modus mencari modal tanpa perlu mengembalikan.

*foto hanya ilustrasi sawah

(fb)

Baca juga :