Shalat di Kendaraan

Shalat di Kendaraan

Oleh: Ustadz Ahmad Sarwat

Ustadz, bagaimana cara kita shalat di kendaraan?

Tergantung kendaraannya, karena caranya bisa berbeda bergantung dari jenis kendaraannya.

1. Kendaraan Pribadi

Kalau mobil pribadi, nampaknya sulit untuk bisa shalat yang memenuhi syarat dan rukun shalat. Menurut saya, sebaiknya turun saja. 

Sebab justru cara inilah yang diajarkan Nabi SAW dalam beberapa riwayat yang Shahih. Ternyata beliau mengajarkan untuk turun dari unta. 

Untuk apa turun dari unta?

Biar beliau SAW bisa berdiri dengan sempurna, dan ruku' serta sujud dengan benar. Serta agar bisa menghadap kiblat dengan benar juga.  Dan keterangan itu terdapat dalam shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الرَّاحِلَةِ يُسَبِّحُ يُومِئُ بِرَأْسِهِ قِبَلَ أَيِّ وَجْهٍ تَوَجَّهَ وَلَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ

Aku melihat Rasulullah SAW di atas hewan tunggangannya melakukan shalat sunnah dengan memberi isyarat dengan kepala beliau kearah mana saja hewan tunggangannya menghadap. Rasulullah SAW tidak pernah melakukan seperti ini untuk shalat wajib”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

عَنْ جَابِرٍ كَانَ رَسُول اللَّهِ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَل فَاسْتَقْبَل الْقِبْلَةَ

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW shalat di atas kendaraannya, menghadap kemana pun kendaraannya itu menghadap. Namun bila shalat yang fardhu, beliau turun dan shalat menghadap kiblat. (HR. Bukhari)

Maka tidak sah hukumnya shalat fardhu di atas kendaraan, kecuali bila bisa melakukan posisi berdiri, ruku' dan sujud dengan sempurna.

Kalau tidak ketemu masjid, mushalla atau tempat shalat resmi, bisa juga dilakukan dimana saja. Yang penting tidak mengganggu orang. 

2. Kendaraan Umum

Kalau kendaraannya bus, baik bus antara kota ataupun bus kota, kasusnya sama saja. Sebaiknya turun cari tempat shalat yang memenuhi syarat dan rukun.

Ngotot shalat di bus yang sedang melaju justru ketemu masalah yang parah. Pertama, tidak menghadap kiblat. Kedua, tidak berdiri. Ketiga, tidak ruku'. Keempat, tidak sujud. Kelima, tidak wudhu'. 

Lima perkara paling pokok dalam shalat justru brodol semua. 

3. Kereta Api

Kalau kendaraannya kereta api antara kota, kurang lebih sama saja. Sebaiknya pas berhenti di suatu stasiun tertentu, bisa turun bentar untuk shalat.

Kalau khawatir ditinggal kereta, saya pernah shalat di samping gerbong. Tapi sesungguhnya di dalam gerbong tertentu malah tersedia mushalla tempat shalat. Yang penting tunggu pas keretanya berhenti, biar shalat kita tidak batal gara-gara bergeser dari arah kiblat. 

4. Pesawat

Kalau naik pesawat terbang, bagaimana?

Di pesawat yang berbadan lebar, saya sering memanfaatkan pintu keluar masuk untuk ruang shalat. Tentu seizin awak kabin. Disitu saya bisa shalat dengan berdiri, ruku' dan sujud. 

Bagaimana menentukan arah  kiblatnya? 

Asalkan kita tidak terlalu buta peta dunia, kita bisa mengukur posisi Mekkah via layar hiburan di kursi kita. Di layar ada menu terkait perjalanan penerbangan ini. 

Di Saudia Airline saya malah menemukan mushalla khusus di bagian belakang. Ada kompas kiblat yang dipasang, sehingga memudahkan dalam menentukan arah kiblat. 

Yang repot kalau naik pesawat kecil macam Airbus 303. Nyaris tidak ada sisa ruang untuk shalat. Kursinya berjejer 3-3 kanan kiri. Cuma ada satu lorong di tengah. 

Untungnya pesawat kecil macam ini hanya untuk trip yang pendek dan dalam negeri. Durasi terbangnya hanya dua tiga jam saja. Artinya, bisa dicover dengan shalat jama' di bandara.

Kecuali . . .

Kalau jam terbangnya rada nanggung, yaitu terbang Shubuh. Waktu take-off pas menjelang adzan Shubuh dan landingnya sudah terbit matahari. 

Intinya, jadwal terbangnya tidak bisa disiasati dengan dijama' taqdim atau ta'khir, karena shalat Shubuh memang tidak bisa dijama'. 

Jadi kalau sudah mentok macam itu, saya pun menyerah pasrah. Apa oleh buat, terpaksa saya shalat di kursi pesawat tanpa berdiri, ruku', sujud bahkan tidak menghadap kiblat.

Sah?

Ya nggak lah. Rukun dan syarat shalat hilang begitu saja. Maka kalau nanti sudah sampai, saya harus mengulangi lagi shalat itu, meski waktunya sudah habis. 

Buat apa?

Biar semua rukun dan syarat sah shalat terpenuhi. Sedangkan shalat di pesawat itu saya kerjakan karena untuk menghormati waktu. 

5. Kapal Laut

Nah, shalat di kapal laut adalah shalat yang paling sempurna. Saya pernah naik KM. Lambelu milik PELNI. Dua hari dua malam dari Jakarta ke Ujung Pandang. Transit di Surabaya. 

Masjid di kapal laut itu besar sekali. Uniknya, kiblatnya bisa berubah ubah tiap waktu. 

Seingat saya waktu itu pas Ramadhan. Shalat Maghrib dan Isya beda arah kiblat. Tarawihnya beda lagi arah kiblatnya. 

6. Kapal Selam

Nah saya belum pernah shalat di kapal selam. Jadi tidak bisa cerita. Kurang tahu apakah muat untuk shalat sempurna pakai berdiri, ruku' dan sujud? Apakah dimungkinkan berjamaah?

Tapi beberapa hari ini viral foto para perwira yang shalat di atas kapal selam. Tentu sedang tidak menyelam. 

Kalau lihat fotonya sih sama sekali tidak masalah. Soalnya mereka dengan leluasa berdiri, ruku' dan sujud. Kiblat pastinya mudah mereka cari. 

Wudhu?

Air laut sah digunakan untuk berwudhu'. So, shalat di kapal selam 100% bisa dilakukan dan sah. 

(Alfatihah bagi korban kapal selam, semoga Allah SWT meninggikan derajat mereka dan memasukkannya ke dalam surga. Amin)
Baca juga :