Mantan Ketua MK: Begitu Sangat Mudahnya Nyawa Manusia Dicabut di Negeri Ini

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2013-2015, Prof Hamdan Zoelva, menyesalkan penembakan terhadap enam Laskar Front Pembela Islam (FPl). Padahal, tidak seharusnya nyawa orang dicabut dengan alasan penegakan hukum. 

Atas peristiwa itu, pria yang meniti kariernya di dunia advokat tersebut menyampaikan kritik terhadap jalannya penegakan hukum Habib Rizieq Shihab (HRS). 

Wartawan Republika, Ali Yusuf, mewawancarai pria yang kini aktif sebagai ketua umum Syarikat Islam tersebut di Jakarta, beberapa waktu lalu. Berikut kutipan selengkapnya.

Pernyataan Anda di medsos terkait kasus HRS dan penembakan enam anggota Laskar FPI banyak yang merespons. Pesan apa yang ingin disampaikan dalam peristiwa ini?

Saya sebagai seorang yang telah lama di dunia hukum, baik sebagai praktisi, sebagai pembentuk undang-undang, dan juga sebagai hakim (MK), merasa sangat khawatir dengan peristiwa terbunuhnya enam orang anggota FPI di jalan tol itu.

Mengapa? Karena begitu sangat mudahnya nyawa manusia dicabut karena alasan penegakan hukum. Itulah saya katakan penegakan hukum yang demikian bukan penegakan hukum yang berdasarkan rule of law. Karena penegakan hukum yang rule of law itu adalah penegakan hukum yang human. Ia menghormati hak asasi manusia. Ia menghormati due process of law atau proses hukum. Ini (penembakan enam laskar FPI) adalah penegakan hukum yang melanggar prinsip-prinsip yang paling dasar dari rule of law, walaupun alasannya penegakan dan demi hukum. Itulah yang disebut dengan rule by law. Jadi, saya termasuk sangat khawatir karena kalau ini menjadi kebiasaan dan ini menjadi hal yang biasa kita kehilangan rasa kemanusiaan, siapa pun. Apakah itu anggota FPI-kah atau siapa pun, tidak bisa atas nama hukum nyawa orang dicabut. 

Bagaimana seharusnya sikap negara mengenai masalah ini?

Saya kira apa pun harus diuji kebenaran alasan tindakan kepolisian itu. Oleh karena itu, saya termasuk mengusulkan Tim Independen untuk lakukan itu atau dilakukan oleh Komnas HAM. Karena kematian enam orang itu bisa dikelompokkan sebagai pelanggaran HAM yang berat. Komnas HAM memiliki juga kewenangan untuk itu. Komnas HAM ini sebagai lembaga negara yang independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang, bisa melaksanakan tugasnya dengan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang itu untuk melakukan penyelidikan dan kalau hasil penyelidikan menunjukkan indikasi ada perbuatan melawan hukum maka bisa ditindaklanjuti dengan penyidikan. 

Jadi, sekarang ini percayakan kepada Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan itu nanti kita akan lihat hasilnya. Karena bagaimanapun juga Komnas HAM adalah lembaga negara yang diberikan kewenangan oleh undang-undang.

Apa yang terjadi jika masalah tidak diselesaikan?

Jika tidak diselesaikan secara transparan dan sebaik-baiknya ini akan sangat tidak baik bagi perjalanan bangsa kita. Ini akan mendorong hal-hal yang bisa kontraproduktif, akan membangun rasa kekesalan atau rasa kekecewaan dari masyarakat yang membuat negara kita menjadi tidak kondusif. Karena itu, jangan sampai ini menjadi pemicu bangsa kita tidak kondusif, apalagi kita menghadapi tekanan masalah ekonomi masalah pandemi yang begitu sangat luar biasa dan ini akan menjadi akumulasi, akumulasi masalah pandemi akumulasi masalah ekonomi, orang susah cari makan dan tambah lagi masalah seperti ini. 

Bagaimana seharusnya menangani masalah kerumunan HRS?

Sebenarnya ini kasus sepele. Jadi, bukan kasus sepele ini bukan kita abaikan begitu. Artinya, dalam kasus yang berkaitan dengan pendemi, karena kita memberlakukan karantina dalam bentuk yang paling ringan. PSBB itu bentuk karantina paling ringan, paling longgar, beda dengan karantina wilayah (lockdown) atau karantina di pintu masuk itu memang sangat berat ancamannya. Jadi, siapa saja yang keluar dari karantina wilayah atau karantina rumah kemudian menyebarkan penyakit kepada orang lain itulah yang kena pasal itu sebenarnya. 

Namun, kalau hanya PSBB, harusnya pemberian hukumannya atau sanksinya hanya dalam bentuk pendidikan (edukasi) sanksinya misalnya denda. Betul didenda juga tidak banyak untuk pendidikan. Bisa 100 ribu atau 50 ribu atau diberi peringatan atau dibubarkan. Jadi, lebih bersikap edukasi, walaupun tetap dijatuhi sanksi. Karena itu pada umumnya PSBB sanksi-sanksi ini diatur oleh perda. Karena bentuk karantina kita ini adalah karantina yang paling ringan, paling longgar, jadi hukumannya juga ringan. 

Apakah memang HRS harus ditahan? 

Sebenarnya tidak harus ditahan kalau kasus seperti ini. Ya periksa saja. Tidak proses saja kemudian melarang orang untuk mengawal sampai jutaan orang. Biasa saja itu, enggak ada satu hal yang sangat besar sebenarnya. Jadi, itulah yang disebut dengan pendekatan humanis dalam menegakkan hukum. 

Saran Anda untuk HRS dan pemerintah? 

Saya berharap semuanya taat terhadap hukum. Apa pun proses hukum dijalani saja, nanti akan dibuka di pengadilan siapa yang benar siapa yang salah. Saya kira itu yang paling penting. Pemerintah juga dan penegak hukumnya juga harus menegakkan hukum itu itu secara adil. Menegakkan prinsip equality before the law persamaan di depan hukum. Kalau ada pelanggaran yang sama di tempat lain untuk membuat rasa ketidakadilan itu muncul, harus diterapkan hukum dengan ketentuan yang sama. 

(Sumber: Republika)
Baca juga :