Sesal Di Awal
Tahun lalu, kita mengakhiri Ramadhan dengan sedih tak rela, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Di hari-hari terakhir, terutama saat takbir menggema, rasa itu makin perih.
Rasa menyesal karena tak sungguh-sungguh di dalamnya, atau sekedar tak ingin ditinggal pergi, sudah terlanjur terbiasa, dengan keberkahan yang sudah dia hadirkan.
Diantara kita ada yang baru menyadari di akhirnya, ada yang semangat hanya diawalnya. Tapi kita semua sama-sama tak rela Ramadhan berlalu, membawa pergi segenap syahdu.
Tapi dalam hati kecil saya, entah dengan anda. Saya merasa bahwa tahun depan Ramadhan akan datang kembali, dengan segala semarak, semerbak dan mubarak yang sama.
Tahun ini Allah ajari, sesal itu Allah bisa ada di awal Ramadhan, tidak hanya di akhir Ramadhan.
Kini kita memandangi tempat-tempat sujud yang sudah kita siapkan sejak berbulan-bulan lalu, berikut karpet pelapisnya yang sudah bersih mewangi, tapi rasa itu hampa.
Wangi menusuk cat dinding, dan parfum ruangan yang membumbung mengundang. Bahkan kita teringat bandul jam yang bergoyang kiri dan kanan menemani tadarus kita.
Gegasnya kita menyiapkan keluarga pasca buka bersama mereka, khawatir sajadah kita bukan terhampar di dalam Masjid tapi di batako yang berhimpit jalan.
Senyum mereka yang berbuka puasa dalam perjalanan pulang, tengadah tangan dan doa mereka yang berlelah setelah kerja. Bilal yang membaca-baca doa diantara tarwih.
Entah mengapa kesemua itu membuat saya lalu lirih mengucap, "Allahumma, innaka afwun.. Tuhibbul-afwa, fa'fu'anna". Duhai Allah, engkau Maha Pemberi Maaf, Maafkan kami. Bertalu-talu terulang dalam hati.
Bacaan ini harusnya ramai di 10 hari saat masjid jadi tempat tidur kita. Namun entah mengapa ini saat ini aku ingin mengawalinya bahkan sebelum Ramadhan hadir.
Sesal yang biasa datang di akhir itu kini hadir lebih awal. Mungkin agar kita tak lagi menyia-nyiakan Ramadhan kali ini.
#MarhabanYaRamadhan
(Felix Siauw)