[PORTAL-ISLAM.ID] Lafazh صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ "shallu fii rihalikum" (shalatlah di rumah-rumah kalian) dikumandangkan oleh Muadzin di Kuwait sambil menangis, karena dampak Corona. Beliau begitu sedih karena masjid mesti sengaja dikosongkan dari shalat berjamaah.
Lafazh ini diriwayatkan oleh para Sahabat Nabi apabila terjadi hujan besar atau bencana, agar orang-orang tidak perlu datang ke masjid dan mencukupkan diri shalat di rumahnya masing-masing.
[Video]
قالها ثم غلبه البكاء .. مؤذن في #الكويت يصدح "صلوا في رحالكم" #كورونا pic.twitter.com/YibsBeU0ao
— الجزيرة مباشر (@ajmubasher) March 13, 2020
Terdapat banyak riwayat lafadz adzan ketika hujan. berikut beberapa riwayat yang menunjukkan hal tersebut.
Pertama, dari Nafi’ dari Ibnu Umar
أَنَّهُ نَادَى بِالصَّلاَةِ فِى لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ وَمَطَرٍ فَقَالَ فِى آخِرِ نِدَائِهِ أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ. ثُمَّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ أَوْ ذَاتُ مَطَرٍ فِى السَّفَرِ أَنْ يَقُولَ أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ.
Ibnu Umar pernah adzan untuk shalat di malam yang dingin, anginnya kencang dan hujan, kemudian dia mengatakan di akhir adzan,
Alaa shollu fi rihaalikum,
Alaa shollu fir rihaal’
[Shalatlah di rumah kalian, shalatlah di rumah kalian]’.
Kemudian beliau mengatakan,”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyuruh muadzin, apabila cuaca malam dingin dan berhujan ketika beliau safar untuk mengucapkan, ’Alaa shollu fi rihaalikum’ [Shalatlah di tempat kalian masing-masing]’. (HR. Muslim no. 1633 dan Abu Daud no. 1062)
Kedua, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berpesan mu’adzin pada saat hujan,
إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلاَ تَقُلْ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ قُلْ صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ
“Apabila engkau selesai mengucapkan ‘Asyhadu allaa ilaha illalloh, asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’, maka janganlah engkau ucapkan ‘Hayya ’alash sholaah’. Tetapi ucapkanlah ‘Sholluu fii buyutikum’ [Sholatlah di rumah kalian].
قَالَ : فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّى إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّى كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِى الطِّينِ وَالدَّحْضِ.
Masyarakat pun mengingkari perkataan Ibnu Abbas tersebut. Lalu Ibnu Abbas mengatakan, “Apakah kalian merasa heran dengan hal ini, padahal hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). (HR. Muslim no. 1637 dan Abu Daud no. 1066).
Selengkapnya: https://konsultasisyariah.com/15177-sunah-yang-hilang-tambahan-lafadz-adzan-ketika-hujan.html
***
Dampak Virus Corona, Ulama Arab Keluarkan Fatwa Keringanan Sholat Jumat dan Sholat Jamaah
Dampak virus Corona membuat dunia tergoncang. Tak terkecuali Arab Saudi. Atas dasar tersebut, Haiyah Kibar Ulama (Dewan Ulama Senior) Arab Saudi mengeluarkan fatwa tentang keringanan tidak melaksanakan sholat Jumat dan berjamaah di Masjid.
Beberapa fatwa ini merupakan hasil Sidang Luar Biasa yang ke-24 yang dilangsungkan di Riyadh, pada Rabu (11/3/2020) kemarin.
“Setelah membahas tentang ketentuan Syariah Islam, tujuan dan aturannya, serta memperhatikan perkataan ulama tentang masalah ini,” Dewan Ulama Senior Arab Saudi, menyampaikan hal-hal berikut ini:
Pertama, Diharamkan kepada penderita penyakit virus corona untuk menghadiri sholat Jum’at dan jemaah di masjid. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ا يُورِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ – رواه مسلم
“Jangan campurkan (onta) yang sakit ke dalam (onta) yang sehat.” [HR Muslim].
Dan juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِذَا سَمِعْتُمُ الطَّاعُونَ بِأَرْضٍ، فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأرْضٍ، وأنْتُمْ فِيهَا، فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا. متفق عَلَيْهِ
“Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian ada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Kedua, wajib hukumnya mengikuti peraturan yang telah dikeluarkan oleh pihak yang berwenang yang telah memutuskan untuk mengisolasi penderita penyakit menular.
Maka yang telah diisolir, boleh meninggalkan shalat jum’at dan berjemaah di masjid, kemudian melaksanakan shalat-shalatnya di rumah atau di tempat di mana dia diasingkan.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Al-Syuraid bin Suwaid ats- Tsaqafi, radhiyallahu ‘anhu: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara mereka menderita kusta. Saat tiba delegasi dari Kabilah Tsaqif untuk berba’iat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antara mereka menderita kusta. Maka Rasulullah bersabda: “Kembalilah, Aku telah membaiatmu.” (HR. Muslim).
Ketiga, Bagi siapa yang kuatir bisa membahayakan atau menyakiti (menularkan penyakit) pada orang lain, maka dia diperbolehkan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat dan berjamaah.
Berdasarkan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh melakukan sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan menimbulkan bahaya bagi orang lain.” (HR. Ibnu Majah)
Maka, jika tidak dapat melaksanakan shalat Jumat, diganti dengan shalat Dzuhur empat raka’at.
Kibar Ulama Saudi kembali mengingatkan agar “mematuhi instruksi, arahan, dan peraturan yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang.” riyadh, arb.[Link]