Umrah, Wisatawan dan Resiko Terjadinya Pandemik


[PORTAL-ISLAM.ID]  Pemerintah Arab Saudi pada 27 Februari 2020 memutuskan untuk sementara menghentikan jemaat umrah yang akan datang ke negeranya. Keputusan ini diambil di tengah bayang-bayang wabah virus corona yang menyebabkan COVID-19 semakin merajalela.

COVID-19 yang disebabkan virus SARS-COV-2 merupakan penyakit infeksi saluran napas yang ditularkan dari manusia ke manusia melalui droplet (bersin, batuk). Ibadah umrah mempertemukan ratusan ribu orang dari seluruh dunia. Para jemaat juga saling berdesakan dan berkontak dalam radius yang sangat dekat ketika sedang beribadah. Jika ada 1 orang saja yang terinfeksi virus SARS-COV-2, maka ratusan ribu jemaat yang lain dapat terpapar dan beresiko terkena penyakit. Ditambah kebanyakan usia jemaat yang sudah lanjut usia dan biasanya sudah memiliki penyakit kronik, jika terinfeksi virus ini maka case fatality rate (risiko untuk terjadinya kematian) akan sangat tinggi.

Belajar dari MERS

Agaknya pemerintah Arab Saudi telah belajar dari wabah MERS yang terjadi beberapa tahun lalu. Di kala itu MERS menyebar dengan cepat salah satunya melalui ibadah haji dan umrah. Para jemaat yang pulang dari Arab Saudi setelah terpapar virus MERS dari binatang yang terinfeksi, pulang ke negaranya kemudian terjangkit dan sakit. Namun pola transmisi MERS yang hanya bisa melalui hewan ke manusia, ‘membantu’ mengurangi efek infeksius dari virus ini. Hal ini berbeda dengan virus SARS-COV-2 yang dapat ditularkan dari manusia ke manusia yang lain.

Fitur lain dari virus SARS-COV-2 yang meningkatkan transmisi adalah jika mengenai seorang dengan imunitas yang cukup baik, virus ini bisa tidak menimbulkan gejala sama sekali. Namun, orang ini tetap bisa menularkan pada orang yang ada di sekitarnya. Sebuah studi kasus di Cina menemukan seorang berusia 20 tahun yang merupakan pembawa virus SARS-COV-2 tidak memiliki gejala apa-apa namun menularkannya pada 5 orang relatifnya yang lain. Kelima orang ini berusia 42 sampai 57 tahun dan kelima-limanya menunjukkan gejala peradangan paru, dua diantaranya mengalami sakit berat.

Jika terdapat 1 saja pembawa tidak bergejala mengikuti umrah dan menyebarkan virusnya ke jemaat yang lain yang lebih rentan, maka bisa dimungkinkan banyak korban yang dapat jatuh karena terkena COVID-19 yang parah.

Respon Indonesia

Agaknya sampai saat ini masih banyak pihak di Indonesia yang menyayangkan keputusan Arab Saudi untuk menunda kedatangan jemaah untuk umrah. Banyak yang beranggapan bahwa Arab Saudi harusnya sudah lebih berpengalaman menangani wabah karena dulu pernah terdampak MERS. Namun, MERS dan SARS-COV-2 sangatlah berbeda. Tidak ada negara di dunia ini yang sudah siap akan wabah virus baru ini. Bahkan Singapura yang sudah menyiapkan fasiliatas control penyakit menular sejak 16 tahun lalu babak belur terkena SARS, tetap kelabakan karena virus ini memiliki pola transmisi yang cukup aneh. Orang yang tidak bergejala tetap bisa menularkan penyakit.

Di sisi lain pemerintah Indonesia yang belum memiliki persiapan yang mumpuni untuk menangani wabah ini sesumbar bahwa sampai saat ini Indonesia masih bebas COVID-19. Pernyataan ini ada benarnya juga, jika tidak ada yang diperiksa dan kasusnya tidak pernah dicari maka sudah pasti tidak akan ketemu yang sakit. Sejauh ini kriteria siapa saja yang perlu diperiksa untuk COVID-19 terlalu ketat. Hal ini menyebabkan sejauh ini baru ada kurang lebih 100 sampel yang diperiksa di litbangkes. Tentu saja untuk sebuah negara berpopulasi 264 juta penduduk, dengan jutaan wisatawan yang keluar masuk setiap tahunnya, jumlah ini jauh sekali dari cukup.

Ketakutan akan Dampak Pada Perekonomian

Agaknya sampai saat ini pemerintah Indonesia masih menyimpan ketakutan bahwa wabah ini akan membawa kerugian ekonomi bagi Indonesia. Wabah dimanapun itu terjadi sudah pasti akan menurunkan kemampuan ekonomi masyarakatnya sehingga dapat menurukan pendapatan negara. Hal ini merupakan fakta yang seharusnya tidak perlu ditakuti karena sudah pasti terjadi.

Sayangnya karena ketakutan ini pemerintah Indonesia malah gegabah berusaha mengurangi kemungkinan penurunan pendapatan, dengan membuka keran besar-besaran untuk wisatawan supaya tidak takut datang ke Indonesia. Langkah ini ditambah dengan penggelontoran sejumlah dana yang cukup besar untuk mempromosikan pariwisata Indonesia di tengah wabah. Tindakan ini secara logika terdengar sangat lucu, alih-alih mengatasi penyebabnya dengan meningkatkan deteksi kasus, dan memperbaiki surveilans, pemerintah malah memilih untuk mengurangi efek yang ditimbulkannya. Hal ini seperti seorang yang kehabisan uang karena banyak berbelanja barang tidak penting tapi bukannya berusaha mengatur prioritas pengeluaran malah berhutang agar tetap bisa belanja.

Risiko Pandemik

Wisatawan asing yang datang ke Indonesia punya risiko untuk menularkan infeksi atau tertular infeksi dari sini. Kemungkinan Indonesia menjadi negara yang menularkan masih sangat mungkin walaupun belum ada konfirmasi kasus sampai saat ini. Hal ini dikarenakan minimnya sampel yang diperiksa dan terlalu ketatnya kriteria pemeriksaan yang ditetapkan sehingga hampir tidak ada yang masuk kriteria untuk diperiksa.

Dengan demikian sepulangnya wisatawan tersebut dari Indonesia, jika ia membawa virus dalam tubuhnya tanpa menimbulkan gejala maka sanak saudaranya yang lain dapat tertular. Inilah bagaimana pandemik bisa terjadi. Pandemik merupakan penyebaran penyakit yang cepat dan mencakup kawasan yang luas berbagai benua dan negara. Pandemik tentu saja akan semakin melumpuhkan roda perekonomian.

Pemerintah Indonesia sebaiknya mengambil langkah yang lebih nyata untuk menanggulangi penyakit ini makin tersebar dengan luas dengan cara memperbaiki surveilans dan alur pemeriksaan. Kriteria pemeriksaan harus dilonggarkan salah satunya mempertimbangkan bahwa seorang yang tidak bergejala tetap dapat menjadi reservoir virus dan menyebarkannya ke khalayak ramai. Penemuan kasus juga harus dilakukan dengan lebih aktif, tidak cukup hanya berdasar riwayat bepergian saja karena sudah banyak laporan kasus contohnya di Jerman yang positivif COVID-19 tanpa adanya riwayat bepergian ke negara yang memiliki kasusnya. Dengan demikian, bila wabah virus ini dapat ditangani dengan baik efek pada perekonomian akan cepat mereda.

Penulis: Shela Putri Sundawa
Baca juga :