Islamophobia Dibalik Survei Kerukunan Umat Beragama
Kemenag merilis Indeks Kerukunan Umat Beragama, yang diukur adalah toleransi, kesetaraan dan kerjasama antarumat. Sedangkan kebencian jadi faktor rendahnya indeks.
Yang menarik, yang menempati papan atas adalah provinsi yang minim Muslimnya, walau tak semua. Yang juga menarik, Prov. Papua dianggap lebih rukun dari DKI Jakarta.
Perbedaannya juga sangat jauh, Prov. Papua dengan indeks 79.0 berada di posisi 6, sedang DKI Jakarta hanya 71.3 berada di posisi 27 dan ditempatkan di bawah rata-rata indeks nasional.
Saya jadi bertanya-tanya, sebenarnya untuk apa Kemenag merilis indeks ini? Untuk memberikan informasi, ataukah menajdi bagian program rekayasa sosial?
Andai hanya untuk informasi, maka indeks semisal ini hanya memecah belah Indonesia. Seperti peringkat pada siswa, yang akhirnya membuat segregasi atau pemisahan.
Andai memang seperti dalam indeks itu adanya, bukankah lebih baik bagi kemenag, atau yang terkait, untuk melakukan silent operation? Program pembenahan tanpa ramai?
Beda halnya bila ini masuk ke dalam program Islamophobia, atau de-radikalisasi. Apalagi yang mengeluarkan kemenag, yang ingin dikesankan, Islam itu tidak toleran.
Ini bisa dikonfirmasi, bahwa provinsi-provinsi dengan indeks paling rendah, adalah provinsi yang selama ini justru dikenal dengan semangat Islam yang tinggi.
Paling rendah diurut keatas: Aceh, Sumatera Barat, Jawa Barat, Banten, Riau. Apakah pesan yang ingin diantar sama saja: Semakin Islam, semakin radikal.
Lucunya, seolah kemenag lupa, ratusan orang yang hilang nyawa di Papua kemarin. Ada yang dibakar, dipenggal, dan tindakan kejam lainnya, sungguh miris.
Kemenag saat ini juga mungkin tak lagi tahu, bagaimana Islam itu agama penuh damai dan toleran. 212 adalah bukti nyata kerukunan umat, bukan kertas survei khayalan belaka.
By Felix Siauw [IG]