Tak Diduga, Tanggapan Tere Liye Soal Pemindahan Ibu Kota Sangat Menghenyak


[PORTAL-ISLAM.ID]  Tere Liye (lahir di Lahat, Sumatera Selatan, 21 Mei 1979), dikenal sebagai penulis produktif.

Tere Liye meyelesaikan pendidikan sekolah dasar dan menengahnya di SDN 2 Kikim Timur dan SMPN 2 Kikim, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatra Selatan. Lalu melanjutkan sekolahnya ke SMAN 9 Bandar Lampung, Provinsi Lampung. Setelah lulus, ia meneruskan studinya ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Kegiatannya setelah selesai kuliah banyak diisi dengan menulis buku-buku fiksi.

Sebagai penulis paling produktif, tak ayal Tere Liye pun banyak ditanya oleh warganet bagaimana tanggapannya soal pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Tak diduga, tanggapan Tere Liye sangat menghenyak.

Berikut tanggapan Tere Liye yang ditulis di akun facebooknya, Rabu (28/8/2019).

***

Minggu2 ini, page saya ini ditanya tentang "pemindahan ibukota". Apa pendapat Anda? Wah, wah, apa pendapat saya? Bodo amat, bukan urusan saya. Lagian apa pentingnya penulis yg cuma bisa menulis hal2 galau, baper, ditanya beginian?

Kalian berharap jawaban apa? Karena bukan apa2, bahkan politikus elit di sana saja jawabannya aneh sekali.

Coba kau tengok itu rekam jejak digital. Dulu, tahun 2013, saat Gubernurnya masih yang lama, dan presidennya adalah SBY maka yang menggaungkan harus segera pindah ibukota itu adalah SBY.

Masih ingat? Saat banjir besar melanda Jakarta tahun 2013, SBY muncul dengan tiga skenario pemindahan ibukota. Apa kata Gubernur berkuasa waktu itu? "Kalau memang sudah kita mentok dan kesulitan mengatasi banjir Jakarta, semua langkah dan tahapan sudah kita jalankan dan tidak ada jalan lain, saya sangat setuju dengan Ketua MPR (untuk pindah Ibu kota)". Jadi menurut dia, mari atasi dulu masalah Jakarta, jika mentok, mari pindah.

Lantas apa kata Wagub Jakarta berkuasa waktu itu saat ditanya di lain kesempatan? "Saya kira kalau soal pindahkan ibu kota tergantung pemerintah pusat dan DPR. Kalau buat saya, rakyat kita masih susah, kalau buat saya pribadi, untuk apa habisin Rp 800 triliun hanya untuk mengatasi gara-gara sini macet, lalu ibu kota pindah padahal bikin loopline kereta api cuma Rp 30 triliun. Jadi kan ini bukan karena ada masalah lalu lari dari masalah gitu lho, itu pendapat saya. Kalau sini macet ya diatasi dong macetnya. Bukan berarti lalu bikin proyek yang lebih berapa ratus triliun. Itu juga masalah baru lagi. Lebih cepat di sini kok. Kalau saya, lebih gampang gimana? Beli aja bus yang banyak kalau pemerintah pusat mau bikin lancar. Kasih bus gratis."

Lantas apa kata ketum Gerindra, Prabowo, waktu itu: Ibukota mendesak segera dipindahkan.

Hari ini, 2019, mari kita lihat perubahan arah anginnya. Rata2 pendukung Prabowo akan bilang: jangan pindahkan Ibukota, kamu ngapain sih kebanyakan ngutang, heh? Prabowo juga sudah mengeluarkan pernyataan lewat jubirnya, boleh pindah, tapi dengan catatan jangan terburu2, kajian, dll. Lah, dulu katanya mendesak. Sekarang jangan terburu2. Bagaimana dengan Gubernur waktu itu? Dengan posisi barunya sejak 2014, dia yang malah semangat minta pindah sekarang, lupa jika itu mengonfirmasi telak dia telah mentok dan kesulitan sebagai pemerintah pusat; Lantas bagaimana dengan perubahan sikap wagub waktu itu yg jelas menolak dipindahkan? Wah, ini lebih susah dikomentari. Nanti disangka sedang politik adu domba.

Intinya adalah: jangan tanya soal pemindahan ibukota ini ke politikus. Karena jika mereka yang ditanya; semua tergantung mereka sedang dalam posisi apa. Saya sudah menyaksikan drama kenaikan BBM (contoh lainnya) sejak jaman Ken Arok. Ada politikus yang penuh drama menangis ketika BBM dinaikkan pemerintah (karena dia sedang jadi oposisi); eh, pas dia yang jadi pemerintah, dia malah cengar-cengir saja ketika BBM dinaikkan, lupa dia pernah menangis hiks hiks hiks. Itulah realitasnya, telenovela.

PUN jangan pernah tanya soal pemindahan ibukota ke fans alay politikus. Waduh, jika idolanya saja tdk konsisten gitu, apalagi fansnya. Ampun dah, mereka siap mem-bully habis2an.

Nah, sekarang kalian mau bertanya ke penulis bernama Tere Liye tentang pemindahan ibukota? Apa urusan saya? Saya ini bukan PNS, jadi otomatis tdk akan pindah; saya bukan bagian pemerintah; sy tidak perlibat dalam proyek2 pemerintah, sy tidak akan pusing dengan harga tiket pesawat tinggi, sy tidak pusing dengan LDR, dll.

Yang seharusnya kalian tanya adalah orang yang akan terkena dampak langsung rencana ini besok lusa. Nah, tanyakanlah ke mereka. Juga tanyakan ke penduduk bakal calon lokasinya, tanyakan ke burung2, hewan2, orangutan di sana juga. Kalau kalian nanya soal bandara Kertajati, wah, saya semangat berkomentar, karena dua bulan terakhir, sejak penerbangan jet ditutup di Bandung, perjalanan sy jadi susah.

Atau, tanyakanlah ke ilmuwan2, ekonom2, ahli sosial, dsbgnya, yang benar2 netral dari pilihan politik. Mereka lah yang bisa memberikan pendapat jernih atas masalah pemindahan ibukota ini. Jangan tanyakan ke pengamat2 ekonomi politik sosial yang sudah cenderung membela salah-satu sisi politikus. Seharusnya, pemindahan ibukota ini adalah keputusan ilmiah; kajian yg kokoh; bukan politis.

Terakhir, jika kalian berminat mengikuti diskusi soal pemindahan ibukota ini, pastikan kalian tdk terjebak debat kusir di media sosial, whatsapp, dll. Apalagi sampai debat dengan pendukung pun penolaknya yg datang dari alay2 fans politik. Wah, orang2 ini, dengkul dan kepala saja mereka susah membedakannya. Terima nasib jika mereka marah, kalian bisa di bully habis2an sama mereka. Ingatlah, mau dimanapun itu ibukota, kita tetap harus kerja sendiri memperbaiki nasib masing2.

(Tere Liye)
*Antara dengkul dan kepala Minggu2 ini, page saya ini ditanya tentang "pemindahan ibukota". Apa pendapat Anda? Wah,...
Dikirim oleh Tere Liye pada Selasa, 27 Agustus 2019
Baca juga :