UNCOVER Rina Nose Vs Hana Tajima dan Capt. Mona Shindy yang KEUKEUH Berjilbab

Body

[PORTAL-ISLAM.ID]  Memakai jilbab tak selalu merupakan kewajiban seorang muslimah. Melepasnya, merupakan keputusan pribadi. Demikian kerap kita dengar pembenaran dari kalangan liberalis di Indonesia.

Pemakaian jilbab yang sangat sederhana menjadi sesuatu yang terlihat begitu rumit hingga perlu dipertentangkan. Melepasnya bahkan menjadi kontroversi panjang yang membuat urusan sehelai kain di kepala jadi amat sangat penting untuk dibahas di ruang publik.

Benarkah?

Setidaknya demikian yang bisa dilihat dari kasus "uncover"nya Rina Nose.

Uncover. Rina tak lagi bertudung. Terbuka.

Bukan "ketelanjangan" Rina yang dipersoalkan. Bukan pula keputusan Rina untuk terlihat telanjang yang membuatnya diperhatikan seorang ustaz. Tapi pembenaran akan ketelanjangan yang dikampanyekannya melalui tiap kata dan tulisan Rina di ruang publik.

Kita mengenal Trie Utami, penyanyi yang sempat berhijab dan lalu melepasnya. Tak ada banyak kontroversi. Karena Iie, panggilan akrab adik musisi Purwacaraka ini, tak heboh mempertontonkan "ketelanjangannya" ke publik.

Sederhana.

Apakah berjilbab membuat seorang perempuan menemukan Tuhan dan ingin memiliki agama?

Entahlah. Yang jelas kini, boneka Barbie, sebagai benda mati pun mulai berjilbab untuk menghormati prestasi seorang perempuan berjilbab.

Dunia memang mencatat banyak perempuan hebat covered with headscarf alias tertutup jilbab.

You name it. Mulai artis Lindsay Lohan yang belum mualaf, designer kelas dunia si mualaf cantik asal Jepang Hana Tajima, hingga insinyur persenjataan Capt. Mona Shindy.

Tulisan Rina Nose yang beredar luas tentang pencarian Tuhan dan memiliki agama, bertolak belakang dengan kisah relijius Hana Tajima, mualaf cantik berdarah Jepang yang terkenal sebagai fashion designer.

Hana mengatakan, Islam mempengaruhi kehidupannya.

“Semakin saya baca, semakin banyak saya setuju dengan Al Quran dan saya bisa melihat mengapa Islam sungguh berpengaruh pada kehidupan teman-teman muslim saya”

Hana Tajima adalah seorang mualaf. Sebelum sukses sebagai fashion designer, Hana mengaku tak pernah bermimpi memeluk Islam.

“Itu benar,  saya tidak pernah memutuskan masuk Islam atau ingin menjadi seorang muslim,” kata Hana.

Gadis berdarah Jepang ini tumbuh di Davon, kota kecil di tenggara Inggris. Keluarganya tak begitu religius.

Masuk sekolah tingkat atas, Hana Tajima sempat terjerumus ke pergaulan bebas ala Barat. Teman-temannya penyuka hip-hop underground yang gemar minum alkohol dan bersenang-semang.

Saat kuliah, Hana bertemu kawan yang beragama Islam. Di sinilah dia merasa aneh karena tak ada kawan muslimnya yang mau diajak ke klub malam.

“Saya pikir ini mengejutkan, bagaimana bisa Anda tidak ingin keluar pada masa seperti ini,” ujar Hana Tajima.

Sejak itu Hana mulai bingung dengan kehidupannya saat itu. Hana Tajima yang ayu memang menjadi remaja populer. Punya pacar dan banyak teman.

“Tapi saya masih merasa apakah harus seperti itu?”

Perasaan aneh itu terus menerus datang. Siang dan malam. Sehingga dia mencoba banyak membaca buku-buku soal agama.

“Ada sesuatu yang menarik saya masuk Islam,” kata dia.

Hana Tajima kagum, mulai hak perempuan dan kehidupan kontemporer diatur dalam Al Quran.

“Semakin saya baca, semakin banyak saya setuju dengan Al Quran dan saya bisa melihat mengapa Islam sungguh berpengaruh pada kehidupan teman-teman muslim saya.”

Hana memutuskan menjadi mualaf di usia ketujuhbelas. Ada desakan kuat yang membuatnya memutuskan menjadi mualaf.

“Tapi ada suatu titik, saat saya tidak bisa mengatakan bahwa diri saya bukanlah muslim,” katanya.

Masuk Islam, Hana bingung bagaimana ia harus berpakaian sebagai muslimah.

Di tengah rasa frustasi itulah otaknya berputar. Jiwa kreatifnya muncul. Dia jadikan mode Barat itu sebagai inspirasi menciptakan busana hijab muslimah dan mengenakannya. Sejak itulah Hana mendirikan rumah modenya sendiri. Kini Hana mendunia dengan brand Uniqlo.

Di belahan dunia lain, ada Kapten Mona Shindy, seorang insinyur persenjataan yang mengabdi di Angkatan Laut  Australia.

Mona pernah dinobatkan sebagai pemenang penghargaan Telstra NSW Bisnis Woman tahun 2015.

Penghargaan Telstra NSW Bisnis Woman adalah penghargaan yang diberikan oleh Telstra untuk merayakan kerja keras para wanita yang tinggal di Australia.

Perjalanan Mona Shindy di kapal perang Australia dimulai sejak 28 tahun yang lalu. Saat itu Mona yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di salah satu universitas di Canberra melakukan uji rudal di Pasifik.

Sepanjang 28 tahun di Angkatan Laut Australia, Mona Shindy mengumpulkan banyak pengalaman termasuk mewakili negara di Washington DC pada "Australian Air Warfare Destroyer Program".

"Kebanyakan insinyur perempuan harus bekerja sedikit lebih keras pada awalnya untuk membuktikan kemampuan dan menunjukkan kompetensi agar benar-benar bisa diterima sepenuhnya sebagai anggota," kata Mona.

Mona Shindy yang merupakan Kapten Angkatan Laut berhijab pertama di Australia.

Mona juga menjadi Kepala Penasihat Islam Angkatan Laut, serta merupakan seorang teknisi handal.

Di luar sederet prestasia itu, perempuan asal Mesir ini merupakan ibu rumah tangga biasa yang memiliki 3 orang anak.

Mona mengambil gelar sarjana teknik senjata untuk kapal perang ketika usianya masih 23 tahun.

Tidak mudah bagi Mona untuk menjalani kariernya sebagai seorang pemimpin, teknisi, dengan menggunakan hijab. Banyak yang tak menyangka serta heran dengan pilihan profesi Mona untuk bekerja di kapal perang.

Sebagai perempuan berjilbab, ada banyak tantangan ragam dilaluinya, terutama saat menjadi kapten HMAS Canberra dan menguji rudal di Pasifik.

Ketika Ramadan tiba, contohnya, Mona harus menghadapi kenyataan bahwa tak semua anakbuahnya mau dan mampu bertoleransi, termasuk menyisihkan makanan untuk Mona berbuka puasa.

Tantangan yang dihadapi Mona tak hanya seputar lingkungan kerja tapi juga sebagai seorang ibu.

"Enam bulan untuk seorang ibu dan dua anak merupakan pengorbanan yang sangat siginifikan," pungkasnya.
-------
Tantangan yang dihadapi Hana Tajima dan Capt. Mona Shindy, jelas tidak ringan.

Namun tak sedetik pun mereka ingin melepas jilbab dan merasa aktivitas mereka akan terganggu oleh keberadaan sehelai kain yang menutup kepala mereka.

Jilbab bukanlah semata tentang aturan Allah yang menyulitkan Jilbab adalah bagian dari kehidupan seorang muslimah.

Ah, Rina Nose.. semoga kelak hidayah itu kau jemput lagi. [*]
Baca juga :