Setya Novanto dan Pertarungan Para Penguasa


[PORTAL-ISLAM.ID]  Mantan orang kepercayaan Presiden RI ke 4 Abdurahman Wahid (Gus Dur), Adhie Massardi mengeluarkan pernyataan yang membuat publik makin penasaran dengan kasus yang menjerat Ketua DPR RI Setya Novanto. Dia menyebutkan kasus Setnov tidak sekedar persoalan hukum, tapi sudah merambah ranah politis dan pribadi.

Sosok yang dituding Juru Bicara Gus Dur bukan orang sembarangan, tapi sosok nomor dua di negeri ini yaitu Wakil Presiden Jusuf Kalla. Adhie mengatakan bahaya jika persoalan pribadi antara JK dan Setnov dibawa ke ranah hukum. Dia mengacu kepada nyinyir nya JK dalam mengomentari kasus Setnov, dan ketakutan Adhie jika KPK dijadikan alat untuk pihak tertentu.

Sebagai seorang Wapres, JK tentu punya kewajiban untuk mengeluarkan pernyataan terkait dengan kepentingan negeri ini. Termasuk didalamnya penegakan hukum, apalagi kasus Setnov ini telah menjadi pembicaraan publik sejak dari awal penetapan. Tapi dicurigai karena ada unsur Golkar dan makin dekatnya pemilu 2019.
JK santer disebut merupakan sosok yang mendukung Ade Komarudin dalam pemilihan Ketua Umum Golkar 2016 lalu, saat itu Ade memilih mundur pada pemilihan putaran kedua karena sudah merasa bakal kalah dari Setnov. Dengan dugaan tersebut, JK dituding bakal menjungkalkan Setnov jadi kursi penguasa partai berlambang pohon beringin tersebut.

Sedangkan Setnov didukung penuh Luhut B Panjaitan. Politisi senior Golkar yang kemudian menjadi sosok kepercayaan Jokowi, baik sejak dari menjadi Kepala Staf Kepresidenan hingga Menko. Banyak agenda penting yang ditangani langsung Luhut, termasuk yang diluar dari bidangnya di kementerian. Banyak yang menyebut Luhut lebih berpengaruh dibandingkan Jusuf Kalla dalam menentukan kebijakan.

Lalu kenapa posisi Setnov begitu menggoda? Karena Setnov memegang posisi yang sangat strategis, yaitu Ketua Golkar. Posisi Ketua Golkar lebih diperebutkan dibandingkan dengan ketua DPR, karena dengan menjadi Ketua Golkar maka posisi Ketua DPR dapat diambil alih. Dan yang terpenting, dengan menjadi penguasa di partai paling berpengalaman di negeri ini, maka kepentingan ditahun 2019 menjadi lebih terjaga.

Melihat dari sikap Setnov selama menjadi Ketua Umum Golkar, tentu Jokowi lebih senang jika kepada dirinya. Karena begitu terpilih menjadi Ketua, Setnov langsung menyampaikan dukungan kepada Jokowi di Pilpres 2019. Pernyataan itu disertai dengan ramainya spanduk Golkar yang menyertai foto Jokowi diseluruh daerah.

Jika Setnov lengser dari jabatannya di Golkar, kemungkinan Jokowi bakal kehilangan dukungan dari Golkar. Kalau itu terjadi, maka posisi Jokowi bakal terjepit dan membuat dirinya sangat mengharapkan kembali PDI P. Dengan UU Pemilu yang telah disahkan tentang PT 20 persen, tentu Jokowi butuh partai besar untuk memenuhi syarat sebagai Capres.

Mantan Ketua Tim 9 yang dibentuk Jokowi dalam kasus KPK vs Polri, Syafii Maarif pernah mengakui kalau di Istana ada kekuataan luarbiasa yang memberikan tekanan. Tidak saja partai yang menekan, tapi ada oknum berpengaruh. Entah siapa yang dimaksud oleh Buya Syafii dengan oknum berpengaruh tersebut.

Lalu terkait dengan KPK. Keputusan mereka menetapkan Setnov kembali menjadi tersangka setelah dikalahkan pada penetapan pertama juga menjadi perhatian. Karena dalam kasus Setnov ini KPK terkesan berani, berbeda dengan kasus Budi Gunawan yang tidak ada kelanjutannya hingga sampai saat ini.

Kalau benar ada pertarungan para penguasa dalam kasus Setnov ini, maka kita akan dihadirkan dengan drama-drama yang bakal tidak terduga.

Penulis: Yanda Vidora
Baca juga :