Pesan Buat Pak Beye, Jangan Lagi Berdiri di Tengah Jalan Pak


JANGAN LAGI BERDIRI DI TENGAH JALAN, PAK.

Pak Beye,

Sewaktu bapak dan rombongan memutuskan berdiri di tengah jalan depan istana (tak ikut koalisi A/B), jalanan belum seramai sekarang. Mungkin saat itu pilihan yang tepat. Tidak ikut rombongan ke istana, tidak pula ikut rombongan seberang istana.

Bapak aman di tengah jalan. Tidak terusik kegaduhan rombongan seberang istana yang sibuk jungkir balik keluar masuk lorong pengadilan yang melelahkan. Invisible hand tidak tertarik menggelitik, mengusap, menampar, menonjok, menyeret rombongan yang berdiri di tengah jalan.

Saat tangan-tangan halus menarik rombongan sebarang jalan itu masuk ke dalam istana melewati rombongan bapak, bapak hanya memandang dengan tatapan biasa saja. Bapak masih merasa nyaman berada di tengah jalan. Bapak barangkali hanya prihatin melihat rombongan seberang istana yang hanya tersisa dua.

Jangan salah,Pak. Walaupun cuma tersisa dua rombongan tapi ternyata sangat diperhitungkan. Sebelum berpotensi menjadi ancaman, raja datang mengelus-elus kepala rombongan seberang istana. Bapak dilewati begitu saja. Walaupun secara teritorial tengah jalan lebih dekat dengan istana dibanding seberang istana, sikap netral bapak tidak dianggap sebagai ancaman

Tapi semakin lama bercokol di tengah jalan tentu tidak baik buat pemandangan. Jadi kalau mulai ada selebaran tak bertanggung jawab bukan karena bapak berbuat, tapi karena berdiri di tengah jalan menggangu pemandangan.

Gangguan mulai datang saat bapak mengelus jagoan yang tak lebih dan tak kurang anak biologis bapak. Sewaktu bapak bilang bukan cuma anak biologis tapi juga idiologis, justru itu ancamannya. Kalau cuma sekedar biologis tentu dianggap cuma anak ingusan. Begitu mulai naik di puncak, barulah mulai pada kegerahan.

Bapak minta diterima datang ke istana, buat apa? Bapak teralu keren buat mengemis seperti itu. Bapak minta bertemu raja, yang datang malah mahasiswa menghadiahkan sejumlah nasi bungkus. Makanya, maap maap kata nih. Bapak itu gagah, ganteng, berwibawa, makanya nggak heran kalau ada yang iri. Ganteng itu juga ancaman,Pak. Jangankan bapak, saya yang gantengnya cuma sebatas kamar tidur saja banyak yang iri.

Daripada berkeluh kesah di tengah jalan mending bapak pilih. Masuk ke dalam istana yang ramai dan sumpek itu atau ikut rombongan seberang istana yang walaupun jumlahnya tak banyak tapi masih bisa menghirup udara segar?

Sekarang jalanan depan istana sudah mulai ramai. Kemarin bapak kesenggol cuma lecet, itu baru permulaan. Akan banyak lagi kendaraan lewat dengan bobot yang lebih besar. Bapak kan sudah pernah lama berada dalam istana, ayo nyeberang ke seberang istana saja! Bukankah bapak kemarin mengeluh, mengatakan ditinggal sendirian? Di seberang jalan depan istana ada teman, walaupun tak banyak tapi keren, lebih dekat dengan rakyat. Cepat ambil keputusan.

Maap maap kata nih. Bukan ngomporin. Kalau masih juga ragu, sampai lebaran kuda bapak akan terus mengeluh.

08/02/2017

(Balya Nur)


Baca juga :