Anakku Tak Mau Jadi Dokter

𝗔𝗻𝗮𝗸𝗸𝘂 𝗧𝗮𝗸 𝗠𝗮𝘂 𝗝𝗮𝗱𝗶 𝗗𝗼𝗸𝘁𝗲𝗿

Seorang dokter spesialis di Surabaya berkisah di akun facebooknya:

Teringat pembicaraan dengan Putraku ke 2, Ian, saat naik kelas 2 SMA, 6 tahun yang lalu, saat rutin makan malam bersama,

I : Bapak, maaf saya ijin, kalau boleh mau keluar dari SMA 5 setelah kenaikan kelas

B : (kaget) maksudmu ???

I : Saya ingin sekolah di Madinah, saya ingin jadi Ustadz

B : Kamu jadi Ustadz siapa yang ngajak ?? (nada Interogasi)

I : Gak ada, saya sendiri yang pengen

B : Kamu gak pengen jadi dokter? Kan kamu pinter, lembut, baik budi bahasamu, ramah sama orang dan bisa banget melayani orang lain seperti Masmu.

I : (Sambil senyum) Kan gak sama bapak, seperti Bapak bilang, semua manusia spesifik dan Istimewa

B : (wuik, mak jleb, omonganku dipakai mengcounter aku) Kamu kalau jadi dokter akan sangat berguna dan bermanfaat menyembuhkan banyak orang pastinya

I : Dokter menyembuhkan badan, Ustadz menyembuhkan Hati kan Bapak, Insya Allah bermanfaat

B : (Air mata mulai menetes, aku nelongso anakku gak mau jadi dokter) Sekolah di Arab itu sulit lho, bahasa, budaya beda dan puanasnyaaaaa luar biasa

I : Bapak yang ngajarin, GAK ADA YANG GAK BISA KALAU NIAT MENGGELORA

B : Nanti kalau jadi Ustadz, penghasilanmu berapaaaa ? Sedikit sekali !!! (Nada meninggi) Istri dan anakmu gimana membiayainya ???

I : Bukannya Bapak yang mengajari hidup mandiri, seCUKUPnya, SeBUTUHnya, dan bahagia tidak ada korelasi dengan harta ???

B : (Aku nangis pelan) 

I : Ikhlaskan Ian jadi diri Ian sendiri ya Pak, ini pilihan hidup Ian

B : (Nangis banter) Aku mau kamu tetap di SMA sampai lulus, perjanjiannya gini aja, baru sesudah lulus SMA dengan nilai baik, kamu berhak menentukan kemanapun kamu mau (Wis gak duwe pilihan liyo, tapi berharap bisa merubah niat)

I : (perlahan memeluk dan mencium pipiku sambil ikut menangis) Asal Bapak ikhlas dengan pilihan Ian, Saya tetap sekolah SMA dan lulus dengan baik, Matur nuwun, pangestunya.

Saat ini dia baru pulang dari Madinah, besar, tegap, gagah, hafal 27 Juz, sudah beberapa kali jadi Imam di banyak masjid, mengisi Khutbah Jumat, taraweh, Buka bersama dll, dan tiap kali aku melihat Ian jadi Imam, air mataku selalu tak terbendung lagi, Ian dengan segala kelebihan dan kekurangannya menyadarkanku akan kurangnya pengetahuan dan amalan agamaku, Allah mengutusnya untuk mengingatkanku. 

(Selesai kutipan kisah dari dr. Armanto Sidohutomo)

___
Catatan:

Kami mengenal baik yang bersangkutan. Sebelum diterima di Madinah, beliau belajar beberapa semester di LIPIA dan kami sempat bareng di asrama. Semoga Allah menjaganya dan menjadikannya salah satu ahli ilmu di negeri ini.

(Ustadz Yani Fahriansyah)

Baca juga :