Pertanyaan:
Ada hadits yang menjelaskan bahwa orang bekerja sebagai pemungut pajak akan masuk neraka. Apakah benar demikian? Jika saat ini dirinya bekerja di bidang tersebut, haruskah berhenti?
Jawaban oleh KH Ma’ruf Khozin, Ketua Komisi Fatwa MUI Jawa Timur
Ada dua istilah yang sering dimaknai sebagai pajak, yaitu dharibah (ضريبة) dan maks (مكس). Praktik pajak yang berlaku di Indonesia lebih condong ke istilah dharibah, sedangkan maks dapat disebut dengan upeti.
Upeti di zaman dahulu adalah pengambilan paksa oleh penguasa kepada rakyatnya untuk digunakan sebagai kekayaan sendiri bersama koleganya. Sementara pajak diambil dari seluruh warga negara dan dikelola untuk kemanfaatan bersama.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ صَاحِبَ الْمَكْسِ فِي النَّارِ
“Sesungguhnya pemungut upeti akan masuk neraka,” (HR. Ahmad no. 26363; Imam Suyuti menilai hadis ini shahih).
Berkaitan dengan hadis ini, Imam Nawawi menjelaskan:
ﻓِﻴْﻪِ ﺃَﻥَّ الْمَكْسَ ﻣِﻦْ ﺃَﻗْﺒَﺢِ اﻟْﻤَﻌَﺎﺻِﻲْ ﻭَاﻟﺬُّﻧُﻮْﺏِ اﻟْﻤُﻮْﺑِﻘَﺎﺕِ ﻭَﺫَﻟِﻚَ ﻟِﻜَﺜْﺮَﺓِ ﻣَﻄَﺎﻟِﺒَﺎﺕِ اﻟﻨَّﺎﺱِ ﻟَﻪُ ﻭَﻇُﻼَﻣَﺎﺗِﻬِﻢْ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﻭَﺗَﻜَﺮُّﺭِ ﺫَﻟِﻚَ ﻣِﻨْﻪُ ﻭَاﻧْﺘِﻬَﺎﻛِﻪِ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﺃَﺧْﺬِ ﺃَﻣْﻮَاﻟِﻬِﻢْ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺣَﻘِّﻬَﺎ ﻭَﺻَﺮْﻓِﻬَﺎ ﻓِﻲْ ﻏَﻴْﺮِ ﻭَﺟْﻬِﻬَﺎ
“Hadis itu menunjukkan bahwa upeti adalah maksiat yang paling buruk dan dosa yang dapat menghapus amal ibadah, sebab banyak tuntutan dari manusia dan kezaliman, selalu berulang dan merusak kehormatan manusia, diambil dari harta mereka tanpa hak dan menyalurkan tidak sesuai peruntukannya,”.
Imam Al-Munawi menjelaskan bahwa pemungut upeti yang dimaksud oleh hadis ini adalah yang memungutnya dari orang lain secara zalim dan menyelewengkannya.
Syaikh Muhammad Syamsul Al-Haq dalam kitab syarah hadisnya juga menjelaskan bahwa konteks hadis ini adalah para pelaku pemungut upeti di zaman Jahiliyah.
Dengan demikian, praktik penarikan pajak dan penarikan upeti pada dasarnya berbeda, sehingga hukum yang berlaku pun tidak sama. Penarikan upeti secara paksa dan penyelewengannya jelas merupakan kejahatan terhadap hak harta setiap manusia.
Baca juga Kumpulan Dalil Fikih Mazhab Syafi’i tentang Istinja'
Adapun pajak, ia adalah harta yang diambil dari masyarakat dan dikelola untuk pemberdayaan masyarakat.
Kesimpulan:
Pemungutan pajak tidak sama dengan pemungutan upeti. Oleh karena itu, konsekuensi hukum bagi pemungut pajak dan upeti juga berbeda. Memungut upeti seperti yang dilakukan orang-orang di zaman Jahiliyah dilarang karena termasuk kezaliman. Adapun bekerja sebagai pegawai pajak tidaklah termasuk dalam konsekuensi hadis di atas.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Referensi: Ahmad bin Hanbal; Musnad Ahmad, Abu Zakariya An-Nawawi; Syarh Shahih Muslim, Al-Munawi; Faidhul Qadir, Muhammad Syamsul AL-Haq; ‘Aunul Ma’bud.