Saat si Mbah bilang, "Saya telepon langsung kepada Allah", saya langsung memahami bahwa perkataannya itu bukan secara zhahirnya yang bersangkutan teleponan (menggunakan perangkat telepon) dengan Allah. Tentu nalar kita tidak cetek seperti itu.
Maksud yang bersangkutan memang, bahwa dia itu punya kemampuan menerima informasi langsung dari Allah ta'ala. Alias mendapatkan ilham atau kasyaf.
Karena itu, saya singgung bahwa ilham dan kasyaf itu, meskipun benar ada, ia tidak bisa jadi hujjah dalam agama, agar orang tidak membuat ajaran, konsep dan amalan baru yang dinisbatkan pada agama, dengan alasan mendapatkannya melalui jalur kasyaf, Ilham atau mimpi.
Dan klarifikasi si Mbah tersebut, malah membenarkan kesimpulan saya sebelumnya. Dia mengatakan, "Perjalanan spiritual saya kontak batin dengan Allah subhanahu wa ta'ala". Ya memang itu, sejak awal yang saya pahami dari pernyataannya. Dan itu juga yang kita kritik sejak awal. Mau diistilahkan dengan perjalanan spiritual, wangsit, ilham, kasyaf, apalagi wahyu, tetap saja salah.
Kalau agama dibuat begini, maka kita tidak perlu lagi petunjuk Al-Qur'an dan As-Sunnah, kita tidak perlu lagi mengikuti kaidah-kaidah keilmuan yang dibangun secara kokoh oleh para ulama.
(Abah Furqan)