Bila kebaikan digunakan untuk memenjarakan orang lain agar menjadi “penjilat tanpa nalar” sehingga hanya pandai mengangguk dan tak bisa menggeleng walaupun bertolak belakang dengan hati nurani, itu menunjukkan bahwa:
1. Kebaikan yang diberikan dahulu itu hanyalah kemasan belaka karena isi yang sebenarnya adalah racun pembunuh nalar dan perasaan.
2. Kurangnya kedewasaan dan tentu sangat jauh sekali kalau kita menyebut karakter “kenegarawanan”.
Karena itu, berhentilah memperalat wajah kekecewaan sambil memelas, “tak saya sangka dia begitu padahal saya sudah berbuat ini kepadanya”!
Kalau memang patriot, ucapkan “mari kita melangkah di jalan masing-masing dan kita lihat siapa yang akan sampai ke tujuan”!
Itulah kelapangan dada seorang yang berjiwa pemimpin. Kalau tidak demikian, jangankan tampil menjadi pemimpin, menawarkan diri pun sebenarnya tidak pantas karena ada satu sifat kepemimpinan yang hilang yaitu shiddiq.
Buya Gusrizal
(fb)