Amerika Hancurkan Libya

Amerika Hancurkan Libya

Oleh: Muh. Nursalim

“Gimana om putrane di Libya ?“ tanya seseorang di medsos.

“Alhamdulillah baik-baik saja. Itu kejadian jaraknya sangat jauh dari kampus anak mbarep kok”. Jawabku menenangkan.

Badai itu menggulung kota-kota di Libya timur. Yang paling parah mengenai kota Derna. Menurut google map jaraknya dari Tripoli, ibu kota libya 1303 km ke arah timur. Bisa ditempuh jalan darat 15 jam, menyusuri pinggir laut mediterania.
Si sulung sendiri kuliah di Jami’ah Al Asmariyah Al Islamiyah, Zlaten, Libia barat. Itu adalah kampus negeri. Di Indonesia mungkin sejenis UIN. Ada fakultas umum seperti kedokteran, pertanian, perternakan, hukum, ekonomi juga ada fakultas agama yaitu Syari’ah dan Ushuludien. Beasiswa untuk mahasiswa asing hanya pada fakultas agama. Saat ini mahasiswa dari Indonesia di kampus itu ada 60 an. Semunya mengambil jurusan tafsir hadis pada fakultas ushuluddien. 

Mahasiswa tafsir hadis di kampus itu harus hafidz 30 juz. Yang dari indoneia sudah hafidzpun harus mengulangi setoran. Karena metodenya pakai menulis. Jadi mahasiswa harus setoran tulisan dan hafalan sekaligus. Menulis setiap ayat tanpa melihat mushaf. Sehingga  mahasiswa menjadi hafal letak setiap huruf yang ditulisanya.

Tahun lalu Ustad Adi Hidayat  mendapat lisensi untuk menyeleksi calon mahasiswa yang akan kuliah di sana. Ada sekitar 30 santri yang beliau kirim ke kampus tersebut. Semuanya gratis, baik uang kuliah, asrama maupun makan setiap hari. Di tanggung oleh universitas.

Libya saat ini terbelah menjadi dua, barat dan timur. Libya barat pusat pemerintahannya ada di Tripoli dipimpin Perdana Menteri  Abdul Hamid Dbeibah, sedangkan Libya timur berpusat di Benghazi dengan Perdana Menteri Ossama Hamad. Yang diakui PBB adalah Libya barat.

Perpecahan itu bermula dari serangan Amerika dengan memakai bendera NATO di negara tersebut pada tanggal 19 Maret 2011. Alasan klasik dipakai negeri adidaya itu untuk menghancurkan negara lain, yaitu melindungi hak asasi manusia. Saat itu Khadafi sedang memadamkan pemberontakan. Ternyata  bukan hanya pemberontak yang dihadapi tetapi pasukan Nato yang dipimpin Amerika.

Singkat cerita tanggal 20 Oktober Khadafi ditangkap dan terbunuh, 10 hari kemudian yaitu 30 Oktober 2011 operasi NATO di Libya dihentikan. Hasilnya, kekacauan keamanan dan politik di santero negeri. Tidak ada penguasa yang diakui oleh semua pihak. 

Banyak pendapat, mengapa Khadafi dijatuhkan. Ada yang menyebut ingin menguasai minyak dan gas yang dimiliki negara tersebut. Karena Libya memang negara terbesar penghasil minyak bumi di Afrika. Ada yang berpendapat karena presiden nyentik itu sangat berbahaya bagi Amerika dan Eropa. Ia  berhasil meyakinkan negara-negara afrika untuk tidak memakai dolar dan euro dalam transaksi perdagangan, tetapi memakai emas. Demikian tulis Ellen Brown. 

Lebih dari itu, memang saat dipimpin Khadafi Libya itu negara kaya. Ia menjadi donatur negara-negara Afrika yang umumnya miskin. Minyak Libya memakmurkan rakyatnya. Sekolah gratis, rumah sakit gratis dan segala fasilitas lain. Walaupun memang harus juga diakui kebebasan politik tidak diberikan kepada rakyatnya. Kalau masalah ini, banyak kawannya. Rata-rata negara di Afrika dan Timur Tengah juga tidak ada kebebasan politik.

12 tahun lebih perpecahan itu telah berlangsung. Akibatnya sangat terasa, pemerintah yang di barat maupun timur tidak sempat memikirkan perawatan bendungan dan infrastruktur yang telah dibangun di era Khadafi. Akibatnya, ketika terjadi hujan deras, dua bendungan hancur dan menyebabkan luapan air bah yang mengerikan.
Dulu saat terjadi Tsunami Aceh, 26 Desember 2004. Presiden SBY berdialog dengan pak JK yang menjadi wakilnya. “Pak JK, pasti Allah punya rencana besar mendatangkan peristiwa besar ini”. Jaman itu Gerakan Aceh Merdeka (GAM) masih melakukan perlawanan bersenjata di Aceh.

Jusuf Kalla lalu mencoba kontak dengan panglima GAM. Barangkali dengan korban tsunami yang begitu banyak ia terpanggil untuk melakukan perubahan perjuangan. Tidak dengan senjata tetapi lewat penyelesaian politik. Tawaran wakil presiden itu tenyata disambut baik, maka kemudian terjadi serangkaian permbicaraan di Helsinki antara GAM dengan pemerintah RI.

Hasilnya semua kita ketahui. GAM mengehentikan pemberontakan dan mereka menjadi bagian dari NKRI tanpa harus mempermalukan dan menundukkan. Para pemimpinya lewat mekanisme pilkada ada yang menjadi gubernur, bupati dan pejabat lain di pemerintahan Aceh.

Musibah banjir di Libya timur semoga dapat menyentuh kalbu para pemimpin di sana. Akibat bersitegang berkepanjangan ternyata telah melupakan mereka dalam merawat infrastruktur yang sudah dimiliki. Musibah besar itu juga menjadikan penguasa sebelah barat sulit untuk turut membantu korban.

Kalau di Indonesia tsunmi Acah telah menyatukan kembali GAM kepada NKRI, semoga dengan banjir di Libya timur yang telah menewaskan 20 ribu orang lebih itu juga akan kembali menyatukan negeri tersebut. 

"Dudu sanak dudu kadang yen mati melu kelangan" (bukan keluarga bukan kawan kalau maninggal ikut kehilangan). Libya bukan negeriku bukan bangsaku tetapi jika kena musibah kita ikut prihatin. 

Bagaimanapun Libya adalah negeri muslim yang kaya berkah minyaknya. Dengan kekayaan itu mereka memberi beasiswa kepada ribuan mahasiswa asing yang belajar di kampus-kampus yang dimiliki. Salah satu tokoh yang pernah mengecap beasiswa itu adalah ustad Adi Hidayat saat belajar di Kulliah Dakwah Islamiyah Tripoli.

(*)
Baca juga :