[PORTAL-ISLAM.ID] Di masa pendudukan Amerika dan NATO, Afghanistan masuk ke dalam golongan negara narcocracy, atau negara yang sendi-sendi kehidupannya ditentukan oleh pertanian Opium.
Alasan yang dipakai masyarakat adalah alasan klasik yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, kalau tidak tanam Opium nanti mati kelaparan. Khas para pebisnis haram seperti judi, miras, prostitusi dan narkoba.
Namun ternyata narkoba tak bisa membuat negeri tersebut keluar dari kemiskinan dan ketergantungan kepada bantuan asing. Padahal tiap tahun mereka mendapat devisa miliaran Dollar dari opium.
Opium yang mudah ditanam membuat para petani malas. Mereka tak mau mengembangkan irigasi atau meningkatkan produksi hasil pertanian lain yang halal.
Selain itu, Opium juga akan masuk ke pasar lokal. Membuat jutaan orang jatuh menjadi pecandu. Ratusan orang mati tiap musim dingin karena ngegembel.
Padahal bisnis haram hanya dinikmati oleh segelintir orang, yaitu para tuan tanah, pengedar dan mafia lokal, tidak berdampak sama sekali ke ekonomi masyarakat luas.
Uang dollar dari Opium akhirnya menguap lagi ke luar negeri demi memenuhi kebutuhan yang diimpor.
Harapan muncul ketika Taliban berkuasa. Pemerintah Taliban (Imarah Islam Afghanistan) mengeluarkan dekrit larangan menanam bahan narkoba (opium), serta kebijakan membangun jalur irigasi baru, termasuk kanal raksasa yang membelah gurun.
Para petani yang terdesak karena tak bisa lagi menanam Opium terpaksa beralih ke tanaman lain sejak 2022. Omong kosong dengan alasan tidak bisa makan atau kasihan anakku.
Hasilnya apa? Tahun ini harga pangan di seluruh Afghanistan turun. Buah-buahan dan sayuran melimpah.
Begitulah pentingnya nahi munkar yang dilakukan oleh pihak yang punya otoritas.
Seorang Ustadz berdakwah sampai berbusa kepada penjual miras, malah ditertawakan dan minta kasih pekerjaan yang gajinya 30 juta per bulan sebagai gantinya.
Tapi kalau Polisi (aparat penguasa) yang gedor pintu, besoknya si penjual miras langsung ngojek.
-Pega Aji Sitama-