[PORTAL-ISLAM.ID] Imarah Islam Afghanistan (Thaliban) secara resmi membatalkan sepenuhnya kontrak ekstraksi minyak berdurasi 25 tahun dengan perusahaan pemerintah Tiongkok, CAPEIC.
Menurut juru bicara Kementerian Pertambangan dan Perminyakan Thaliban, keputusan ini diambil karena perusahaan Tiongkok ini telah berulang kali melanggar ketentuan kontrak. Thaliban menyatakan bahwa CAPEIC gagal memenuhi komitmen yang telah disepakati.
Para pengamat menduga, bahwa pembatalan yang dilakukan Thaliban ini juga dipicu oleh kekhawatiran akan dominasi ekonomi yang sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok dalam kesepakatan semacam itu.
Bagi Thaliban ini bukan sekadar keputusan bisnis biasa, melainkan sebuah langkah bersejarah yang berani melawan imperialisme ekonomi Tiongkok.
Model bisnis yang diterapkan Tiongkok, meski terkesan sederhana, namun sebenarnya sangat berbahaya dan mematikan. Mereka akan memberikan pinjaman besar, lalu secara bertahap menghilangkan transparansi dalam proyek. Ketika negara penerima pinjaman tak mampu membayar cicilan, Tiongkok akan menyita aset-aset pentingnya. Skema ini telah menjerat banyak negara, dari Afrika hingga Sri Lanka.
Ingat kasus Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka? Tiongkok memberikan pinjaman, dan ketika Sri Lanka tak sanggup membayar, pelabuhan vital itu akhirnya disewakan kepada Tiongkok selama 99 tahun. Nasib serupa bisa saja menimpa negara manapun jika tak ada akuntabilitas dan kedaulatan yang dijaga.
Di Afrika, Tiongkok telah berinvestasi di lebih dari 10.000 proyek, namun banyak negara di benua tersebut kini terbebani utang yang mencekik. Contohnya Zambia yang bahkan menjadi negara pertama yang bangkrut karena utang kepada Tiongkok. Atas nama pembangunan, Tiongkok justru memasang jerat riba yang mematikan.
Intervensi Tiongkok ini memang berbeda dari pendekatan kapitalis Barat. Tiongkok memang tidak menggunakan kekuatan militer secara langsung, melainkan membelenggu negara-negara dengan rantai ekonomi. Dengan impian pembangunan, Tiongkok perlahan-lahan akan menyita pelabuhan, sumber daya mineral, bahkan mengancam kedaulatan wilayah Anda.
Maka dari itu, keputusan Imarah Islam Thaliban untuk membatalkan kontrak ini bukan sekadar respon administratif biasa. Melainkan adalah pesan yang sangat jelas, "Kami tidak akan menjual kedaulatan kami demi utang. Kami tidak akan menggadaikan tanah kami untuk proyek yang penuh korup, dan kami tidak akan memberikan hak ekstrasi minyak kepada perusahaan kolonial mana pun."
Ini adalah Taliban, yang kemarin berhasil mengalahkan Amerika Serikat, dan kini mereka berani menantang Tiongkok dengan pendirian dan prinsip Islam yang kuat, dan tidak takut dengan siapapun kecuali hanya kepada-Nya.
Langkah ini bukan hanya penting bagi Imarah Islam Afghanistan, tetapi juga harus menjadi contoh bagi seluruh dunia Muslim bahwa kemerdekaan dari perbudakan ekonomi itu bisa dilakukan, asal kalian jantan, ada keberanian.
Sekarang Thaliban akan kembali meninjau banyak proyek-proyek bermasalah seperti CAPEIC, yang seringkali dipaksakan kepada rakyat tanpa transparansi yang jelas dalam kontraknya. Sebab, pembangunan sejati dalam syariah Islam harus didasari oleh kebenaran dan kehormatan, pembangunan yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam itu bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dunia dan akhirat, serta memberikan kemaslahatan besar bagi umat. Bukan sebaliknya, yang penuh dengan riba, korupsi, atau penggadaian aset negara yang penuh hina.
Keputusan Thaliban ini mengajarkan kepada kita bahwa untuk menjadi bangsa yang kuat, sumber daya saja tidak cukup. Kehormatan dan kedaulatan juga mutlak diperlukan. Baik itu Tiongkok atau Amerika, siapa pun yang datang untuk merampok sumber daya bangsa, kita harus belajar untuk berkata "Tidak dan lawan."
(Nic Adam)