Sepi Pembeli Sepeda Motor Listrik
Sepeda motor listrik sepi pembeli meski bersubsidi Rp 7 juta. Masyarakat miskin, target subsidi, masih menganggapnya kemahalan.
Pemerintah menggunakan kebijakan subsidi ini untuk mencapai dua tujuan sekaligus: mendorong pembelian kendaraan listrik atau electric vehicle (EV) oleh masyarakat miskin dan mencapai target titik kritis 5-10 persen dari total penjualan kendaraan pribadi.
Sayangnya, pemerintah tidak mengkaji apakah masyarakat miskin mau membeli sepeda motor listrik atau tidak. Sejumlah pemberitaan menyebutkan bahwa program ini sepi peminat. Bahkan, setelah diskon, sepeda motor listrik masih mahal bagi masyarakat miskin.
Kemenko Marves menekankan bahwa kendaraan listrik adalah titik bersejarah, yakni saat pemain lama di industri mobil tradisional pun harus belajar dari awal kembali mengenai industri ini.
Deputi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimudin, mengutip analisis Bloomberg yang menjelaskan pentingnya mengejar adopsi 5-10 persen pengguna EV dari total kendaraan pribadi. Menurut dia, setelah mencapai titik kritis 5-10 persen, penjualan EV akan meningkat drastis seperti halnya yang terjadi di Cina dan Eropa.
Menyadari bahwa mobil EV masih lebih mahal sebesar 30-40 persen dibanding internal combustion engines (ICE) kendaraan berbasis bensin atau di kelas yang sama, beberapa insentif kemudian ditawarkan untuk menggenjot pembelian.
Ini, misalnya, berupa insentif pajak pertambahan nilai (PPN) 1 persen untuk kendaraan roda empat dan bus.
Ada juga bantuan potongan harga untuk konversi kendaraan dan bantuan potongan harga bagi pembeli kendaraan listrik roda dua, masing-masing sebesar Rp 7 juta.
Setelah diberi subsidi, sepeda motor listrik dibanderol dengan harga Rp 9 jutaan untuk model Agast, Scood, dan Aero, hingga Rp 26,9 juta untuk model TX1800 A/T.
Di sisi lain, harga jual sepeda motor berbasis bensin termurah untuk model Beat, Mio, dan Vario dengan volume silinder 125 cc adalah Rp 16 juta, Rp 17 juta, dan Rp 21 juta.
Walaupun lebih murah dibanding sepeda motor berbasis bensin, harga ini masih relatif mahal untuk masyarakat miskin.
Sebab, masyarakat masih memiliki opsi untuk membeli sepeda motor bekas yang harganya, berdasarkan pantauan dari situs web penjualan daring, bahkan bisa di bawah Rp 5 juta untuk sepeda motor berusia di bawah lima tahun.
Belum lagi, persepsi masyarakat, misalnya ihwal perawatan dan kemampuan daya listrik di rumah masing-masing untuk menyetrum kendaraan listrik, bisa saja mempengaruhi intensi para target konsumen.
Di samping itu, proses verifikasi berkas tersebut memakan waktu sampai lebih dari satu bulan sehingga mengurangi daya tarik sepeda motor listrik, baik bagi pembeli maupun penjual.
Berdasarkan Sistem Informasi Pemberian Bantuan Pembelian Kendaraan Listrik Roda Dua (Sisapira), realisasi subsidi sepeda motor listrik hingga 23 Juni 2023 baru mencapai 812 unit terdaftar.
Ini jauh dari target pemerintah untuk menyalurkan 200 ribu unit sepeda motor listrik bersubsidi hingga akhir tahun.
[Sumber: Koran Tempo, Kamis, 6 Juli 2023]