Jika menyangkut ‘revolusi’ digital dan IT, gampang betul kita disihir.
Apalagi pakai istilah bombastis: kedaulatan digital, tol langit, ekosistem bisnis, unicorn, sinergi value, demi negara...
Triliunan duit APBN dikentit pun tak disadari.
Yang diduga terlibat malah dipuji.
Orang kerap lupa: di balik narasi besar terdapat potensi korupsi yang juga besar.
*
KARTU PRAKERJA
Di balik semibansos Rp600 ribu/bulan selama empat bulan yang diterima peserta, terdapat Rp1 juta/peserta yang dibayarkan negara langsung ke perusahaan platform digital (Tokopedia, Bukalapak, Pijar Mahir/Telkom dll) sebagai biaya pelatihan.
Padahal biaya pelatihan dimaksud sebatas tiap peserta membeli akses video pelatihan.
Video dibuat oleh lembaga pelatihan yang diseleksi oleh platform digital itu.
Resminya: platform digital boleh ambil komisi 15%.
Di luar yang resmi, siapa yang tahu, kan.
Per 1 November 2022, Kemenaker melansir jumlah peserta sebanyak 17,08 juta orang—artinya negara bayar Rp17,08 triliun untuk beli video via platform digital.
Kartu Prakerja berada di bawah Kementerian Koordinator Perekonomian—-Anda cari sendiri menterinya siapa dan dari mana asalnya.
Klaimnya Manajemen Pelaksana, Kartu Prakerja sukses berat.
Sampai-sampai Kamboja akan menirunya.
Para fans berkata: “Prakerja bukti nyata kesuksesan Pakde. Terima kasih orang baik."
Mereka menyangkal fakta sederhana: Rp17,08 triliun itu banyak.
Tikus-tikus menyukainya.
*
INVESTASI TELKOMSEL DI GOTO RP6,4 TRILIUN
Menteri BUMN Erick Thohir punya kakak.
Namanya: Garibaldi (Boy) Thohir.
Telkom punya anak.
Namanya: Telkomsel.
Boy Thohir pemegang saham dan Komisaris Utama GOTO.
Telkomsel suntik dana ke GOTO Rp6,4 triliun.
GOTO adalah perusahaan yang rugi sejak didirikan dan tidak menjamin profitabilitas di masa depan—-seperti disebut dalam Prospektus.
Akumulasi ruginya mencapai Rp122,3 triliun (LK Q1 2023).
Rp6,4 triliun dari Telkomsel dihargai setara 23.722.133.875 lembar saham GOTO (tidak sampai 3% dari total saham perusahaan)—artinya Rp270/lembar.
Saham GOTO ditutup Rp108 (Senin, 29 Mei 2023).
Artinya duit Rp6,4 triliun itu sudah menyusut Rp3,8 triliun jadi tinggal Rp2,5 triliun saja dalam rupa kepemilikan saham di perusahaan yang merugi itu.
Namun Telkom justru bangga.
Laporan Keuangan Q1 2023: keuntungan yang belum terealisasi dari investasi Telkomsel di GOTO Rp422 miliar.
Tapi Telkom mingkem waktu Laporan Keuangan 2022 mencatat kerugian investasi Telkomsel di GOTO adalah Rp6,74 triliun.
Kenapa begitu?
Soal pencatatan akuntansi: mark to market!
Itulah indahnya bisnis ‘melukis langit’.
Begini:
Laporan Keuangan Q1 (Maret) 2023 mengacu harga penutupan periode sebelumnya (30 Desember 2022) yaitu Rp91 dibandingkan harga per 31 Maret 2023 yang Rp109.
Nanti Lapkeu Q2 (Juni 2023) mengacu harga Q1 tadi dan seterusnya begitu.
Sampai kapan?
Ya, tidak tahu.
Bisa jadi sampai seperti lenyapnya Rp1,5 triliun dalam kasus investasi anak Telkom (PT PINS) di TELE/Tiphone beberapa tahun lalu—pengusutannya mangkrak di KPK, yang masa jabatan pimpinannya diperpanjang oleh MK itu.
Kenapa NKRI sebagai pemegang saham mayoritas di Telkom tidak mempertanyakan semua hal itu dalam RUPS?
Ya, elah!
Bagaimana mau mempertanyakan, pemegang saham NKRI saja diwakili oleh Menteri BUMN.
(Mungkin) akhirnya:
Semua akan berjalan seperti biasa.
Masyarakat tetap bodoh.
Cuan tetap mengalir untuk segelintir orang.
BUMN tetap sapi perah.
RUPS TLKM akan paduan suara.
Bonus dan tantiem akan mengalir untuk direksi dan komisaris.
Lapkeu akan disetujui.
Tidak akan ada yang dihukum.
DPR cuek.
Media akan keluarkan jurus permak dan puja-puji.
(Mungkin) karena hujan telah merata.
Namun orang masih sering lupa hal sederhana:
Menteri BUMN dan pemilik GOTO itu adik-kakak.
Konflik kepentingan sangat mungkin.
Dan Rp6,4 triliun itu banyak.
Bisa jadi ada yang mengalir buat biaya politik.
Selain ditaruh di instrumen investasi Goldman Sachs dan reksa dana TRIM (terafiliasi kakak Menteri BUMN) seperti tercantum dalam LK GOTO Q1 2023.
“Benar-benar bukti nyata kesuksesan narasi unicorn Pakde.”
*
KORUPSI BTS KEMENKOMINFO
Bagian dari tol langit.
Makanya pada ketinggian bicaranya.
Padahal sederhana saja:
JP (eks Menkominfo) tersangka.
Majalah Tempo menulis dua hal tentangnya: diduga terima Rp534 juta melalui adiknya dan jatah Rp500 juta tiap bulan dari rekanan.
Rp534 juta sudah dikembalikan.
Rp500 juta/bulan dibagi ke berbagai staf dan rekanan.
Kita sebut saja soal Rp534 juta dan Rp500 juta itu sebagai band pembuka.
Ada fulus yang lebih besar.
Sampai akhirnya suami Ketua DPR kena senggol.
Majalah Tempo menulis Hapsoro Sukmonohadi alias Happy Hapsoro memang tak muncul dalam dokumen BTS.
Ia pemilik PT Basis Utama Prima yang kuasai PT Sumber Energi Negeri yang memiliki saham di PT Energi Melayani Negeri yang mana PT ini bermitra dengan Huawei, anggota konsorsium proyek BTS.
Bisnis Happy adalah teknologi baterai dan panel surya.
Ada dugaan proyek BTS menggunakan jasa dan produk perusahaannya itu.
Betul begitukah?
Tidak tahu.
PDIP pun membantah.
Orang suka lupa hal sederhana: duit tetaplah duit!
Duit tak ada cap partainya.
Duit melampaui sekat perbedaan ideologi.
Pemilu butuh duit.
Bukan duit yang butuh pemilu.
Jadilah prasmanan.
Baca saja: Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Pengelolaan Belanja Tahun Anggaran 2021 pada Kemenkominfo (Nomor: 40/LHP/XVI/01/2022 tanggal 31 Januari 2022).
Anggaran proyek ini Rp11,04 triliun.
Megaproyek.
Tapi temuannya:
Dari proses perencanaan sampai pengadaan tidak sepenuhnya sesuai ketentuan.
Data rincian lokasi BTS 4G sebanyak 7.904 desa cuma bersumber dari Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika (Ditdal PPL) tanpa didasarkan pada kondisi lapangan yang sebenarnya.
Survei lapangan dilakukan setelah kontrak pembelian dibuat.
Perubahan lokasi dan spesifikasi hingga kontrak pembelian segala macam dibuat menyusul sambil jalan.
Ada yang dua BTS dalam satu desa.
Denda keterlambatan proyek maksimal 5% yang mana tidak sesuai dengan peraturan.
Ada potensi pemborosan atas komponen biaya BoQ kontrak payung Rp1,55 triliun. Itulah yang dipakai untuk bikin segala macam pelatihan, sewa helikopter dsb.
IMB banyak yang belum beres.
Status PT Fiberhome Technologies Indonesia (PT FTI)—di dalamnya ada anak BUMN Telkom yakni Telkominfra—sebagai pemenang proyek tidak memenuhi kualifikasi sebagai technology owner sebagaimana dokumen prakualifikasi.
Dsb.
…
Wah, korupsi berjamaah, dong?
Mengalir sampai jauh?
Hush!
Tak usah cawe-cawe.
Teriak saja dalam hati: kedaulatan digital nenek Lu!
Demi negara nenek Lu!
Salam.
(Agustinus Edy Kristianto)
*fb