SALAH MENEMPATKAN DALIL...

SALAH MENEMPATKAN DALIL...

□ Dalam Surat Al-Ahzab 53, dijelaskan sebuah adab "bila berada di rumah Nabi". Hal ini berlaku di zaman Nabi SAW dan para Shahabat RA. 

□ Pertama, jangan masuk ke rumah Nabi, kalau tidak diundang masuk oleh beliau. Kedua, jika sudah ada di dalam rumah Nabi, kemudian beliau ajak makan bersama, setelah selesai makan jangan memperlama bincang-bincang, sebab itu mengganggu kenyamanan hati Nabi SAW. 

□ Dalam keadaan para Shahabat RA ngobrol panjang di dalam rumah Nabi SAW, beliau malu untuk menyuruh mereka keluar. Kemudian Allah Ta'ala menurunkan Al-Ahzab 53 untuk menegur sikap para Shahabat tersebut. 

□ Di sana dikatakan, "Perbuatan kalian itu mengganggu perasaan Nabi, sedang dia malu menyatakan kepada kalian, sedangkan Allah tidak merasa malu untuk menyatakan kebenaran." (Al-Ahzab: 53) 

□ Kalimatnya jelas, "Wallahu laa yastah-yi minal haqqi" (dan Allah tidak malu dari menyatakan kebenaran). 

LALU ADA KEJADIAN....

○ Dalam sebuah forum pengajian umum, ada seorang jamaah ibu-ibu bertanya, mewakili pertanyaan suaminya, "Bolehkah seorang isteri menjilati kexxxxxx suaminya ketika .... ?" 

○ Seorang ustadz membahas tema ini di dalam pengajian terbuka, yang nantinya isi pengajian itu tersebar, atau disebarkan secara luas. 

○ Harusnya, kalau tema begitu dibahas secara NORMATIF SAJA dan SINGKAT. Ya karena topiknya sangat sensitif. Bahkan tidak mengapa pertanyaan begitu TIDAK DIJAWAB, karena kalau didiamkan pun tidak merugikan. 

○ Justru kalau tema begitu dipanjang-panjangkan kalam di ruang publik, malah jadi memalukan semua orang. 

○ Dalam kajian itu Sang Ustadz mengawali dengan kalimat, "Ini topik sangat tabu, tapi harus dijelaskan. Karena dalilnya, ALLAH TIDAK MALU MENYATAKAN KEBENARAN." 🙄🙄

Coba perhatikan... 

◇ Tidak nyambung antara topik sensitif dengan dalil ayat Al-Ahzab 53 di atas. 😄😄

◇ Al-Ahzab 53 berkaitan dengan Nabi SAW enggan menyuruh para Shahabat RA keluar dari rumah beliau, setelah makan bersama. Sedangkan topik pertanyaan merupakan perkara TABU untuk dibicarakan secara terbuka. Manusia mana pun merasa malu untuk membicarakan hal itu secara terbuka. 

◇ Jelas sangat beda antara "perasaan tidak enak" dengan masalah yang disepakati MEMALUKAN oleh semua manusia. Kita bisa bedakan antara "malu tampil di depan umum" dengan "malu karena terbuka aurat". Sama-sama malu, tapi beda konteks. 

◇ Bahkan sejatinya, pertanyaan BEGITU tidak berbahaya kalau tidak dibahas. Tidak dijawab pun tidak apa-apa. Karena ia berkaitan dengan suatu "teknik" di ruang tertutup. 

◇ Kalau misalnya pertanyaan itu dijawab BOLEH, tentu akan mengundang reaksi heboh (karena dibahas di tempat terbuka). Kalau dijawab TAK BOLEH, tetap saja mereka akan melakukan. Wong memang tidak ada sanksi-nya dan itu pun dilakukan secara tertutup, tidak ada yang tahu. 

◇ Justru membahas masalah begitu malah bisa mengikis RASA MALU UMMAT. 

◇ Sesuatu yang ada di ruang tertutup, tidak mengapa bila tidak dibahas. Tanpa dijelaskan pun, nanti mereka akan mengerti sendiri. Kecuali kalau berkaitan dengan masalah halal haram, tak apa dijelaskan. 

◇ Membuka masalah TERTUTUP di ruang-ruang terbuka, bisa merusak rasa MALU Ummat. Oleh itu biarkan saja ia tetap tertutup. Atau dibahas di forum terbatas, bukan di pengajian terbuka. 

◇ Dalih "ALLAH TIDAK MALU MENJELASKAN KEBENARAN..." Memang dalam perkara semacam itu ada nilai kebenaran yang esensial? Tidak ada. Wong itu ranah "tertutup" yang setiap orang mempunyai rahasia masing-masing. 

◇ Dalam Al-Baqarah 223 "nisaa'ukum har-tsu lakum, fa'tu har-tsakum anna syi'tum" ...datangilah "kebun kalian" bagaimana pun yang kalian inginkan. Maksudnya, dalam ranah halal. Ini menjadi pembatas bahwa perkara "teknik" bukan sesuatu yang madhorot bila berbeda-beda caranya. 

Terakhir, sebuah ajakan, agar tepat dalam meletakkan konteks setiap persoalan. Terima kasih, semoga bermanfaat. Amiin.

(Oleh: Ustadz Sam Waskito)

Baca juga :