Pendapat Yang Kuat Adalah Mengangkat Jari Telunjuk Sejak Awal Tasyahud/Tahiyat, Bukan Menunggu Sampai Mengucapkan Syahadat. BENARKAH?

𝗗𝗔𝗟𝗜𝗟 𝗜𝗦𝗬𝗔𝗥𝗔𝗧 𝗧𝗔𝗦𝗬𝗔𝗛𝗨𝗗 𝗠𝗘𝗡𝗨𝗥𝗨𝗧 𝗦𝗬𝗔𝗙𝗜’𝗜𝗬𝗬𝗔𝗛

Afwan kiyai, apakah benar gambar di poster ini? Apakah tata cara madzhab Syafi’i yang kami pelajari dari kecil berisyarat dengan jari telunjuk saat di lafadz syahadat itu salah? Mohon penjelasannya.

𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻

Oleh: Ahmad Syahrin Thoriq

Jangan mudah terkecoh oleh gambar-gambar demikian, karena pembuatnya belum tentu paham fiqih ibadah apalagi ngerti fiqih perbandingan madzhab. Bagaimana dia bisa menyimpulkan bahwa pendapat yang satu lebih unggul dari yang lainnya, bahkan dikatakan sebagai yang paling sesuai dengan sunnah, sedangkan yang ia pelajari baru satu versi pendapat ? Itupun belum tentu mendalam.

Maka jika mau jujur dan adil dalam menyimpulkan, dia harus mau menyelam ke dalam lautan ilmu setiap madzhab baru bisa kemudian memposisikan diri sebagai pentarjih mana yang paling kuat dari pendapat seluruh madzhab.

Dan saya sangat yakin, jika seseorang telah melakukan itu dengan baik, ia benar-benar mengarungi samudra ilmu, justru dia akan berhati-hati dan tidak akan dengan mudahnya melemahkan satu pendapat ulama dari pendapat ulama lainnya.

Baiklah, saya akan mengurai dalil-dalil kalangan Syafi’iyyah ketika menetapkan pendapat bahwa isyarat jari telunjuk ketika tasyahud adalah saat membaca syahadat tepatnya saat di lafadz Illallah. Bagi yang ingin menyimak pendapat masing-masing madzhab, bisa disimak di tulisan kami sebelumnya : Isyarat jari telunjuk dalam Tasyahud.

𝗪𝗮𝗸𝘁𝘂 𝗶𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝘁 𝘁𝗲𝗹𝘂𝗻𝗷𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗻𝘂𝗿𝘂𝘁 𝗺𝗮𝗱𝘇𝗵𝗮𝗯 𝗦𝘆𝗮𝗳𝗶’𝗶

Menurut kalangan Syafi’iyyah, isyarat jari telunjuk adalah ketika sampai pada lafadz syahadat, tepatnya di kalimat “Illallah”. Hal ini sebagaimana difatwakan oleh para ulama madzhab Syafi’i sendiri.

Berkata al imam Nawawi rahimahullah :

‌وأما ‌الإشارة ‌بالمسبحة ‌فمستحبة ‌عندنا ‌للأحاديث ‌الصحيحة قال أصحابنا يشير عند قوله إلا الله من الشهادة

“Adapun berisyarat dengan jari telunjuk adalah sunnah menurut madzhab kami berdasarkan hadits shahih. Dan telah berkata shahabat-shahabat kami (Syafi’iyyah) bahwa isyarat itu mulai dilakukan ketika lafadz ‘Illallaah’ dari tasyahud.”[1]

Syaikh Zakariya al Anshari rahimahullah :

رفعها ‌ويقصد ‌من ‌ابتدائه ‌بهمزة ‌إلا ‌الله أن المعبود واحد فيجمع في توحيده بين اعتقاده وقوله

"Dan berniatlah saat mengangkat jari telunjuk pada lafadz ‘Illallah’ (ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ), bahwa Dzat yang disembah adalah Esa. Dengan demikian terkumpulah segala tauhid dalam dirinya baik antara keyakinan, ucapan dan perbuatan.”[2]

Syeikh Ibnu Ruslan rahimahullah berkata :

وعند إلا الله فالمهملة إرفع لتوحيد الذي صلّيت له

"Ketika mengucapkan illallahu, maka angkatlah jari telunjukmu untuk mengesakan Dzat yang engkau sembah."[3]

Imam Ibnu Hajar al Haitami berkata :

‌ ‌وتسمى ‌أيضا ‌السبابة لأنها ‌يشار ‌بها ‌عند ‌المخاصمة والسب ويرفعها مع إمالتها قليلا لئلا تخرج عن سمت القبلة عند همزة قوله إلا الله للاتباع ولا يضعها إلى آخر التشهد قاصدا بذلك الإشارة لكون المعبود واحدا في ذاته وصفاته وأفعاله ليجمع في توحيده بين اعتقاده وقوله وفعله

Dan dinamakan As Sababah (telunjuk) karena dengannya digunakan untuk isyarat ketika terjadi adu mulut/pertengkaran. Dan mengacungkannya dengan sedikit melengkung supaya tidak keluar dari arah-arah kiblat, saat sampai pada bacaannya "Illallah’ karena mengikuti perilaku Nabi dan tidak meletakkannya sampai akhir tasyahud.

Dan menyengaja (berniat) dengan isyarat tersebut adanya yang disembah hanya satu dalam dzatNya, sifatNya, dan perbuatanNya, supaya tauhidnya (meng -esa-kannya kepada Allah) dapat berkumpul antara keyakinan, ucapan dan perbuatannya.”[4]

Syaikh Sulaiman berkata al Bujairami berkata :

‌ويديم ‌رفعها ‌ويقصد من ابتدائه بهمزة إلا الله أن المعبود واحد، فيجمع في توحيده بين اعتقاده وقوله وفعله

“Dan hendaknya orang yang shalat melanggengkan mengangkat jari dan hendaknya mengangkatnya dimulai sejak permulaan huruf hamzah dari lafadz ‘Illallah’, bahwa Dzat Yang Disembah adalah Esa. Dengan demikian, terkumpulah tauhid dalam dirinya baik antara keyakinan, ucapan dan perbuatan.”[5]

𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹-𝗱𝗮𝗹𝗶𝗹𝗻𝘆𝗮

Hadits pertama

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ التَّمِيمِيِّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: هُوَ الْإِخْلَاصُ

“Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Ishaq dari Tamimi dari Ibnu Abbas dia berkata : ‘Isyarat jari telunjuk itu untuk mengesakan Allah.”

Hadits ini dikeluarkan oleh al imam Baihaqi dalam sunan al Kubra (2/191), Ibnu Abi Syaibah dalam Mushanafnya (87/21) dan kitab Ad Du’a no. 29683. Hadits ini diperselisihkan, karena ada rawinya yang bernama at Tamimi, sebagian ulama memasukkan dia ke rawi majhul, sedangkan imam al Mizi berkata tentangnya :

رَوَى ‌عَنه: ‌أبو ‌إسحاق ‌السبيعي ‌ولم ‌يرو ‌عنه ‌غيره

“Telah meriwayatkan darinya Ibnu Ishaq dan tidak ada yang meriwayatkan darinya selain Ibnu Ishaq.”[6]

Hadits kedua

سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ، عَنْ تَحْرِيكِ الرَّجُلِ إِصْبَعَهُ فِي الصَّلَاةِ، فَقَالَ : ذَلِكَ الْإِخْلَاصُ

“Ibnu 'Abbas ditanya tentang seorang laki-laki yang menggerakkan jarinya di dalam shalat, lalu beliau menjawab : "Yang seperti itu adalah ikhlas (mengesakan Allah).”

Hadits ini juga disebutkan oleh al imam Abdurrazaq dalam Mushannafnya (2/249) dengan jalur periwayatan yang sama. Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits ini berkata :

‌كان ‌يشير ‌بها ‌للتوحيد

“Maksudnya itu ditujukan untuk mentauhidkan.”[7]

Hadits ketiga

‌لَهِيَ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنَ الْحَدِيدِ

“Dan ‘lahiya’ Lebih berat atas setan dari pada besi.” (HR. Ahmad)

Ketika menjelaskan hadits ini, Maula Ali Qari rahimahullah berkata :

قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " ‌لهي" أي ‌الإشارة ‌إلى ‌الوحدانية " أشد على الشيطان من الحديد" : إذ لا يتأثر من الحديد كما يتأثر من التوحيد

“Dan bersabda Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam : ‘Lahiya’ yaitu isyarat kepada keesaan ‘lebih berat dari pada besi’ ketika itu tidak (dirasakan) pengaruh yang berasal dari besi (lebih berat), seperti (ketika) pengaruh berasal dari tauhid.”[8]

Hadits ke empat

فَقَالَ بِإِصْبَعِهِ السَّبَّابَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى السَّمَاءِ وَيَنْكُتُهَا إِلَى النَّاسِ: ‌اللَّهُمَّ ‌اشْهَدِ ‌اللَّهُمَّ ‌اشْهَدْ. ثَلَاثَ مَرَّاتٍ.

“Nabi ﷺ pernah berisyarat dengan jari telunjuknya yang beliau tunjuk ke langit dan menjatuhkannya ke arah orang-orang seraya berkata : 'Ya Allah saksikanlah’ sebanyak tiga kali.”

Hadits ini shahih riwayat Bukhari dan Muslim. Meski hadits di atas tidak berkaitan langsung dengan shalat, namun sisi pendalilannya sebagaimana yang dikatakan oleh imam Baihaqi rahimahullah : “Sesungguhnya Nabi hanya menghendaki dengan isyarat itu adalah ketauhidan, sedangkan ungkapan ketauhidan terdapat dalam kalimat syahadat itu....

Yang dipilih oleh ahli ilmu dari kalangan sahabat dan tabi’in serta orang-orang setelah mereka adalah berisyarat dengan jari telunjuk kanan ketika mengucapkan la ilaaha illallah ….”[9]

Berkata imam Nawawi rahimahullah :

وفيه حديث صحيح في سنن أبي داود ويشير بها موجهة إلى القبلة وينوي بالإشارة التوحيد والإخلاص

“Isyarat telunjuk ini terdapat juga dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Abu Daud, yakni menghadapkan telunjuk ke arah qiblat dan berniat pada saat memberikan isyarat tersebut dengan penuh tauhid dan keikhlasan.”[10]

Al imam Khatib Asy Syarbini juga berkata :

‌والحكمة ‌في ‌ذلك ‌هي ‌الإشارة ‌إلى ‌أن ‌المعبود سبحانه وتعالى واحد ليجمع في توحيده بين القول والفعل والاعتقاد

“Dan adapun hikmah diangkatnya jari telunjuk adalah sebagai isyarat bahwa Tuhan yang disembah itu satu agar di dalam mengesakan-Nya, dan berkumpulah antara ucapan, perbuatan dan keyakinan.”[11]

Hadits kelima

Nabi ﷺ sering kali jika mengatakan “Asyhadu” atau “Allahumma isyhad” beliau berisyarat dengan telunjuknya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Darimi dan Imam Baihaqi.”[12]

𝗜𝘀𝘆𝗮𝗿𝗮𝘁 𝘁𝗲𝗹𝘂𝗻𝗷𝘂𝗸 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗹𝗮𝗳𝗮𝗱𝘇 𝗝𝗮𝗹𝗮𝗹𝗮𝗵

Pendapat yang menyatakan bahwa isyarat jari telunjuk itu berkaitan dengan kalimat tauhid atau lafadz Jalalah bukan hanya dipegang oleh madzhab Syafi’iyyah saja, namun juga menjadi pendapat beberapa ulama madzhab lainnya. Terlepas kemudian terjadi perbedaan diantara madzhab tentang kapan memulainya, caranya dan apakah berkali-kali atau cukup sekali gerak.

Sebenarnya sah-sah saja jika mau berpendapat asalkan didukung dalil yang bisa dipertanggung jawabkan, karena memang tidak ada dalil qath’i (yang pasti) tentang kapan isyarat jari telunjuk itu diawali dan diakhiri. Namun mengklaim sebagai pendapat yang paling kuat dengan menyelisihi pendapat mayoritas madzhab yang empat itu sungguh teramat nekad dan pede berlebihan.

Baiklah, mari kita simak sebagian pendapat dari ulama-ulama madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali yang ternyata ada yang serupa dengan madzhab Syafi’i dalam hal ini.

𝗠𝗮𝗱𝘇𝗵𝗮𝗯 𝗛𝗮𝗻𝗮𝗳𝗶

Al imam Zaila’i al Hanafi rahimahullah berkata :

‌لا ‌إشارة ‌في ‌الصلاة ‌إلا ‌عند ‌الشهادة في التشهد

“Tidak ada isyarat di dalam shalat kecuali ketika membaca syahadat di dalam tasyahud.”[13]

𝗠𝗮𝗱𝘇𝗵𝗮𝗯 𝗠𝗮𝗹𝗶𝗸𝗶

Imam Qarafi al Maliki rahimahullah berkata :

وكان يحيى بن عمر ‌يحركها ‌عند ‌الشهادة ‌فقط فالسكون إشارة إلى الوحدانية

“Dan adalah Yahya bin 'Umar menggerakan jarinya pada saat bacaan syahadah saja (Asyhadu An La Ilaaha Illallaahu Wa Asyhadu Anna Muhammadan 'Abduhu Wa Rasuluhu), lalu isyarat diam sampai pada wahdaniyyah (Illallah).”[14]

Ibnu Abi zaid al Maliki rahimahullah berkata :

واختلف في تحريكها فقيل يعتقد بالإشارة بها أن الله إله واحد ‌ويتأول ‌من ‌يحركها ‌أنها ‌مقمعة ‌للشيطان

“Dan telah diperselisihkan pada masalah menggerak-gerakkan jari telunjuk tersebut, sebahagiannya mengatakan : Untuk menguatkan dengan isyarat bahawasanya Allah adalah satu-satunya Tuhan (saat membaca syahadat) dan sebahagian lagi mengatakan bahwa maksud dari menggerak-gerakkannya adalah untuk menghalau dan menghinakan Syaitan.”[15]

𝗠𝗮𝗱𝘇𝗵𝗮𝗯 𝗛𝗮𝗻𝗯𝗮𝗹𝗶

Al imam Ibnu Muflih al Hanbali rahimahullah berkata :

ويشير بالسبابة في تشهده "هـ" ‌مرارا ‌لتكرار ‌التوحيد ‌عند ‌ذكر ‌الله

“Dan berisyarat dengan jari telunjuk dalam tasyahudnya berkali - kali untuk mengulang - ulang at tauhid ketika menyebut nama Allah.”[16]

Imam al Buhuti al Hanbali rahimahullah berkata :

‌مرارًا، ‌كل ‌مرة ‌عند ‌ذكر ‌لفظ ‌الله، ‌تنبيهًا ‌على ‌التوحيد

“Dan berisyarat berkali - kali, setiap isyarat itu ketika menyebut lafadz Allah, memberikan pengertian tentang Tauhid.”[17]

𝗞𝗲𝘀𝗶𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻

Meskipun ulama bersepakat atas kesunnahan berisyarat dengan jari telunjuk saat Tasyahud, namun mereka berbeda pendapat tentnag kapan dimulainya isyarat jari telunjuk.[18] Mayoritasnya berpendapat ketika pada lafadz jalalah di kalimat syahadat seperti yang dipegang oleh kalangan Hanafiyah dan Syafi’iyah.

Sedangkan sebagiannya yang lain berpendapat isyarat dilakukan pada semua lafadz jalalah dalam bacaan Tasyahud seperti kalangan Hanabilah. Dan ada juga yang berpendapat sejak awal Tasyahud seperti yang dipegang oleh sebagian kalangan madzhab Malikiyah.

Wallahu a’lam.
________
[1] Syarah Nawawi ‘Ala Muslim (5/81)
[2] Fath al Wahab (1/53)
[3] Matan az Zubad hal. 24
[4] Tuhfatul Muhtaj (2/80)
[5] Hasyiah al Bujairami (2/73)
[6] Tahdzib al Kamal fi Asma’ ar Rijal (35/8)
[7] Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (3/455)
[8] Mirqatu Al Mafatih Syarhu Misykat Al Mashabih (2/378)
[9] Syarah as Sunnah (3/177), ‘Aun al Ma’bud (2/468)
[10] Syarah Shahih Muslim (5/81)
[11] Mughni al Muhtaj (1/378)
[12] Sunan ad Darimi (1/314), Ma’rifat As-Sunnah wal Atsar (3/51)
[13] Tabyin al Haqaiq (1/121)
[14] Adz Dzakhirah (2/212)
[15] Matan ar Risalah hal. 31
[16] Al Furu’ (2/210)
[17] Kasyaful Qina (2/358)
[18] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (27/100)


Baca juga :