NASIB GANJAR

Terhimpit Dua Kekuatan

By: Made Supriatma

Ganjar Pranowo selalu menjadi calon presiden pilihan pertama di banyak survei. Ketika bersaing dengan Anies Baswedan dan Prabowo Subianto, Ganjar selalu berada di atas. 

Dua calon presiden, Anies dan Prabowo, sudah pasti akan maju ke pemilihan presiden. Anies didukung oleh Partai Nasdem dan, beberapa hari lalu, oleh PKS. Kabarnya Partai Demokrat juga akan mengusung Anies namun sampai sekarang belum ada deklarasi dari partai tersebut. 

Prabowo Subianto sudah lebih dahulu mengumumkan pencalonannya. Prabowo, yang sudah tiga kali maju sebagai Capres dan Cawapres, didukung partainya sendiri, Gerindra, dan PKB. Koalisi ini sudah cukup memenuhi syarat untuk menjadi calon presiden. 

Tinggal Ganjar. Seharusnya Ganjar didukung oleh PDIP, partai terbesar dan satu-satunya partai di DPR yang memiliki kursi yang cukup untuk mencalonkan capres tanpa harus berkoalisi dengan partai lain. Ganjar adalah kader PDIP. Seluruh karir politiknya dibangun di partai ini. 

Dukungan lain untuk Ganjar diharapkan datang dari partai-partai Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Ini adalah koalisi antara Partai Golkar, PPP, dan PAN. Ketiga partai ini adalah pendukung Presiden Jokowi. 

Selain itu, kelompok-kelompok relawan pendukung Jokowi juga diharapkan akan menyokong Ganjar sebagai calon presiden. 

Namun semua itu belum terjadi. 

PDIP sampai saat ini belum secara resmi mendeklarsikan pencapresan Ganjar. Sekalipun Ganjar sangat populer di kalangan kader-kader PDIP. Megawati Sukarnoputri hingga saat ini mengelak mendeklarasikan dukungan kepada Ganjar. 

Sementara, KIB serta para relawan Jokowi tidak bisa begitu saja memberi dukungan kepada Ganjar karena itu berarti berkonfrontasi dengan PDIP. 

Untuk menjadi presiden, Ganjar membutuhkan integrasi dua kekuatan ini. Ganjar membutuhkan infrastruktur PDIP karena inilah partai yang rapi organisasinya dari atas hingga ke bawah. 

Penundaan deklarasi dukungan dari PDIP ini, menurut hemat saya, akan berakibat fatal. Dalam politik ada yang namanya "momentum." Bila Anda sudah berada pada iklim politik pasang, maka akan makin mudah untuk Anda membangun kekuatan dan membesarkannya. Momentum politik adalah akselerasi kekuatan. 

Anies Baswedan sedang memperlihatkan momentum itu. Anies membombardir publik dengan catatan-catatan prestasinya semasa menjadi Gubernur DKI. Tim-nya bisa menyemir fakta, mengajukan data-data alternatif, dan membangun citra positif atas kandidat dukungannya. Itulah gunanya kampanye.  

Momentum Anies juga mengundang para oportunis untuk bergerak mendukungnya. Dia akan makin membesar. Orang sudah mulai lupa akan apa dan siapa Anies Baswedan. Atau mereka sudah mulai melihatnya dalam kacamata lain. Ada beberapa nama yang dulu sangat anti dengan Anies sekarang sudah mulai merapat mendekatinya. Kekuasaan itu seperti nektar untuk lebah. 

Momentum Anies jelas mengkhawatirkan para pendukung Ganjar. Yang lebih kuatir adalah mereka yang bukan 'hard-core' dari Ganjar seperti kelompok-kelompok kepentingan yang punya pertaruhan untuk presiden yang baru nanti. 

Kelompok-kelompok ini jelas melihat dengan cemas kebuntuan Ganjar menghadapi PDIP. Mereka tidak bisa bergabung dengan Anies karena alasan-alasan ideologis maupun pertentangan masa lalu. Kelompok dan kekuatan politik ini mulai mencari alternatif. 

Disinilah Prabowo Subianto mendapat tempat. Prabowo menjadi alternatif atas kebuntuan Ganjar. 

Kelompok seperti "Jokowi Mania" (JokMan) misalnya, setahun lampau mendeklarasikan dukungannya terhadap Ganjar degan membentuk Ganjar Mania. 

Namun setelah melihat perkembangan, mereka segera berganti kaos dan mendukung Prabowo Subianto. Tidak peduli bahwa Prabowo adalah capres yang mereka risak (bully) hampir setiap hari sejak 2014. Dan para maniak politik ini cepat berganti kaos dengan membentuk Prabowo Mania. 

Kelompok pendukung Jokowi lainnya juga mulai goyah. Aliansi 18 kelompok pendukung Jokowi yang menamakan diri "Projo" menggelar Musyawarah Rakyat (Musra) di seluruh Indonesia. Ganjar seharusnya menang mutlak di kalangan pendukung Jokowi ini. 

Namun Prabowo rupanya juga makin populer di kalangan relawan Pro-Jokowi ini. Prabowo bahkan menang di Musra yang digelar di Yogyakarta. Ia kompetitif melawan Ganjar di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ini adalah dua provinsi dimana Ganjar harus menang di atas 60%. 

Mengapa PDIP masih tetap tidak mau menyatakan dukungan kepada Ganjar? Ini yang masih menjadi teka-teki. Saya mendengar dari orang-orang PDIP bahwa partai mereka pasti akan mendukung Ganjar. Pengumuman untuk itu akan dilakukan antara Juni atau Juli nanti. 

Namun ini juga belum pasti. Menunggu sampai Juni atau Juli, dalam politik itu bisa berarti penantian berabad-abad. Bila menunggu hingga Juni, Anies dan Prabowo akan terus menerus mempercepat momentumnya. Saya kira, kedua capres ini tidak akan terkejar oleh Ganjar. Dengan kata lain, a coda to Ganjar Pranowo's candidacy

Ada juga penjelasan lain yang saya dengar. PDIP ingin mendapatkan konsesi lebih banyak dengan penundaan deklarasi Ganjar. Ini melihat pengalaman dengan Jokowi, yang walaupun kader PDIP (baru masuk ketika dia mau jadi walikota Solo), tidak bisa dikontrol oleh PDIP. Penundaan deklarasi ini adalah untuk mendapat konsesi dari partai-partai dan kelompok-kelompok yang mendukung Ganjar. 

Saya kira, ini pun bisa jadi blunder politik. Semakin lama deklarasi ini ditunda, semakin jauh Ganjar (dan PDIP) akan tertinggal. Dan itu sulit untuk dikejar. 

Boleh jadi PDIP tidak terlalu kuatir akan siapapun yang menjadi presiden nantinya. Ini tergantung dari hasil gugatan di Mahkamah Konstitusi tentang sistem pengisian kursi DPR nantinya. 

PDIP menginginkan sistem proporsional tertutup dimana partai yang akan mengalokasikan kursi. Jika ini terjadi, PDIP bisa memperoleh sekitar sepertiga kursi DPR. Siapapun presidennya, partai ini tetap punya kekuatan.  

Penundaan deklarasi ini menimbulkan banyak spekulasi dan desas-desus. Salah satunya adalah bahwa Megawati merasa berhutang tiga kali kepada Prabowo. Kali ini, untuk membayar hutang itu, Megawati akan mendukung Prabowo dan memasangkannya dengan Puan Maharani. Ganjar praktis tidak masuk hitungan disini. 

Selain itu, ada juga perhitungan hubungan antara Megawati dan Jokowi. Kedua politisi ini, sekalipun satu kubu, memiliki kepentingan yang sangat berbeda. Bisa dikatakan bahwa "lawan" terbesar Jokowi dalam politik adalah Megawati. Sementara, rintangan terbesar Megawati adalah Jokowi. 

Jokowi 2.0 tidak sama dengan Jokowi 1.0 yang menjadi presiden pada 2014. Ini adalah orang yang sama dengan kepentingan politik yang sama sekali berbeda. Jokowi 2.0 juga sudah mulai mengamanan kepentingan politik dinastinya. Ini terlihat dari anak, dan menantunya yang mulai mencari kedudukan politik. Kabar terakhir adalah anak bungsunya akan terjun ke politik. 

Kepentingan Megawati dan Jokowi bisa jadi bisa terjembatani lewat ... Prabowo Subianto. Sehingga, akan sangat menarik untuk memperhatikan kemana Kaesang akan berlabuh. Anak dan menantu Jokowi yang sudah lebih dulu masuk politik bergabung dengan PDIP. Akankah Kaesang bergabung juga ke PDIP? Saya mendengar spekulasi bahwa ia akan bergabung ke Gerindra. 

Jika ini terjadi, tiket Prabowo-Puan kemungkinan besar akan naik sahamnya. Jokowi dan dinastinya akan berada dalam proteksi politik yang lebih kuat. 

Kesimpulan:

Megawati dan PDI-P tidak memiliki insentif untuk menyatakan Ganjar sebagai calon pilihan mereka terlalu dini. Penundaan itu adalah alat tawar-menawar mereka, terutama terhadap Jokowi dan para pendukungnya.

Ini bisa dibilang membuat Ganjar terjebak di tengah. Dia tidak bisa kehilangan dukungan baik dari partainya atau pendukung presiden. Namun semakin lama penundaan, semakin buruk momentumnya ke depan, karena Prabowo dan Anies terus menarik lebih banyak perhatian dan dukungan. Dalam skenario terburuk, Ganjar berisiko kehilangan pencalonannya sepenuhnya.

(*Sumber: fb penulis)
Baca juga :