[PORTAL-ISLAM.ID] Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, minta pemerintah mengevaluasi izin operasional PT. Gunbuster Nickel Industry (GNI) menyusul terjadinya bentrok antarkelompok karyawan pada Sabtu (14/1/2023) lalu. Bentrokan itu menyebabkan seorang pekerja lokal dan seorang pekerja asing tewas.
Menurut Mulyanto, pemerintah jangan sungkan mengambil tindakan tegas kepada PT. GNI karena lalai menjamin keamanan, keselamatan kerja karyawan, sehingga terjadi kebakaran tungku smelter yang menewaskan dua orang pekerja pada Desember 2022 silam.
"Pemerintah jangan menganggap remeh bentrok yang menewaskan dua orang karyawan tersebut. Karena bisa jadi hal tersebut dipicu oleh masalah yang lebih mendasar. Bukan semata-mata karena salah paham antarkelompok pekerja. Apalagi bentrok ini terjadi setelah terjadi insiden kebakaran dan mogok kerja pegawai," kata anggota dewan dari Fraksi PKS itu, Senin (16/1/2023).
"Pemerintah harus tegas dan adil menyikapi bentrok berdarah ini. Hukum harus ditegakkan agar semua pihak mendapat keadilan sebagaimana mestinya," tambahnya.
Karena itu ia mendesak pemerintah mencabut Izin operasi smelter PT. GNI, kemudian dilakukan audit keseluruhan, termasuk teknologi yang digunakan di smelter itu.
"Yang juga kita khawatirkan adalah pabrik ini mengadopsi sistem teknologi usang; komponen peralatan yang berkualitas rendah; serta manajemen teknologi yang beresiko tinggi dan membahayakan bagi pekerja dan masyarakat," ujar Mulyanto.
"Bila ini terbukti, maka artinya pihak manajemen PT. GNI lalai menjamin keamanan dan keselamatan kerja karyawan, karenanya sudah sepatutnya Pemerintah mencabut izin usaha perusahaan tersebut secara permanen," lanjutnya.
Diberitakan sebelumnya, bentrokan di PT GNI awalnya dipicu aksi mogok pekerja terkait kesehatan dan keselamatan kerja serta kesejahteraan karyawan. Lalu, pekerja juga menuntut PT GNI membuat peraturan perusahaan dan beberapa hal lain.
Belum mencapai kesepakatan, dua pekerja tewas pada Desember 2022 akibat kecelakaan kerja. Keduanya meninggal terbakar diduga akibat ledakan tungku di smelter 2.
Peristiwa itu kian memicu pekerja mendesak perusahaan segera memenuhi tuntutan mereka.
Pada Jumat (13/1/2023), pihak perusahaan dimediasi aparat keamanan untuk bertemu dengan perwakilan pekerja. Namun, pertemuan itu belum mencapai titik temu hingga Sabtu.
Akhirnya, pada Sabtu pagi dan malam, pekerja PT GNI mogok dan berujung bentrokan dengan pekerja asing.
Keributan dimulai saat salah satu pekerja asing menganiaya seorang tenaga kerja lokal. Sebab, sebagian pekerja yang melakukan mogok memaksa pekerja lain untuk ikut dalam aksi mereka.
Penganiayaan itu berbuntut saling lempar batu antara pekerja asing dan lokal. Awalnya, keributan terjadi di lokasi truk jungkit, lalu berpindah ke lokasi smelter 1 dan 2.
Pada Sabtu malam, saat pergantian pekerja, aksi mogok kembali terjadi sebagai buntut peristiwa siang hari.
Aksi mogok pada malam hari itu kembali memicu keributan. Para pekerja saling lempar dan merusak kendaraan roda dua yang terparkir.
Keributan itu memuncak pada pukul 21.00 Wita saat massa dari arah Desa Bunta menyerang Pos 4 dan merusak serta membakar sejumlah kendaraan.
”Saling serang antarpekerja tak terhindarkan. Keributan baru bisa dilerai dan aparat menguasai keadaan sekitar pukul 02.15 Wita,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sulteng, Komisaris Besar Didik Supranoto di Palu, Minggu (15/1/2023) dilansir dari Kompas.id.
Berdasarkan data Polda Sulteng, bentrokan ini menyebabkan dua pekerja meninggal. Nama korban meninggal belum diketahui.
Akan tetapi, satu orang adalah pekerja lokal dan satu lainnya pekerja asing. Selain itu, sebanyak tujuh kendaraan dan alat berat juga dibakar massa.
Selain kendaraan, seratus kamar mes pekerja ikut rusak dan dibakar. Pihak PT GNI belum memberikan pernyataan terkait tuntutan maupun bentrokan antarkaryawan pada Sabtu kemarin.
Namun, berdasarkan surat Nomor 12/Eksternal/HRD/GNI/Site/I/2023 yang dikirimkan kepada Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Morowali Utara, perusahaan mengatakan berkomitmen melaksanakan prosedur K3.
Dalam surat tertanggal 13 Januari yang ditandatangani Head of HR Department PT GNI Muknis Basri Asegaf, perusahaan menyatakan akan melengkapi kebutuhan APD karyawan.
Soal aturan perusahaan dan juga hak-hak karyawan, pihak perusahaan juga menyatakan akan mematuhi aturan ketenagakerjaan. Beberapa tuntutan lain juga dinyatakan akan diupayakan oleh pihak perusahaan.
Mengenai tuntutan terhadap hak-hak pekerja yang menjadi korban hingga meninggal dunia karena kecelakaan kerja, perusahaan mengatakan telah memenuhi hak mereka bahkan melebihi aturan yang ditetapkan.
[Sumber: KompasTV]