[PORTAL-ISLAM.ID] Perang urat syaraf dalam dinamika politik menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sudah dimainkan.
Arahnya memang belum ada bentuk dan wujud pasti. Siapa yang dijagokan, dan koalisi partai mana yang sudah menetapkan pasangan calon.
Namun kode-kode lapangan sudah tergambar sejak beberapa hari terakhir. Ini semacam tes ombak, merangkum reaksi publik.
Start mesin mulai dipanaskan dapat dicermati dari geliat Rapimnas Partai Demokrat. Hasilnya cukup membuat riuh. Sampai-sampai politisi PDI Perjuangan menanggapinya.
Sejalan dengan itu muncul pula gerakan sebar koran. Koran edisi khusus Anies Baswedan yang berceceran di salah satu masjid di Kota Malang.
Dua konten viral soal AHY yang menguliti Presiden Jokowi soal ‘gunting pita’ dan koran edisi khusus ‘Mengapa Harus Anies’ muncul setelah wacana Prabowo Subianto akan dipasangkan dengan Joko Widodo (Jkw).
Nah, sekarang beredar narasi Political Brief. Apa itu?
Ini semacam skenario yang cukup menohok dari skema Pilpres 2024. Meski political Brief masih diragukan kebenarannya.
Berikut ini tujuh political brief yang kabarnya juga sudah beredar ke mana-mana.
1. Skenario besar yang dijalankan trio king maker JK-SP-SBY adalah:
a. Mendorong tiga koalisi yg ada mencalonkan pasangan masing-masing, jika gagal upayakan setidaknya terdapat dua pasang.
b. Mengupayakan GP tidak dicalonkan dari koalisi manapun.
c. Pendukung jkw dikondisikan untuk jadi floating mass sehingga bisa ditarik kemana saja.
d. Serangan politik ke Jkw terus dilakukan agar yang bersangkutan tidak efektif jadi king maker dan abstain atau netral di 2024.
BACA JUGA:Gibran Tanggapi Mulut AHY yang Jagokan Prestasi Bapaknya dengan Jokowi
2. Untuk dorong tiga calon, JK dukung AH jadi capres. SP berikan dukungan majunya PM dari PDIP.
Jika umpan ini diambil oleh timses AH dan PM maka 2024 akan jadi killing ground KIB dan PDIP, tidak hanya capres dukungan akan kalah namun coattail effect akan seret turun suara dan kursi anggota KIB dan PDIP.
Skenario ini cukup efektif bagi internal PDIP karena elit partai sedang berlomba dekati calon pengganti MS, salah satunya PM.
Cara paling efektif adalah terus dukung dan yakinkan PM sebagai capres meski elektabilitas dan dampak elektoralnya negatif. Apalagi PM meyakini menjadi presiden adalah birthright.
3. Jika AH dan PM berhasil dipancing untuk jadi capres, simulasi yg dilakukan perlihatkan mereka akan rontok di putaran pertama. Di putaran kedua akan bertanding AB dan PS.
Berdasar pengalaman di Pilkada DKI, timses AB yakin dapat perbesar koalisi lebih besar dari PS. PDIP dalam putaran kedua kemungkinan akan mendukung PS.
Pemilih suara nasionalis dan pendukung Jkw akan kecewa dan kemungkinan golput. Ini kondisi ideal yang diharapkan timses AB.
4. Permainan akan berubah drastis jika GP dicalonkan oleh salah satu koalisi karena GP berpotensi galang suara Jkw, nasionalis, minoritas, dan adat.
5. Timses AB menyiapkan grand coalition dari berbagai spektrum politik.
Yakni Islam transnasional (wahabi, IM, ISIS), islam nusantara, nasional, perwakilan kelompok minoritas, mirip dengan yg dilakukan SBY.
Dalam koalisi itu islam transnasional berharap dapat konsesi kementerian strategis dan proyek untuk jalankan proyek ideologis mereka, seperti era SBY.
6. Secara internal masih terdapat ketidaksepahaman siapa yg menjadi capres AB atau AHY.
AB andalkan JK untuk lobby SBY dan kompensasi kekurangan AB dengan lobby ke dunia internasional dan bisnis.
7. Serangan politik ke Jkw akan terus diintensifkan agar kebijakan dan program yg dilaksanakan mendapat persepsi negatif sehingga capres yg akan teruskan kebijakan dan program Jkw tidak dapat dukungan publik.
Sebaliknya terbuka kemungkinan bagi capres yg akan ubah sesuai deal dengan oligarki yang selama ini dirugikan.
Sampai saat ini belum diketahui sumber pasti siapa atau pihak mana yang menarasikan Political Brief 2024. Apakah ini bocor? atau sengaja dihembuskan pihak tertentu.
Terkait dengan isu yang beredar menjelang Pilpres 2024 dewasa ini, pengamat politik Adi Prayitno mengatakan Pilpres 2024 telah di-setting dua pasangan calon presiden ini pernyataan politik biasa menjelang pemilu.
“Jelang tahun politik biasa menghangat. Soal statmen adanya settingan Pilpres 2024 dua paslon, faktanya Pilpres 2014 dan 2019 juga dua paslon. Tapi tak ada yang menuding itu hasil settingan,” jelasnya.
Soal siapa paslon sambung Adi, ini merupakan dinamika dan menjadi urusan partai politik. Skema dan konfigurasi politik yang dibangun secara langsung dan tidak langsung akan dimaknai beragam oleh publik termasuk lawan yang berseberangan.
“Jadi ga perlu baper. Politik itu soal kuat-kuatan elite partai meyakinkan partai lain untuk bikin poros politik. Ya katakanlah ini hukum alam yang tak bisa dibantah,” katanya.
Menurut dia, yang ramai itu karena ada tuduhan bahwa paslon 2024 hasil rekayasa dan settingan. Padahal, partai itu sangat otonom dan sulit diintervensi siapapun. Buktinya sekarang sudah mulai bermunculan poros koalisi politik yang beragam. [disway]