Ini bukan lucu, tapi ironi kondisi keagamaan

Beberapa peristiwa menarik ketika berinteraksi dengan masyarakat.

1. "Shalat Jum'at itu khutbahnya setelah shalat atau sebelum shalat ya?"
Yang bertanya adalah seorang guru di sebuah sekolah menengah atas.

2. "Saya gak pernah shalat kalau sedang sakit, karena kalau kena air dingin banget, makanya gak bisa wudhu. Saya gak dosa kan?"
Yang bertanya adalah seorang dosen bahasa Inggris di salah satu universitas swasta.

3. "Kadang saya gak cebok kalau BAK dan langsung wudhu, wudhu saya sah gak ya?"
"Emang wudhu boleh pakai air laut?"
Yang bertanya adalah seorang lulusan sekolah Pascasarjana (S2).

4. Ketika saya bertanya jumlah rakat shalat dzuhur kepada beberapa anak SMA, jawabannya bervariasi, 3, 5, dan 6. Meskipun ada juga yang Alhamdulillah menjawab dengan benar, 4 rakaat. Namun ketika ditanya sudah shalat Dzuhur? Jawabannya belum. Kemarin shalat Dzuhur? Gak. Kapan terkahir malaksanakan shalat Dzuhur? Sambil tertawa cengengesan, jawabannya sudah lupa karena sudah lama banget.

Tentu ini tidak lucu, ini adalah ironi.

Namun yang lucu adalah, para da'i justru tampak sibuk berdebat masalah khilafiyah di sosial media.

Dan lebih lucu lagi, saya bagian dari yang sering terpancing berdebat itu.

(Oleh: Jenjang Waldiono)
Baca juga :