5 Ciri Orang Yang Mendapat Hidayah Setelah Bertaubat: Deddy Corbuzier Termasuk?

LIMA CIRI ORANG YANG MENDAPAT HIDAYAH SETELAH BERTAUBAT: DEDY CORBUZER TERMASUK?

Oleh: Dr. Moeflich H. Hart 

Ramai sekali pembicaraan orang tentang Dedy Corbuzer yang dianggap taubatnya belum benar. Kita tinggalkan dia. Kita bahas umum saja tentang bagaimana taubat yang benar karena ini menyangkut seluruh kita bernama manusia. 

Banyak orang merasa, mengakui atau menjalani pertaubatan dalam hidupnya. Orang yang bertaubat telah berubah hidupnya menjadi orang baik dan benar. Berubah dari tidak mengenal agama menjadi tahu agama, hidupnya menjadi relijius dan banyak ibadah. Ia sudah merubah masa lalunya yang buruk dengan masa depannya yang cerah dan lebih baik. 

Bagaimana ciri-ciri orang yang telah mendapat petunjuk dari kehidupan yang buruk atau salah sebelumnya? Inilah LIMA CIRI orang yang mendapat hidayah setelah bertaubat. Lima istilah dalam ILMU HIKMAH LIMA ini adalah simbol dari kondisi pertaubatannya. 

Pertama, Tahu

Ia tahu persis apa saja dosa-dosa dan kesalahannya di masa lalu, juga tahu bahwa itu semua salah. Ia sering mengingatnya dan tidak ingin mengulanginya lagi. Ia mengakui dan tahu bahwa semua itu salah dan ia menyesal telah melakukannya. Itulah tahu. Kalau seseorang tidak tahu apa saja dosa-dosa dan kesalahannya di masa lalu, berarti ia belum mendapat petunjuk dari Allah SWT.

Kedua, Malu

Setelah tahu, ia malu mengingat dan mengenangnya. Ia tak ingin itu dibicarakan lagi, diungkap lagi dst. Ia ingin menutup masa lalunya yang kelam, yang buruk, yang ia sesali. Ia merasa malu setiap hal itu diungkapkan dan bertekad menggantinya dengan masa depan yang lebih baik. Makanya, ia tidak suka hal itu dibicarakan dan disebut-sebut lagi. Cukuplah itu sebagai ingatan dirinya. Ia ingin putus dan bercerai dengan masa lalunya yang buruk. Orang seperti ini benar telah mendapat petunjuk. 

Malu adalah ciri adanya iman dalam hati: Sabda Rasulullah SAW: “Al-Hayyu minal iman” (Rasa malu adalah bagian dari iman). Orang yang kehilangan rasa malu menunjukkan tidak ada iman dalam hatinya. Sesungguhnya, hampir semua dosa, kemaksiatan dan kedurhakaan dilakukan karena tiadanya atau hilangnya rasa malu dalam diri. Abu Ali Rudbari mengatakan: “Segala sesuatu ada penegurnya, dan penegur hati adalah rasa malu.” 

Ada sebagian orang yang mengakui telah mengalami pertaubatan, tetapi ia tidak terlihat malu dengan masa lalunya, malah seperti bangga bahwa dulunya ia seperti itu: mungkin mantan preman, mungkin mantan pemalak, mungkin mantan penjahat besar, mungkin mantan pejabat koruptor, mungkin mantan tukang main perempuan atau mantan PSK yang telah berzinah dengan sekian banyak laki-laki dsb. Bukannya malu, ia malah bangga dengan kekotorannya di masa lalu, bahwa dulunya ia pernah jadi ini jadi itu yang konteksnya negatif. 

Bila ada orang bertaubat tapi tidak merasa malu dengan masa lalunya, itu indikasi ia belum mendapat petunjuk atau taubatnya belum benar. Ia harus menyempurnakan pertaubatannya. Bagaimana seseorang akan merubah akhlak dan perilaku menjadi baik, bila ia tidak merasa salah dan merasa malu dengan masa lalunya yang kelam?

Ketiga, Haru 

Seteleh merasa malu, ciri orang yang mendapat petunjuk setelah sesat adalah haru, yaitu hatinya mudah terharu, mudah tersentuh. Bila melihat dan mengingat hal-hal yang negatif, bila melihat orang kesulitan dan butuh pertolongan, bila melihat orang miskin dan teraniaya, atau bila melihat orang yang masa lalunya seperti dia, yang gelap dan kelam dst, ia mudah terharu dan tersentuh hatinya. Sifat mudah terharu ini secara psikologis adalah dampak dari pertaubatannya, dampak dari penyesalannya, bahwa ia sendiri telah melakukan hal-hal yang buruk di masa lalunya. Ada orang yang telah mengakui bertaubat tapi hatinya masih keras. Tidak tersentuh oleh hal-hal yang menyedihkan, oleh hal-hal yang mendekatkan pada dosa dan kemurkaan, belum tersentuh oleh hal-hal yang menyentuh hati, hatinya belum lembut. Ini adalah indikasi bahwa pertaubatannya belum benar, hatinya belum hidup, hatinya belum basah oleh kesadaran.
 
Keempat, Pilu 

Ciri keempat adalah pilu. Pilu hatinya mengenang masa lalunya yang buruk. Ia menyesal mengapa hal itu terjadi pada dirinya, mengapa ia dulu seperti itu dst. Pertaubatannya benar-benar memilukan, wajahnya merintih dan menimbulkan rasa kasihan bagi yang melihatnya karena penyesalan yang tak henti-hentinya sambil menangis. Sering melamun dan bersedih. Sering menangis karena sangat menyesal. Air matanya selalu membasahi pipi. Wajahnya seperti kusut dan tidak cerah. 

Ada sebuah kisah di bawah ini, seorang yang perilakunya biadab dan tidak berperikemanusiaan, sampai-sampai Rasulullah pun mengusirnya, tapi karena pertaubatannya sungguh-sungguh dan sangat memilukan, hingga akhirnya diampuni juga oleh Allah yang Maha Rahman Rahim.
 
Tersebutlah pada suatu hari dalam keadaan menangis, Umar bin Khattab bertandang ke rumah Rasulullah saw. “Apa yang menyebabkan engkau menangis, wahai Umar?” tegur Rasulullah saw.
“Di depan pintu ada seorang pemuda yang kondisinya benar-benar memprihatinkan wahai Rasulullah!” jawab Umar. “Ia menceritakan sesuatu, sehingga membuat hatiku pilu. Dia menangis terus-terusan dan aku tidak bisa menghiburnya sama sekali.”

“Kalau begitu, suruh dia masuk kemari!” saran Rasulullah saw. “Siapa tahu, nanti hatinya akan terobati.”
Umar pun langsung melangkah keluar untuk menyuruh orang tersebut masuk ke dalam rumah dan mempersilahkan duduk di samping Rasulullah saw.
“Siapa namamu?” tanya Rasulullah saw.
“Nama saya Mudznib, ya Rasulullah,” jawabnya.
“Apa yang menyebabkan engkau bersedih dan menangis seperti ini?”

“Saya telah melakukan dosa besar ya Rasulullah!” sahutnya spontan, “sehingga saya sangat takut membayangkan siksa di akhirat kelak yang tentu saja akan saya terima.”
“Apa engkau telah menyekutukan Allah?” Kata Rasulullah lagi yang belum tahu dosa apa yang dimaksud.
“Bukan,” jawab pemuda tersebut. “Bukan itu, ya Nabi saw!”
“Lantas, apakah engkau telah membunuh orang dengan tanpa alasan yang jelas?”
“Juga bukan itu ya Nabi saw!”

“Bila demikian, insya Allah Tuhan masih bisa mentolerir dosamu itu kendatipun sepenuh tujuh langit dan tujuh bumi serta ditambah semisal gunung yang ada di muka bumi ini,” sahut Rasulullah saw memberi harapan.
“Akan tetapi dosa saya lebih besar daripada langit, bumi, dan gunung yang engkau sebutkan itu ya Rasulullah,” tandas pemuda itu.

“Apakah dosamu lebih besar daripada Kursi (kekuasaan Allah)?” tanya Rasulullah heran.
“Bahkan dosaku itu lebih besar lagi, ya Rasulullah!”
“Lalu apakah dosamu tersebut lebih besar daripada ‘Arsy Allah?”
“Dosaku itu masih lebih besar daripada ‘Arsy Allah!”
“Lalu, apakah dosamu itu juga lebih besar daripada rahmat Allah sebagai Tuhanmu?” potong Rasulullah saw.
 “Saya pikir, tentu saja masih besar rahmat Allah!” jawab pemuda ini merenung.

“Ketahuilah, tandas Rasulullah SAW, sesungguhnya tidak ada yang akan mampu mengampuni dosa-dosa besar selain Allah Yang Maha Rahman dan Rahim. Dialah Allah Yang Maha Besar serta besar pula ampunan-Nya.”
“Bolehkan saya tahu apakah dosamu itu?” tanya Rasulullah saw kemudian.
“Sebenarnya saya sangat malu untuk menceritakannya, ya Rasulullah!” jawabnya seraya menunduk.
“Coba, sekarang ceritakan apa dosamu itu?” tukas Rasulullah saw dengan bijak.

“Ya Rasulullah!” jawab si pemuda itu sambil sangat malu. “Selama tujuh tahun saya ini telah melakukan perbuatan maksiat. Yakni apabila ada seseorang yang meninggal dunia, lalu dikuburkan, maka segera saja kugali lagi kuburan itu untuk kaumbil kain kafannya. Hingga akhirnya pada suatu hari ada seorang gadis yang mati dalam golongan kaum Anshar. Saat dia dikuburkan, malamnya langsung kubongkar makamnya dan aku keluarkan lantas kuambil kain kafannya. Sejenak kemudian, aku pun beranjak untuk pergi meninggalkannya,” tutur pemuda itu lebih lanjut. 

“Namun, rupanya syetan berhasil merayuku. Lantas, aku pun kembali mendekati mayat gadis itu lagi lalu kusetubuhi beberapa kali. Baru setelah puas, dia kugeletakkan begitu saja. Tapi anehnya, belum sampai aku melangkah jauh, tiba-tiba mayat gadis itu berdiri seraya berteriak: “Celakah kau wahai biadab! Apakah engkau tidak merasa malu kepada Allah Yang Maha Membalas, dimana Dia akan menaruhkan kekuasaan-Nya, untuk memutuskan keadilan bagi orang-orang yang teraniaya terhadap mereka yang menganiaya. Apalagi engkau tinggalkan aku dalam keadaan telanjang berkumpul dengan kawan-kawanku yang telah mati. Dan engkau biarkan aku dalam keadaan berhadats menghadap Allah ‘Ajza wajalla.”

Mendengar cerita yang demikian dari pemuda tersebut, Rasulullah saw terkejut bukan main. Baliau tidak menyangka bahwa pemuda ini tega berbuat yang perbuatan sangat keji seperti itu. Rasulullah saw pun langsung bertariak: “Celaka kau!! Betapa rakusnya engkau memasuki dan memakan api neraka. Keluarlah dan menjauhlah dariku dengan segera, agar tidak ada siksaan yang akan ditimpakan Allah di tempat ini.”

Mengetahui reaksi Rasulullah saw seperti itu, pemuda tersebut akhirnya meninggalkan kediaman beliau. Hatinya terasa hancur. Ia merasa tak lagi ada harapan untuk meraih kebahagiaan lagi. Harapan satu-satunya yang ia rindukan sekarang adalah semoga Allah masih mau membukakan pintu taubatnya. Sebab tidak ada jalan lain yang dapat menghapus dosanya, kecuali ampunan dari Allah SWT.

Pemuda itu terus melangkah. Ia sengaja meninggalkan anak istrinya di rumah. Ia ingin menyendiri bertaqarrub (mendekatkan) diri kepada Allah. Ia mengembara selama 40 hari 40 malam seraya terus menyesali seluruh perbuatan-perbuatannya. Di malam yang 40-nya, ia menengadah ke langit seraya mengadukan nasibnya kepada Ilahi Rabbi.

“Ya Allah, wahai Tuhan Nabi Muhmmad, Tuhan Nabi Adam dan Hawa. Aku datang kepada-Mu untuk bertaubat. Betapa hinanya hamba-Mu ini, hamba-Mu yang penuh dengan lumuran dosa. Ya Allah kiranya Engkau membukakan pintu pengampunan bagi hamba-Mu ini. Seandainya Engkau masih mau menerima taubatku, aku mohon kiranya Engkau memberi tahu Rasulullah saw beserta para sahabat-sahabatnya. Namun bila tidak ada pintu maaf bagiku, kiranya akan lebih baik jika Engkau kirim saja api dari langit yang akan membakarku. Aku akan sanggup menerima apa pun hukuman yang akan Engkau timpakan pada hamba di dunia ini. Namun pintaku, hendaklah diri ini jangan Engkau bakar di akhirat kelak dengan neraka-Mu.”

Di saat pemuda ini bertaubat dan terus-menerus merintih mengharap ampunan dari Allah SWT dengan hati sangat pilu, di tempat lain, Rasulullah saw kedatangan malaikat Jibril seraya memberi salam kepada beliau. “Allah SWT menyampaikan salam untukmu ya Muhammad,” kata Jibril membuka percakapan.
“Dia-lah yang memberi keselamatan,” jawab Rasulullah. “Dan dari-Nya pula kesejahteraan datang serta pada akhirnya seluruh apa yang ada ini akan kembali.”

“Allah bertanya, ‘Adakah engkau yang menjadikan makhluk?” tanya malaikat Jibril.
“Dia-lah yang telah menjadikanku dan menjadikan mereka!” jawab Rasulullah.
“Adakah engkau yang memberi rizki mereka?”
“Bukan. Tapi, Dia-lah yang memberi rizki kepadaku dan kepada mereka!”
“Adakah engkau yang menerima taubat mereka?”
“Bukan. Melainkan Dia-lah yang menerima taubatku dan taubat mereka!”
“(Karena itu), Allah telah menyatakan, ‘Hendaknya engkau segera menerima taubat seorang pemuda di mana beberapa waktu yang lalu telah engkau usir. (Ketahuilah, bahwa sesungguhnya) Allah telah menerima taubatnya!” kata Jibril menjelaskan.

Setelah mendengarkan penjelasan malaikat Jibril seperti ini, Rasulullah pun segera memanggil para sahabat untuk mencari dan menemukan pemuda yang beberapa waktu lalu datang ke rumahnya. Sesudah ditemukan, segera saja pemuda ini diajak untuk menghadap Rasulullah saw, karena beliau berkenan bertemu dengannya. Tatkala sudah sampai di rumah Rasulullah saw dan menghadap beliau, segera dikabarkan kepadanya bahwa Allah telah menerima taubatnya. Mengetahui hal demikian, pemuda itu langsung bersujud syukur. Ia membuktikan sendiri bahwa Allah SWT benar-benar Maha Penerima Taubat bagi hamba-hamba-Nya yang ingin kembali ke pangkuan-Nya.” (Imam Musbikin, 2003)   

Kisah tersebut menceritakan perasaan pilu yang sangat memprihatinkan karena dibayangi dosanya di masa lalu, pilu karena sangat ingin taubatnya diterima oleh Allah SWT. Jadi, pilu yang sungguh-sungguh adalah syarat agar taubat kita diterima oleh Allah. Kondisi perasaan pilu menunjukkan ciri ingin bertaubat yang sungguh-sungguh dan kondisi sampai pilu seperti itu menunjukkan bahwa ia telah mendapat hidayah alias petunjuk setelah mengalami sesat. 

Maka, bila ada orang menyatakan dirinya sedang atau sudah bertaubat tapi sikapnya biasa-biasa saja, masih banyak bercanda dan tertawa, tidak tampak ada penyesalan dan kepiluan di wajahnya yang mendalam, tidak ada tangisan dan rintihan atas dosa-dosa dimasa lalu, menunjukkan taubatnya belum benar-benar karena tidak ada ekspresi pilu pada dirinya. 

Bagi orang yang bertaubat dengan sungguh-sungguh, dan merasa dosa-dosanya belum diampuni oleh Allah bagaimana mungkin hidupnya bisa tenang? Ia ingat akan kematian yang dosa-dosanya akan dibalas oleh Allah SWT. Perasaan pilu adalah ciri orang yang taubatnya sungguh-sungguh (taubat nasuha). Perasaan pilu adalah ekspresi yang seharusnya ada dalam pertaubatan. 

Kelima, Baru 

Terakhir, adalah baru. Ia masuk ke dalam lembaran hidup baru. Orang yang mendapat petunjuk setelah sesat, terlihat dari lembaran hidup barunya yang bersih, yang jauh berbeda dari masa lalunya. Hatinya, fikirannya, aktifitasnya, semuanya sudah berubah dan baru. Kesadaran agamanya tinggi, kedekatannya dengan Allah kuat dan hidupnya benar-benar merupakan lembaran hidup baru. Inilah cici-ciri orang yang mendapat petunjuk setelah sesat, indikasi orang yang taubatnya benar.
____

Untuk melihat Dedy Corbuzer dan banyak orang lain atau diri-diri kita sendiri, yang sudah merasa bertaubat, sudah mendapat petunjuk/hidayah atau belum, ukurlah dengan lima ciri tersebut. Semoga bermanfaat!!

(fb penulis)

Baca juga :