ATEIS INDONESIA
Oleh: Muhammad Nuruddin*
Orang Ateis Indonesia, yang saya lihat cukup aktif di media sosial, sependek yang saya pantau, ada dua orang. Satu, Luthfi Assyaukanie. Dua, Hasanuddin Abdurrakhman. Dua-duanya pernah jadi Muslim. Bahkan, setahu saya, sosok yang pertama terlahir dari lingkungan kiai. Aktif di komunitas JIL, bahkan menjadi salah satu pendiri komunitas itu. Dua-duanya sama-sama bergelar doktor. Sama-sama pernah jadi Muslim, dan sama-sama berpendidikan tinggi.
Kalau mereka berdua ditanya, apakah Anda berdua sudah menjadi Ateis? Dugaan keras saya, mereka akan berkata tidak. Nggak bakal mau ngaku. Tapi, kalau Anda mengikuti tulisan-tulisannya di media sosial—dan saya sudah cukup lama mengikuti tulisan keduanya—tak begitu sulit bagi kita untuk mengiyakan pertanyaan itu. Ada kesamaan yang merekatkan mereka berdua, yaitu suka menjelek-jelekkan agama, mengkritik dengan nada mengolok-ngolok, dengan bahasa-bahasa yang kadang jorok dan tidak sopan. Terutama Luthfi.
Kesamaan lainnya, dua-duanya sama-sama suka mengagung-agungkan sains. Dan itu dijadikan alat untuk menyangsikan keberadaan Tuhan, mengolok-olok agama, dan merendahkan para pemeluknya. Apakah ada di antara tulisan mereka berdua yang benar-benar menohok, dan sulit untuk dibantah, dalam konteks menafikan keberadaan Tuhan, dan menegaskan absurditas agama itu? Terus terang nggak ada, sih, kalau kata saya mah. Mau di Barat, di Timur, apalagi di Indonesia, jurus andalan orang-orang Ateis itu ya itu-itu aja. Dan jawabannya sudah berlimpah di rak-rak perpustakaan Muslim.
Dalam buku yang sedang saya tulis, yang niatnya mau saya beri judul, "Kritik Nalar Ateis", awalnya saya berniat untuk memasukan tulisan dua orang itu. Dan menyuguhkan bantahan-bantahannya. Pikir saya, lumayanlah supaya memberikan warna. Biar kalau mereka mengulang-ulang kembali pikiran serupa, pembaca sudah tahu cara menjawabnya. Tapi sayang, salah satu dari keduanya suka menghapus hasil tulisan-tulisannya itu. Misalnya jelek-jelekin agama nih. Pas saya liat lagi kok udah nggak ada. Entar menghilang dulu beberapa hari, pas udah nongol, eh jelek-jelekin agama lagi. Abis itu dihapus lagi. Terus aja kaya gitu.
Coba deh Anda amati tulisan-tulisan mereka berdua. Kadang saya suka ngerasa aneh sih. Mereka berdua ini nggak percaya Tuhan, nggak percaya agama, tapi kok yang dibicarain tuhan lagi, tuhan lagi, agama lagi, agama lagi. Kadang ada selingan bicara apa gitu. Tapi entar bicaranya kesitu lagi. Padahal, menurut mereka, itu nggak ada dan nggak penting. Kadang saya baca judul tulisan mereka yang baru nih misalnya. Pas baca judulnya, saya udah nebak-nebak, kayanya ini pasti deh ujung-ujungnya bicara tuhan dan agama. Eh bener. Ujung-ujungnya emang pengen jelek-jelekin agama. Pokoknya, bagi mereka berdua, Tuhan itu harus nggak ada. Setumpuk bukti rasional tampil sekalipun, bagi mereka tetep Tuhan itu harus nggak ada. Yang penting itu sains, sains, dan sains.
Agama itu nggak berguna. Yang berguna itu ya sains aja. Bikin geli nggak sih? Terus terang saya suka ngerasa begitu. Jangan harap orang beragama tertarik untuk mempelajari sains, kalau harus dengan cara menjelek-jelekkan agama. Kalau mereka jujur ingin mendidik publik agar mencintai ilmu pengetahuan, tanpa harus menjelek-jelekan agama pun, mereka bisa melakukan itu. Bahkan cara seperti itu jauh lebih bisa diterima. Tapi, tampaknya, cara semacam itu tidak membuat mereka puas. Tetap harus dengan cara menyingsingkan keberadaan Tuhan, dan menegaskan bahwa agama itu absurd, isinya cuma takahyul, dan merusak tatanan hidup umat manusia. Bikin ribetlah pokoknya.
Apa ada orang Ateis Indonesia lain selain mereka berdua? Sebenarnya masih ada sih. Cuma nggak begitu populer. Pengikutnya juga nggak begitu banyak. Pengaruhnya nggak begitu luas. Sementara dua orang ini pengikutnya banyak. Dan lucunya lagi ada yang kadang nggak sadar, bahwa mereka berdua ini menyebarkan paham-paham ateis. Ya itu mungkin karena mereka nggak pernah berterus terang dengan identitas aslinya. Berani menyebarkan paham, tapi nggak mau mengaku secara jujur. Kayanya orang Ateis di Indonesia kebanyakan kaya gitu deh. Nggak mau pada ngaku. Yang bikin saya heran, ternyata banyak juga yang satu aliran dengan mereka itu. Saya suka liat komen-komennya aja, kalau mereka update status.
Bahaya juga kan kalau dibiarin. Karena itu, jika ada di antara kawan-kawan di sini yang sempat menyimpan tulisan-tulisan mereka berdua, yang mereka sebarkan melalui dinding-dinding media sosial, dan Anda berharap bisa menemukan bantahannya, Anda bisa mengirimkannya ke inbox akun saya. Atau menuliskannya di kolom komentar. Niatannya mau saya masukkan ke dalam buku. Bukan tugas kita untuk kembali membuat orang Ateis beriman. Juga bukan hak kita untuk menghakimi bagaimana nasib mereka di akhirat kelak. Tugas kita cuma menjelaskan aja. Dan hanya Allah lah yang lebih tahu dengan isi hati mereka yang sesungguhnya. Demikian.
*fb penulis (19/02/2022)