Rektor UIN Yogya Minta Proses Hukum Dihentikan: Tolong Maafkan Hadfana Penendang Sesajen

[PORTAL-ISLAM.ID] Hadfana Firdaus, pria penendang sesaji di wilayah erupsi Gunung Semeru telah ditangkap polisi dan ditetapkan tersangka. Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta meminta atas dasar toleransi agar masyarakat memaafkan Hadfana yang pernah berkuliah di kampusnya itu.

"Saya Rektor UIN meminta warga Indonesia, pemerintah terutama Kabupaten Lumajang, tolong semuanya memaafkan saudara Hadfana Firdaus. Ini yang harus kita pegang pertama kali," kata Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Dr Phil Al Makin ditemui di UIN, Jumat (14/1/2022).

Al Makin menilai, warga Indonesia memegang teguh Bhinneka Tunggal Ika. Selain itu bangsa Indonesia terdiri dari bermacam-macam agama dan berbagai aliran kepercayaan di Indonesia sehingga harus hidup selaras dan harmonis.

"Maka kewajiban kita adalah memaafkan kepada saudara yang kebetulan mungkin khilaf mungkin keliru, menendang sesajen. Jika kita ingin memberi contoh yang baik yang pertama kita akan memberi contoh harus kita lapangkan dada kita, jika harus memberi tahu kita harus memberitahu dengan cara yang baik," ucapnya.

Oleh karena itu, Al Makin meminta kepada pihak-pihak terkait untuk memaafkan perilaku Hadfana Firdaus. Sebab, ia menilai banyak pelanggaran hukum yang lebih berat daripada yang dilakukan oleh Hadfana.

"Maka saya menyerukan kepada pihak yang berwajib baik kepada pemerintah dan kepolisian atau pihak-pihak yang berkait dengan hukum, tolong dimaafkan. Karena ini sangat penting bagi bangsa Indonesia dan bangsa Indonesia itu adalah bangsa yang sangat pemaaf," ucapnya.

"Jangankan cuma itu saja, banyak sekali yang melanggar aturan yang lebih berat dan jelas-jelas bertentangan dengan hukum dan merugikan negara itu saja dimaafkan, mari kita maafkan atas nama toleransi, keragaman, kebinekaan," imbuhnya.

UIN minta agar penghujatan terhadap Hadfana dihentikan

Selain meminta masyarakat memaafkan Hadfana, UIN juga meminta agar masyarakat tidak menghujat pelaku. Sekali lagi, Al Makin meminta hal itu atas nama keberagaman, toleransi dan kebinekaan.

"Berdasarkan toleransi, Pancasila, UU 45 tolong segera dihentikan penghujatan kepada yang bersangkutan. Jika kita memang bangsa yang baik, jika kita bangsa yang besar tolong beri contoh ke yang bersangkutan bahwa kita bangsa yang pemaaf," kata Al Makin.

Ia mengatakan hal ini bisa memberikan contoh dan pelajaran kepada Hadfana Firdaus tentang keberagaman dan perbedaan. "Bahwa berbeda itu tidak apa-apa," ucapnya.

UIN minta proses hukum dihentikan

Saat ini, Hadfana Firdaus telah diproses secara hukum. Namun, Al Makin mengatakan proses hukum ini tidak memberi contoh yang baik.

"Banyak sekali pelanggaran-pelanggaran di sekitar kita yang jauh lebih berat. Banyak sekali dari kelompok minoritas yang menderita karena kita sendiri dan ternyata tidak semuanya masuk ke pengadilan," bebernya.

Ia pun meminta agar proses hukum ini dihentikan dan masyarakat memaafkan Hadfana.

"Maka sungguh tidak adil jika hanya seorang saja mungkin khilaf kemudian diproses secara hukum bagi saya kurang bijak," katanya.

"Saya menyeru kepada pemerintah daerah, kepada kepolisian, kepada pengadilan jika bisa tolong dimaafkan dan tolong dihentikan," imbuhnya.

Aksi Hadfana tidak sesuai dengan pendidikan di UIN

Al Makin menyebut perbuatan yang dilakukan oleh Hadfana Firdaus dengan menendang sesaji itu tidak mencerminkan keberagaman. Pihaknya menyebut perbuatan Hadfana Firdaus jauh dari pendidikan yang diajarkan oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

"Jelas itu tidak sesuai dengan sikap kita. UIN ini punya tradisi yang kuat dalam dialog antaragama. Dari penelitian UIN peletak dasar kerukunan, peletak dasar toleransi yang mempengaruhi skala nasional. Ini tidak sesuai dengan core value kita," ujar Al Makin.

Di sisi lain UIN juga kecewa dengan adanya kasus ini. Namun, hal itu jangan sampai menjadi dasar untuk membunuh karakter seseorang.

"Ya kecewa pasti kecewa, bangsa Indonesia pasti kecewa. Tapi kekecewaan itu ya jangan lalu membunuh karakter seseorang," ujarnya.

Baca juga :