Perbudakan di Rumah Bupati Langkat

[Editorial Koran Tempo]
Perbudakan di Rumah Bupati Langkat

Kurang bejat apa lagi kelakuan Bupati Langkat, Sumatera Utara, nonaktif, Terbit Rencana Perangin-Angin. Setelah terjaring operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi, terungkap pria berusia 49 tahun itu pernah mengurung puluhan orang di belakang rumah pribadinya. Layaknya narapidana, orang-orang itu ditempatkan di dalam dua kerangkeng besi berukuran 6 x 6 meter yang telah dibangun sejak 2012.

Selain diduga menerima suap berkaitan dengan proyek infrastruktur, keberadaan kerangkeng manusia di rumah Terbit menunjukkan kejahatan lain dari bupati yang menjabat sejak 2019 itu. Aparat hukum harus mengusut tuntas kasus ini. Lembaga pemerhati buruh migran, Migrant Care, telah melaporkan Terbit ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia karena berpendapat dia melakukan praktik perbudakan modern.

Perbuatan Terbit mendirikan kerangkeng dan menerungku puluhan pria di dalamnya jelas melanggar hak asasi manusia. Dalih bahwa ruangan mirip bui itu dibangun sebagai tempat rehabilitasi korban pengguna narkotik dan kenakalan remaja tentu tidak dapat dibenarkan. Sebab, Undang-Undang tentang Narkotika hanya memberikan wewenang merehabilitasi pemakai narkotik kepada Badan Narkotika Nasional. Terbit tak bisa seenaknya mengurung orang. Apalagi dua kerangkeng itu ternyata dibangun tanpa izin.

Dosa Terbit semakin panjang karena sebagian dari orang-orang yang dikurung itu rupanya dipekerjakan di pabrik kelapa sawit miliknya. Tak ubahnya budak, mereka bekerja tanpa upah, dengan jam kerja berlebihan, tidak mendapat makanan yang layak, bahkan diduga mengalami penyiksaan.

Perbuatan merampas kemerdekaan orang dan mengeksploitasi mereka jelas melanggar Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lainnya yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia, yang telah diratifikasi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998.

Bersama Komnas HAM, polisi harus segera mengungkap kejahatan yang telah berlangsung selama satu dasawarsa tersebut. Pernyataan terburu-buru Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara Inspektur Jenderal R.Z. Panca Putra Simanjuntak, bahwa kerangkeng manusia itu dibangun atas niat baik sang bupati untuk merehabilitasi pecandu narkoba, sangat disesalkan. Selain tidak berempati dan tak berpihak pada korban, pernyataan itu menihilkan perbuatan tidak manusiawi Terbit.

Kapolda Panca semestinya mengevaluasi kinerja anak buahnya yang kecolongan mengendus praktik zalim di siang bolong itu. Sebab, warga sekitar sebenarnya sudah mengetahui adanya kerangkeng manusia di rumah Terbit.

Buruh yang bekerja di sektor perkebunan kelapa sawit memang rentan dieksploitasi. Kemiskinan dan posisi buruh yang lemah sering kali membuat mereka tak memiliki banyak pilihan dan tidak berdaya. Polisi harus membongkar tuntas praktik kejam di rumah Bupati Langkat itu sekaligus menunjukkan keseriusan negara menangani isu perbudakan tersebut.

*Sumber: Koran Tempo (26/01/2022)

Baca juga :