PERADABAN KALENG
Oleh: Ustadz Rendy Saputra
Melintas disebuah lini masa, postingan sahabat sholih menanyakan dengan nada satir, untuk apa tokoh agama pakai Rolex?
Saya sudah ijin menuliskan lengkap jawabannya. Dan untuk mashlahat, saya ijin tutup ID identitas akun beliau. Agar kita fokus pada isu saja. InsyaAllah sosoknya sholih, pejuang di jalan Allah juga.
***
Merespon seorang muslim yang memakai barang mewah, memang terdapat khilaf. Ada yang menganggap berlebihan, masuk kategori ishrof.
Namun untuk hal ini, saya pribadi condong pada pendapat boleh. Selama memang sumber dananya halal. Ya gak papa. Apalagi pemberian hadiah dari orang. Halal banget. Barang dingin. Harta dingin. Dikasih atas keridhoan.
Hal yang kemudian menjadi pertanyaan adalah untuk apa? Maka ijinkan saya menjawab dengan pengalaman membersamai sahabat yang jam nya Rolex, yang waktu demi waktunya dakwah.
***
Dakwah itu bicara ke hati, dan salah satu ikhtiar memasukkan konten ajakan kebaikan ke hatinya adalah... memastikan mereka mendengar dengan baik. Tidak cuma mendengar, tetapi juga memberikan perhatian penuh pada apa yang disampaikan. Bahasa kita sehari-hari : respect.
Terkadang konten dakwahnya benar, sosok yang menyampaikan benar, tetapi gak mendapat respect dari yang mendengar. Karena yang mendengarkan masih pada level "Peradaban Kaleng".
Saya lihat sendiri, karena saya membersamai sahabat saya dari mulai pakai sepatu biasa, sampai pakai sepatu LV. Dari pakai jam tangan biasa, sampai pakai Rolex. Beda memang.
Saat menemani beliau dengan "senjata dakwah" seadanya, tokoh-tokoh strategis yang harusnya di futuhat ke dakwah cuma ngasih perhatian setengah gas. Seringnya malah merendahkan, cuek, gak peduli.
Beda sama sekarang, semua orang dengar, karena hadir di parkiran pakai vellfire, HP samsung nya bisa kelipet-lipet, Iphone nya seri terbaru, jam Rolex, kemeja Verde, sepatu LV. Darrr.. langsung aja ngedengrin.
Saya sama sahabat saya kalo jalan-jalan biasa ya pakai sendal seratus ribuan. Kaos biasa. Pakai topi. Celana puluhan ribu. Tapi kalo mau perang penaklukan, ya senjata nya lengkap. Gitu sih.
Saya lihat sendiri kok, bagus aja beliau pakai Rolex. Komunitas pengusaha trilunan beliau tembus, artis beliau tembus, bisa inisiasi dorong pengusaha bangun masjid, bangun dakwah. Uangnya gak untuk beliau juga, beliau cuma provokasi. Bagus aja menurut saya.
Jadi kalo ditanya, untuk apa da'i atau toloh agama pakai Rolex, pada peradaban kaleng seperti zaman sekarang, saya rasa penting. Tentu tidak untuk semua Da'i, yang membutuhkan saja.
***
Segmen dakwah saya secara pribadi ada di anak-anak muda start up karir, lalu segmen takmir masjid, pengurus pondok, pengasuh-pengasuh entitas dakwah. Untuk saya pribadi : tidak perlu. Karena kalo pakai begitu, malah bisa nimbulkan hasad. Jadi saya putuskan nggak.
Pernah dikasih jam tangan bagus, saya geser lagi, gak tenang saya. Dan memang gak telaten sama barang juga. Kalo ada yang ngasih rolex, jelas saya jual, hehehe.
Kalo ada yang ngasih vellfire, saya jual lagi, jadiin beberapa Innova, kalo memang dikasih baru. Lumayan untuk mobil operasional masjid, jadi rent car produktif.
Jadi tergantung kebutuhan. Untuk sahabat saya yang penetrasi ke para artis, pengusaha, ya wajar dan harus lah beliau pake Rolex dan barang-barang mewah. Bagus aja. Gak usah dikritisi. Kita juga gak semua betah mau dakwah ke seleb sama pengusaha, jadi biar diwakilkan saja ke beberapa sahabat kita yang kuat.
***
Inilah Peradaban Kaleng. Kalo ngadepin orang biasa, judes, jutek, kasar, giliran ngadepin orang ber barang mewah, artis, orang beduit, selegram berjuta follower, sopannya ampun-ampun. Itulah manusia.
Manusia awam memang begitu, mengukur dari apa yang menempel. Menilai dari apa yang dipunya. Bukan dari kemuliaan adab dan akhlaq. Jadi kita memang harus pastikan para Da'i kita, agar hadir dengan izzah yang tinggi, ngadepin orang-orang awwam ini.
Saya berbai'at pada guru saya, ketika guru saya gak punya teman artis, direndahin orang, tinggal di kontrakan kecil yang perabotnya alakadar. Saya gak ngelihat apa yang menempel pada guru saya, saya melihat adab akhlaq beliau pada ummat.
Tapi kan yang kayak kita ya jarang, dominannya orang awwam ya melihat benda, melihat popularitas, melihat pake mobil apa, rumah dimana, segede apa, jadi ya wajar aja. Itulah fakta sosial alam dakwah ini. Terima saja.
Alhamdulillah segmen dakwah saya secara pribadi gak ngelihat kaleng-kaleng begini. Para kiyai pondok, para pengasuh entitas dakwah, alhamdulillah menghormati gagasan dan visi pemikiran, jadi saya bawa itu aja ke para kiyai. Nyemangatin para kiyai muda untuk develop entitasnya mssing-masing.
***
Ustadz Taqy Malik melelang Rolex nya, harga pasar seratus tujuh puluh jutaan, beliau lelang tembus semiliar lebih. Hasilnya untuk wakaf Masjid Kapal Munzalan Jogja.
Taqy beli Rolex dari usaha jualan shaffron. Ya halal saja. Boleh.
Dan bagus juga Taqy pakai Rolex, akhirnya bisa tembus bergaul ke golongan The Have, dan beliau mobilisasi dana wakaf dari temen-temennya, udah mau tembus tiga M-an mungkin. Lelang wakaf terus.
Toh akhirnya baik juga, kebaikan juga, berkah juga.
Maka kita sangka baik aja, apalagi sama-sama di alam filantropi dakwah. Kita gak bakal bisa kerja sendirian, dimana pun butuh berjamaah.
Kata UAS begitu, ada yang gerak melayani, ada yang nyari duitnya, klop. Sangka baik aja. Semua lagi kerja di pos masing-masing.
Gak usah julid, gak usah banyak komentar. Kerja aja terus ke Allah. Sangka baik ke saudara sendiri. Bismillah.
(fb)