TIGA LEVEL TOLERANSI BERAGAMA
Oleh: Prof. Moeflich Hasbullah
Toleransi beragama itu ada tiga level atau derajat kualitas:
PERTAMA, saling bantu dan saling ikut campur dalam urusan atau melaksanakan ajaran agama, saling hadir dan terlibat merayakan agama lain. Ini toleransi paling rendah. Yang non Muslim keyakinannya rendah dan tidak punya prinsip, yang Muslimnya juga sama. "Lakum dīnukum waliyadīn" dilanggar dan diabaikan, contoh Nabi dan para sahabat menolak saling ikut campur beragama dilupakan. Di umat non Muslim maupun Muslim, kelompok ini, sangat jarang atau sangat sedikit sekali. Dasarnya karena rendahnya penghayataan kebenaran agamanya, pada gamang dengan keyakinannya masing-masing, keduanya mengalami disorientasi. Ingin menunjukkan diri sebagai umat beragama yang baik tapi salah cara.
KEDUA, saling menjalankan agamanya masing-masing dengan aman, tidak saling ikut campur dan tidak saling mengganggu. Lebih tepatnya, ini disebut "toleransi sosial beragama." Ini toleransi yang umum. Menjalankan ini, anda adalah warga negara yang baik.
KETIGA, ini toleransi paling baik bagi Muslim, toleransi tertinggi dalam Islam. Apa? Mendakwahkan kebenaran Islam sebaik²nya kepada non Muslim (temannya, sahabatnya apalagi keluarganya, atau siapa saja yang tak kenal seperti sekarang banyak dilakukan oleh Muslim Eropa-Amerika di jalan-jalan dan di ruang-ruang publik) dengan hikmah, dialog yang baik dan sikap teladan (wajādilhum billatī hiya ahsan wal mua-idhatil hasanah) pada non Muslim, minimal hingga mereka merenung, terus mencari kebenaran, menguatkan keraguan mereka pada kesalahan agamanya dan meyakinkannya dengan Islam, apalagi sampai mengucaplan syahadat menjadi muallaf.
Melakukan ini, seorang Muslim telah membagikan kebenaran yang akan membuat mereka selamat. Bagi Islam, inilah toleransi beragama yang sesungguhnya. Muslim tidak egois dengan kebenaran yang mereka miliki tapi membagikan keyakinannya kepada saudara-saudara mereka yang belum mendapatkan petunjuk dan hidayah. Menjalankan ini, anda adalah Muslim dengan derajat yang tinggi di sisi Allah.
Tapi, ibarat poligami, kalau tidak sanggup, ya jangan. Kalau derajat iman, ilmu dan kapasitas kita belum sampai kesitu tak usah memaksakan diri, hasilnya akan sia-sia malah akan negatif. Ini umumnya derajat para wali. Seperti saya, cukup yang kedua saja, menjadi warga negara yang baik.
(fb)