[PORTAL-ISLAM.ID] Ucapan Presiden Jokowi meleset. Dulu bilang daerah calon Ibu Kota Negara yang baru, di Kalimantan Timur (Kaltim) takkan banjir. Nyatanya, setahun kemudian, banyak rumah terendam di sana.
Hal tersebut sesuai fakta yang disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Ia menginfokan, kalau warga Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim mesti waspada dengan kemungkinan banjir rob.
Adapun banjir di Kecamatan Sepaku, pada Jumat lalu, sudah surut.
"Kewaspadaan terhadap bencana banjir harus terus dilakukan karena pasang air laut periode 15-23 Desember diprakirakan ketinggian maksimum antara 2,6-2,8 meter," ujar Plt Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari, Senin (20/12/2021) kemarin.
Ketinggian pasang air laut antara 2,6-28 meter tersebut berdasarkan prakiraan dari Stasiun Meteorologi Kelas I Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggan, Balikpapan.
Bahkan hingga kini, lanjutnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten PPU masih terus menyebarkan informasi kebencanaan kepada masyarakat.
"Jika banjir sudah terjadi, hal yang perlu diwaspadai adalah adanya saluran air, lubang, dan tempat-tempat lain yang tertutup genangan banjir, kemudian menghindari sengatan listrik dengan mematikan sumber listrik," katanya.
Banjir di Kecamatan Sepaku pada Jumat, 17 Desember, tiga hari lalu melanda dua desa dan satu kelurahan, diakibatkan oleh tingginya intensitas hujan disertai pasang air laut (rob).
Makanya, air sungai yang seharusnya mengalir ke laut, tertahan dan meluap ke pemukiman warga.
Kawasan yang terdampak banjir adalah Desa Bukit Raya, Desa Sukaraja, dan Kelurahan Sepaku. Banjir tersebut berdampak pada 101 kepala keluarga (KK) pada 101 rumah, termasuk 1 mushala terendam banjir.
"Banjir tersebut berlangsung sekitar 1 hingga 2 jam, kemudian langsung surut mengikuti turunnya pasang surut air laut," ucap Muhari.
Karakteristik bencana banjir di Kecamatan Sepaku, lanjutnya, adalah banjir yang tidak lama, atau dengan kata lain banjir segera surut karena tinggi muka air akan segera turun bersamaan dengan turunnya air laut.
"Saat kejadian, BPBD Kabupaten PPU bersama TNI, Polri, Dinas PUPR, Dinas Sosial, PMI, masyarakat, dan OPD terkait langsung turun ke lokasi untuk melakukan evakuasi, pemantauan, dan pendataan," ujarnya.
Mengenang ucapan Jokowi
Berkaca pada kenyataan sekarang, kita patut mengenang ucapan Jokowi yang mengaku kalau takkan terjadi kemacetan dan banjir di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara.
Dalam pencanangan sensus penduduk 2020 di Istana Negara, Jokowi bilang ibu kota baru akan berkualitas dan memanjakan warga.
Tak cuma itu, energi terbarukan akan dipakai, sehingga lingkungan lestari dan rendah polusi. Masyarakat juga disebut akan diarahkan untuk berjalan kaki, bersepeda, dan memakai transportasi publik.
"Akan banyak orang jalan kaki, bersepeda. Tidak ada banjir, tidak ada macet," ujar Jokowi pada 2020 silam.
Perlu dicermati, ibu kota baru memang belum jadi di PPU. Proses pengerjaannya baru akan dimulai pada 2022 tahun depan.
Namun yang menjadi masalah adalah, sejauh mana program pemerintah untuk mengatasi persoalan banjir tersebut? Toh, pembebasan lahan demi pembangunan akan digencarkan, begitu juga pohon dalam hutan akan dibabat satu demi satu.
Akankah pemerintah akan membuat waduk dan bendungan di sana? Bagaimana dengan drainase? Sebab pembuatan bendungan di beberapa daerah juga tidak bisa menghindarkan masyarakat dari rendaman air bah, seperti bendungan karalloe yang ada Gowa, dan membuat masyarakat di Jeneponto, Sulsel, masih menderita karena banjir.
Sekarang biarkan publik menilai bersama, apakah ibu kota baru takkan banjir sesuai omongan Jokowi? Apakah akan banjir juga nantinya ketika Ibu Kota baru sudah diresmikan di sana? Tinggal menunggu waktu saja. [era]
Jokowi Tunjukkan Desain Ibu Kota Baru: Nanti Nggak Ada Banjir, Nggak Macet