[PORTAL-ISLAM.ID] Puluhan pemilik kapal asing telah membayar sekitar Rp4,2 miliar untuk membebaskan kapal yang ditahan oleh TNI AL, yang mengatakan mereka berlabuh secara ilegal di perairan Indonesia dekat Singapura, menurut sumber yang mengetahui langsung masalah tersebut, Reuters melaporkan.
Puluhan sumber termasuk pemilik kapal, awak kapal dan sumber keamanan maritim yang semuanya terlibat dalam penahanan dan pembayaran, mengatakan pembayaran itu dilakukan secara tunai kepada perwira angkatan laut Indonesia atau melalui transfer bank ke perantara yang mengatakan kepada mereka bahwa mereka mewakili TNI Angkatan Laut Indonesia.
Reuters tidak dapat mengonfirmasi secara independen apakah pembayaran dilakukan kepada perwira angkatan laut atau siapa penerima akhir pembayaran tersebut.
Penahanan dan pembayaran pertama kali dilaporkan oleh Lloyd's List Intelligence, sebuah situs web industri, menurut laporan Reuters, 14 November 2021.
Sekitar 30 kapal, termasuk kapal tanker, pengangkut curah dan lapisan pipa, telah ditahan oleh angkatan laut Indonesia dalam tiga bulan terakhir dan sebagian besar telah dibebaskan setelah melakukan pembayaran Rp4 miliar, menurut dua pemilik kapal dan dua sumber keamanan maritim kepada Reuters.
Melakukan pembayaran ini lebih murah daripada kemungkinan kehilangan pendapatan dari kapal yang membawa kargo berharga, seperti minyak atau biji-bijian, jika ditahan selama berbulan-bulan untuk proses persidangan di pengadilan Indonesia, kata dua pemilik kapal.
Dua awak kapal yang ditahan mengatakan pelaut angkatan laut bersenjata mendekati kapal mereka dengan kapal perang, menaiki kapal dan mengawal kapal ke pangkalan angkatan laut di Batam atau Bintan, pulau-pulau Indonesia di selatan Singapura, melintasi Selat Singapura.
Sering kali kapten dan awak kapal ditahan di ruangan yang sempit dan terik, kadang-kadang selama berminggu-minggu, sampai pemilik kapal mengatur uang tunai untuk dikirim atau transfer bank dilakukan ke perantara angkatan laut, kata dua anggota awak yang ditahan.
Laksamana Muda TNI AL Arsyad Abdullah mengatakan dalam tanggapan tertulis atas pertanyaan Reuters, tidak ada pembayaran yang dilakukan kepada angkatan laut dan juga tidak mempekerjakan perantara dalam kasus hukum.
"Tidak benar Angkatan Laut Indonesia menerima atau meminta bayaran untuk membebaskan kapal-kapal itu," kata Abdullah.
Arsyad Abdullah mengatakan dalam tiga bulan terakhir terjadi peningkatan jumlah penahanan kapal karena berlabuh tanpa izin di perairan Indonesia, menyimpang dari jalur pelayaran atau berhenti di tengah jalur untuk waktu yang tidak wajar, dan semua penahanan itu sesuai dengan hukum Indonesia.
Menanggapi laporan penahanan, Arsyad Abdullah mengatakan awak kapal tidak ditahan.
"Selama proses hukum, semua awak kapal berada di kapal mereka, kecuali untuk interogasi di pangkalan angkatan laut. Setelah interogasi, mereka dikirim kembali ke kapal," katanya.
Stephen Askins, seorang pengacara maritim yang berbasis di London yang telah memberi nasihat hukum kepada pemilik yang kapalnya telah ditahan di Indonesia, mengatakan angkatan laut berhak untuk melindungi perairannya tetapi jika sebuah kapal ditahan, maka beberapa bentuk penuntutan harus dilakukan.
"Dalam situasi di mana angkatan laut Indonesia tampaknya menahan kapal-kapal dengan maksud memeras uang, sulit untuk melihat bagaimana penahanan semacam itu bisa sah," kata Askins kepada Reuters. Dia menolak untuk memberikan rincian tentang kliennya.
Letnan Kolonel Marinir La Ode Muhamad Holib, juru bicara TNI AL, mengatakan beberapa kapal yang ditahan dalam tiga bulan terakhir telah dibebaskan tanpa tuduhan karena tidak cukup bukti.
Lima nahkoda kapal sedang diadili dan dua lainnya telah dijatuhi hukuman penjara pendek dan denda masing-masing Rp100 juta rupiah dan Rp25, kata Holib, menolak untuk menguraikan lebih lanjut tentang kasus-kasus tertentu lebih spesifik.
Seorang juru bicara Otoritas Maritim dan Pelabuhan Singapura, sebuah lembaga pemerintah Singapura, menolak berkomentar.
Selat Singapura, salah satu jalur air tersibuk di dunia, dipenuhi oleh kapal-kapal yang menunggu berhari-hari atau berminggu-minggu untuk berlabuh di Singapura, pusat pelayaran regional di mana pandemi Covid-19 telah menyebabkan penundaan.
Kapal telah bertahun-tahun berlabuh di perairan di sebelah timur Selat Singapura ketika mereka menunggu untuk berlabuh. Selama menunggu, mereka mengira berada di perairan internasional dan karena itu tidak bertanggung jawab atas biaya pelabuhan apa pun, kata dua analis maritim dan dua pemilik kapal.
TNI AL mengatakan daerah ini berada di dalam perairan teritorialnya dan bermaksud untuk menindak lebih keras kapal yang berlabuh di sana tanpa izin. [tempo]