"MUI cuma bisa mengharamkan"
"Dikit-dikit haram, dikit-dikit haram, membebani uang negara aja"
"Susah kalo kemajuan zaman dihalangi fikih abad pertengahan"
"Ulama kok ngomong di luar kapasitasnya"
Ungkapan-ungkapan di atas saya baca di kolom komentar postingan seorang Cangkemiawan Muslim yang mengritik (atau menghujat) keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI terkait Cryptocurrencies (mata uang crypto) beberapa waktu yang lalu.
Saya paham bahwa manusia selalu memusuhi apa yang ia tidak ketahui. Pembahasan fikih memang terlalu rumit karena literatur yang harus dibaca itu banyak, aturan-aturan yang perlu diperhatikan juga sangat banyak. Maka jalan pintas yang paling mudah ya cukup bilang itu produk "abad pertengahan" dan ditinggalkan. Udah, Selesai.
Di foto ini (lihat foto atas) adalah satu penggalan Fatwa dari Dewan Syariah Nasional-MUI terkait Sukuk (obligasi).
Obligasi yang berdasarkan atas hutang sudah diharamkan karena mengandung unsur Riba. Padahal surat berharga itu dibutuhkan baik oleh Pemerintah untuk mendapatkan dana maupun oleh masyarakat untuk jadi instrumen investasi. Lalu apa solusinya?
Ulama terus melakukan kajian. Kajian tentang obligasi ini sudah dimulai sejak tahun 2002, dengan dirilisnya Fatwa no. 32 tentang Obligasi Syariah.
Namun kajian tidak berhenti di situ, pada tahun 2004 dirilis Fatwa No. 40 tentang Obligasi Syariah Ijarah.
Lalu 2008 istilah "Obligasi Syariah" diubah menjadi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dengan dirilisnya Fatwa no. 69 untuk melengkapi ketentuan dari fatwa-fatwa sebelumnya.
Kajian tidak berhenti di situ.
2010 dirilis lagi Fatwa no. 76 tentang SBSN Ijarah Asset to be Leased.
Kemudian 2014 dirilis lagi Fatwa no. 95 tentang SBSN Wakalah.
Tahun 2019 dirilis Fatwa no. 127 tentang Sukuk Wakalah bil Istitsmar dan Fatwa No. 130 tentang Sukuk Wakaf.
Dan terakhir, pada 2020 lalu dirilis Fatwa no. 137 tentang Sukuk yang memuat intisari dari sejumlah fatwa sebelumnya (lihat foto atas).
Para ulama mengerti bahwa fatwa haram saja tidak memberikan apa-apa selain pelarangan, maka mereka kemudian memberikan solusi agar manfaatnya bisa didapatkan tapi dengan tetap terhindar dari hal-hal yang haram.
Salah satu solusinya adalah yang anda lihat di foto atas, sebagai pengganti Obligasi yang berdasarkan atas hutang maka DSN-MUI memberikan sejumlah alternatif yang bisa digunakan. Kajiannya pun dilakukan sejak tahun 2002 hingga 2020.
Perlu diketahui juga bahwa satu fatwa itu dikaji oleh lebih dari 100 orang yang berasal dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Tidak semuanya faqih (ahli fiqih), karena sebagian mereka juga ada yang ahli hadits, ahli ekonomi, ahli pasar modal dan ahli dalam bidangnya masing-masing.
Terakhir, ingatlah kata Rasulullah:
إنما شفاء العي السؤال
"Obat dari Kebodohan adalah bertanya."
(By Pak Dosen)