Mengapa Demokrasi Tidak Mati di Jakarta?

Body
Mengapa Demokrasi Tidak Mati di Jakarta?

Oleh: Qusyaini Hasan*

Bagaimana perasaan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tiap menerima kritik dan komentar negatif yang kerap menyerang dirinya dan Pemprov DKI Jakarta? “Rasanya seperti dilempari tusuk gigi. Geli-geli gimana gitu,” katanya dengan raut jenaka.

Menurut Anies, kritik dari warga kepada pemerintahan bukan hal baru dan merupakan kewajaran. Ia pun tak memusingkan komentar, kritik, cibiran, maupun olok-olok di media sosial, dan tetap meresponnya secara terukur dan tak berlebihan. "Bagaimana caranya? Ini ngatur perasaan. Biasa saja gitu. Sama lah seperti juga kalau yang lain buat kebijakan. Jadi take it easy," kata Anies.

Sikap yang responsif, terbuka, dan akomodatif dalam menerima masukan atau kritik ditampakkan Anies dan Pemprov DKI Jakarta saat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memberikan rapor merah terhadap kinerja 4 tahun memimpin Jakarta. Ia bahkan mengucapkan terima kasih atas evaluasi tersebut. "Terkait LBH, kami mengucapkan terima kasih banyak," kata Anies, sembari menambahkan, "Ini menjadi bahan yang sangat bermanfaat bagi kami untuk kami terus-menerus melakukan perbaikan."

Tak hanya itu saja, Pemprov DKI Jakarta menerima dengan baik kedatangan LBH Jakarta di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (18/9/2021), bahkan LBH Jakarta diberikan kesempatan melakukan konferensi pers di Pendopo Balai Kota. Hal ini merupakan bagian dari penyampaian aspirasi warga untuk pemerintahan. Dikatakan, Pemprov DKI Jakarta amat terbuka dengan semua aspirasi, di mana Pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk memfasilitasi semua aspirasi dari warga termasuk kritik.

Asisten Pemerintahan Setda Provinsi DKI Jakarta, Sigit Wijatmoko menegaskan bagaimana Anies selaku Gubernur DKI Jakarta menekankan kepada seluruh jajaran Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan pembangunan dengan pendekatan yang berbeda, salah satunya Community Action Plan (CAP). Inilah pembangunan berbasis kerja bersama masyarakat yang menjadi perhatian seluruh elemen masyarakat dengan cara segera mempelajari rekomendasi, masukan, atau kritik dan memberikan jawaban secepatnya.

Sikap Anies dalam menghadapi kritik maupun komentar menjadi indikator awal bahwa demokrasi yang sehat akan terus berkembang di Jakarta. Terbukti, selama memimpin ibukota, Anies tak pernah jumawa dan menjadikan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sebagai jaring yang menjebak lawan-lawan politik atau pihak-pihak yang berseberangan dengannya.

Di tahun keempatnya memimpin Jakarta, survei Badan Pusat Statistik (BPS) terkait Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) memperkuat bukti demokrasi itu terus bertumbuh. Jakarta menjadi provinsi dengan nilai indeks paling tinggi di Indonesia (89,21) berdasarkan data tahun 2020. DKI Jakarta berhasil mempertahankan posisi peringkat satu selama empat tahun berturut-turut sejak 2017. IDI di DKI juga terus bertumbuh, yakni 84,73 pada 2017; 85,08 pada 2018; dan 88,29 pada 2019.

Ada tiga aspek yang dinilai dalam penghitungan nilai IDI, yakni aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik, dan aspek lembaga demokrasi. Dari ketiga aspek itu, masing-masing DKI memperoleh nilai 84,95 poin; 93,27 poin; dan 90,86 poin untuk tahun 2020.

Apa artinya angka-angka ini? Angka pencapaian ini menunjukkan bahwa warga Jakarta semakin matang dalam berdemokrasi. Dan, pertumbuhan demokrasi di Jakarta hanya bisa terwujud berkat kolaborasi seluruh stakeholder dan komponen masyarakat yang telah menjaga DKI Jakarta tetap kondusif dan demokratis.

Komitmen Anies dalam merawat demokrasi tak diragukan lagi. Dalam banyak kesempatan, ia menyebutkan bahwa pemimpin atau pihak berwenanglah yang harus merawat iklim demokrasi. Jika pemerintah gagal merawat demokrasi, maka kekacauan akan terus tak terkendali. Rakyat akan dibuat tidak tenang, tidak teduh, dan tidak damai.

Demokrasi yang dimaknai sebagai pemerintahan oleh rakyat mengandung muatan utama bernama kesetaraan politik. Demokrasi tidak hanya mewakili satu dari nilai lainnya, menurut Held (2007:306), seperti kebebasan, kesetaraan, dan keadilan, tetapi juga menghubungkan dan menengahi berbagai permasalahan yang saling bertentangan.
Demokrasi, menurut Held, tidak hanya soal bebas dan setara, tapi juga bagaimana meletakkan dasar yang tepat dalam mempertahankan dialog publik, suatu kondisi di mana berbagai isu-isu substantif mendapat lebih banyak kesempatan untuk dipertimbangkan, didiskusikan, dan diselesaikan.

Demokrasi bertumbuh mensyaratkan kecakapan pemimpin dalam menjaga iklim demokrasi dengan benar dengan cara mendengar dan merespons setiap aspirasi rakyat. Setiap aspirasi harus direspons dengan tata krama yang benar. Pandangan yang berbeda harus dihargai sebagai sebuah suara legitimate dari rakyat.

Untuk hal ini, kita harus jujur memberikan apresiasi pada sosok Anies Baswedan, yang telah berhasil menumbuhkan perasaan setara bagi semua pihak. Ia memilih untuk membuka diri, merespons, dan mempertimbangkan setiap aspirasi yang datang dari publik.

"Kita juga harus menyadari bahwa kebijakan dan politik itu seringkali membawa unsur perasaan. Karena itu kita harus menjaga dialog dan tukar pikiran tetap tenang, teduh, dan damai," ujar Anies. 

Dengan begitu, tak ada aspirasi yang macet, beragam masalah dapat direspons dengan cepat dan perasaan kesetaraan dapat ditumbuhkan.

Wujud dari upaya merawat demokrasi bisa dilihat dari upaya Pemprov DKI menghadirkan ruang publik yang setara. Pembangunan transportasi umum, taman, fasilitas umum, maupun sarana publik lainnya sejatinya memacu tumbuhnya perasaan setara bagi seluruh warganya.

Hal inilah berdampak pada tumbuhnya Jakarta yang kian demokratis. Transportasi tidak sebagai alat pemindah badan, tetapi alat penumbuh kesetaraan. Tidak ada umum dan VIP. Semua mendapatkan fasilitas yang nyaman tanpa memandang latar belakang. Begitu juga pada taman, semua orang dengan strata ekonomi maupun sosial dapat berkumpul di sana tanpa ada sekat.

Dengan demikian, dapat disebut bahwa Jakarta makin demokratis berkat kepemimpinan Anies. 

Anies mengatakan, Pemprov DKI akan terus menjamin iklim demokrasi tetap hidup. 

"Tugas kami di Jakarta adalah memastikan agar ini berjalan terus, sehingga kita dapat menjaga agar iklim demokrasi dan iklim kesetaraan tetap hidup, dengan kebijakan-kebijakan yang kami implementasikan," ujarnya.

Bahkan, ia berharap Jakarta terus menjadi rujukan dalam menjaga suasana demokrasi. Ia bertekad Jakarta terus menjaga agar iklim kebebasan berekspresi bisa hidup dan terus bertumbuh. Tumbuhnya kota yang demokratis, yang akhirnya dapat menumbuhkan perasaan kebangsaan.

Menjadikan Jakarta sebagai kota demokratis tentu harus berawal dari konsep, pikiran, dan gagasan besar pemimpinnya. Sebab, menjadi pejabat publik, sejatinya lebih pantas pada mereka yang sudah selesai dengan urusan dirinya. Tidak lagi menonjolkan egoisme, apalagi baperan.

Pejabat publik memang harus siap menerima kritikan dan menjadi kotak pos yang melayani berbagai macam aduan publik sepanjang waktu. Ia juga harus mewakafkan kepentingan publik jauh di atas kepentingan pribadi. Benar kata Anies, bila pejabat publik tidak mau menerima keluhan dan kritikan atau memperlakukan pemberi kritik sebagai lawan, lebih baik di rumah saja mengurus burung.

*) Penulis adalah aktivis perkotaan dan pengguna trotoar

Baca juga :