Jokowi Jenius Opo Toh...??

Gibran Rakabuming Raka, wali kota Solo putra sulung Presiden Jokowi, merespons enteng pujian Kishore Mahbubani yang menyebut bapaknya pemimpin jenius.

"Jenius apa tho..." kata Gibran (Viva, Jumat, 8/10/2021). 

Akhir pekan yang mendung ini, tepat rasanya kita bantu untuk menjawabnya.

Jenius punya banyak makna. Makna pertama adalah peralihan karier seseorang dari bisnis martabak menjadi birokrat. Suatu bentuk ketidakkonsistenan janji tak mau berpolitik yang di kemudian hari diingkari. Menjadi wali kota ketika sang bapak menjadi presiden aktif adalah wujudnya. 

Makna pertama itu dinukil oleh peneliti asing Joshua Kurlantzick dalam "Jokowi and the Missed Promises: Part 1" yang dimuat di Council on Foreign Relations (Jumat, 8/10/2021). 

"Like his two predecessors, he seems to want to create a family political dynasty, despite what he said in the past. He maneuvered one of his sons and son-in-laws into politics, and they are now both mayors and up-and-comers, with their father’s backing (Seperti dua pendahulunya, dia tampaknya ingin menciptakan dinasti politik keluarga, terlepas dari apa yang dia katakan di masa lalu. Dia mengarahkan salah satu putra dan menantunya ke dalam politik, dan mereka sekarang menjadi walikota dengan dukungan ayah mereka)," kata Joshua.

Makna kedua berhubungan dengan bisnis boneka. Membeli semurah-murahnya dan menjual semahal-mahalnya. Boneka biasa, dipoles, diceburkan ke got agar menumbuhkan simpati, lalu terjual dengan harga tinggi dan memberikan profit bagi para investor awal. 

Namanya juga bisnis 'benda mati', ketika jadi, ia tetap saja boneka. 

Lagi-lagi Joshua menulis presiden ini membuat upaya pemberantasan korupsi tidak berjalan baik, korupsi menjadi lebih mengakar, padahal ia tidak berbuat apa-apa ketika KPK digembosi. Ia membangun aliansi yang kuat dengan militer (dan polisi) dan pada beberapa kasus cenderung mengkriminalisasi para oposan.

Ia membentuk kroni kapitalisme di sekitar kekuasaan yang menggemukkan aset para 'investornya' semata. Orang menamakannya oligarki bisnis-politik yang menempatkan bisnis strategis pada segelintir tangan pembantunya. Satu pembantu, seperti Menko Marives LBP, mengontrol setidaknya 6 jabatan,  mulai dari urusan danau, Covid-19 sampai kereta cepat. Memberikan kekuasaan nyaris tanpa kontrol terhadap Menteri BUMN untuk membuka pintu terhadap pertalian bisnis dengan perusahaan keluarga, kroni, dan kawan kapitalisnya.

Makna jenius ketiga berkaitan dengan pajak. Mendorong perubahan undang-undang perpajakan yang katanya agar lebih adil dan melindungi kalangan bawah. Menaikkan batas pendapatan tidak kena pajak menjadi Rp60 juta/tahun bertarif 5% dan menetapkan tarif 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar.

Bagus-bagus saja. Ada untungnya juga bagi masyarakat bawah. Masalahnya bagaimana penegakan bagi kalangan atas? 

Masyarakat yang patuh pajak butuh contoh dari para pejabat dan swasta makmur. Lantas, mengapa mereka bentuk perusahaan cangkang dan SPV di luar negeri, yang salah satu fungsinya adalah untuk 'membuang' profit dan menghindari pajak, seperti diungkap Panama Papers dan Pandora Papers?

Saya hitung total kekayaan 10 orang terkaya Indonesia 2021 versi Forbes (mulai dari Budi Hartono sampai Mochtar Riady) jumlahnya US$69 miliar (Rp966 triliun). 35% dari jumlah itu adalah Rp338,1 triliun. Bagaimana jika penegakan pajak dimulai dari situ supaya negara dapat duit cepat dan banyak?

Jenius dalam makna perpajakan ini juga bisa diartikan suatu teknik bagaimana caranya pejabat yang tertangkap tangan bisa menerima dana tunai dalam koper dari penyuapnya (pribadi/perusahaan) yang jumlahnya hingga miliaran rupiah? Bagaimana pembukuannya di laporan keuangan perusahaan untuk jenis pengeluaran itu? Bagaimana bisa duit suap itu tidak masuk kategori pendapatan, padahal jika terungkap di persidangan nomenklaturnya adalah commitment fee, sementara fee adalah kategori objek Pph?

Dengan demikian jenius bisa berarti memeriksa secara teliti seluruh penghasilan (resmi maupun tidak resmi) dari penyelenggara negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) untuk memastikan berapa penghasilan kena pajak dan bagaimana selama ini kepatuhannya. Jika ada anggota DPR, misalnya, memiliki perusahaan distributor pupuk (menggunakan nama pinjaman pun) atau punya bisnis batu bara, gas, dan sejenisnya bisa terdeteksi dan segera ditegakkan hukum terhadap mereka.

Begitulah kira-kira makna jenius seperti ditanyakan oleh wali kota Solo.

Semoga bisa menjawab.

Salam.

(Agustinus Edy Kristianto)

Baca juga :