Luhut Masuk Lobang Jebakan Yang Dia Gali Sendiri
Oleh: Ahmad Khozinudin, SH (Advokat)
Luhut Binsar Panjaitan pada Senin (27/9/2021) memenuhi undangan klarifikasi Penyidik Polda Metro Jaya sehubungan dengan laporan yang dibuatnya. Luhut memberikan keterangan sekaligus 'kembali mengancam' Haris Azhar sekaligus tetap 'memelas' agar Haris segera meminta maaf.
Polda sendiri, masih akan memanggil dan melakukan klarifikasi kepada Haris dan mengupayakan mediasi agar perkara diselesaikan secara damai. Polda 'tersandera' dengan Surat Edaran Kapolri bernomor: SE/2/11/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.
Isi surat edaran itu salah satunya meminta penyidik polisi mengedepankan restorative justice dalam penyelesaian perkara. Kapolri juga meminta penyidik memprioritaskan langkah damai dalam menyelesaikan kasus yang berkaitan dengan laporan dugaan pelanggaran UU ITE.
Luhut sendiri, memperkarakan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dengan pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45A ayat (3) UU No 19 tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 tahun 2008 tentang ITE.
Karena edaran inilah, Polda tidak langsung melakukan pemanggilan dan proses hukum lebih lanjut, namun mengupayakan mediasi melalui undangan klarifikasi kepada para pihak yang bersengketa. Penyidik sudah seperti hakim mediator saja, padahal bisa saja langsung proses hukum jika terpenuhi unsur.
Masalahnya, laporan Luhut Panjaitan lebih didasari oleh perasaan Baper sang Menteri. Semestinya, sebagai pejabat publik Luhut dapat bertindak arif, bijak dan tetap santuy. Luhut dapat mencontoh atasannya Jokowi, dimana begitu banyak kritik yang dialamatkan ke Jokowi namun tak ada satupun laporan polisi yang dibuat Jokowi.
Aktivitas yang dilakukan oleh Haris dan Fatia adalah aktivitas menjalankan hak konstitusional untuk berserikat, berkumpul dan menyampaikan pendapat, sebagaimana diatur dan dijamin oleh pasal 28 UUD 1945. Kalaupun Luhut hendak komplain terhadap adanya disinformasi, maka Luhut dapat menyampaikan klarifikasi langsung di Kanal YouTube Haris Azhar.
Karena itu, ngototnya Luhut membawa perkara ini ke ranah kepolisian sama saja menggali lubang dan mengubur dirinya sendiri, disebabkan:
Pertama, dukungan publik terhadap Haris dan Fatia akan semakin membesar. Sementara Luhut, akan semakin dikokohkan sebagai pejabat yang sombong dan arogan, anti kritik, dan pamer kekuasaan.
Kedua, kasus ini jika tidak lanjut akan menjadi aib terbesar dalam kehidupan Luhut. Sementara jika dipaksa dilanjutkan, akan menyulitkan Polda Metro Jaya karena dipaksa melawan Edaran Kapolri. Proses hukum terhadap Haris dan Fatia akan dipahami publik sebagai kriminalisasi, bukan penegakan hukum.
Ketiga, pemaksaan kasus juga akan merembet pada kredibilitas Jokowi. Kasus ini akan ditafsirkan publik sebagai kriminalisasi pada para aktivis di era Jokowi, karena Jokowi presiden dan atasan langsung Luhut Panjaitan.
Keempat, kriminalisasi terhadap Haris dan Fatia akan menumbuhkan persatuan dan perlawanan publik. Mirip kasus yang menimpa Rocky Gerung.
Kelima, Haris dan Fatia hanya kena delik pencemaran berdasarkan pasal 27 ayat (3) UU ITE. Pasal ini hanya 4 tahun ancamannya, sehingga tidak dapat digunakan dasar untuk menahan.
Sementara pasal 14 ayat (1) UU No. 1/1946 tentang mengedarkan kabar bohong terlalu sumir, dan akan berpotensi pada adu data dengan Luhut. Tentu, bagi Luhut adu data sama saja menelanjangi diri sendiri.
Keenam, proses pengadilan justru akan menjadi ajang konsolidasi umum para aktivis, bukan hanya untuk melawan Luhut tetapi juga bisa berdampak ke Jokowi.
Karena itu, memaksakan perkara ini ke meja hijau sama saja Luhut menggali lubang untuk mengubur dirinya sendiri. Bahkan, salah strategi justru akan ikut menarik Jokowi ikut terkubur bersama Luhut Binsar Panjaitan.(*)